Tak banyak yang tahu, Pangandaran pernah memiliki pabrik sereh yang mendunia. Kini yang tersisa hanya bekas pabrik bergaya China dan Belanda.
Tokoh Masyarakat Sidomulyo Soleh (84) mengatakan pemilik pabrik sereh yang berada di Dusun Pasir Kored, Desa Sidomulyo, Kecamatan Pangandaran dimiliki seorang warga Belanda bernama Keple dan Alim Shiang, asal China. Pabrik sereh itu dibangun pada 1920-an.
Pabrik ini menjadi tempat kegiatan industri sabun cuci yang bernama Cap Salaman. Sabun ini terbuat dari daun sereh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Usia bangunan pabrik itu saat ini hanya tersisa cerobong asap. Jika semua bangunan utuh berusia 1 abad mungkin,"
"Saat pabrik sudah berdiri saya usianya baru 6 tahun," kata Soleh kepada detikJabar belum lama ini.
Dilihat detikJabar, bangunan cerobong yang tersisa setinggi 6 meter sudah tertutup rerumputan dan berlumut. Namun, tetap berdiri tegak di antara pepohonan.
Soleh menjelaskan pabrik sereh itu merupakan satu-satunya pabrik besar yang ada di Pangandaran meski berdiri di tengah hutan. Sembari mengerutkan dahinya, Soleh mengingat sosok sang ayah yang pulang pergi saat aktif menjadi kuli pabrik sereh.
"Waktu itu bapak saya menjadi petani daun sereh yang menanam hingga panen untuk diserahkan ke pabrik sabun tersebut. Almarhum bapak dulu bercerita ikut membangun pabrik sereh itu bersama warga lainnya," jelas Soleh.
"Pabrik sereh itu dibangunnya secara swadaya oleh warga Sidomulyo dengan bantuan alat bawaan dari China. Meskipun swadaya, bapak dulu cerita bos pabrik sereh itu saat pembangunan para kuli bangunan seharinya dibayar 2 ketip atau 5 sen," sambungnya.
Pabrik yang dibangun di atas tanah rakyat itu seluas 100 bata dibangun dalam jangka waktu selama 3 bulan. Konon batu bata yang digunakan menggunakan bata merah dari tanah di kawasan tersebut. Dibutuhkan waktu setahun hingga pabrik sereh itu selesai dibangun.
"Selain batu bata merah, campuran tulang segala rupa hewan menjadi salah satu bahan material dalam pembuatan bangunan tersebut," ucapnya.
"Dulu cara penjajah itu menurunkan alat yang terbuat dari besi dibawa menggunakan pesawat terbang. Dengan cara dijatuhkan di area pabrik menggunakan tambang," sambung Soleh.
Setelah bangunan pabrik sereh berdiri, pemilik sengaja mendatangkan banyak pekerja dari China sementara warga sekitar dipekerjakan untuk menggarap lahan kebun pohon sereh seluas 9 hektare.
"Penduduk lokal mah hanya menggarap kebun dan memetik daun sereh yang diserahkan ke pabrik," katanya.
"Nah pabrik ini tentu ada campur tangan sama Belanda, jadi China menjalin kerjasama dengan Belanda," sambung Soleh.
Seiring berjalannya waktu pabrik sereh tersebut menghasilkan produk sabun cuci dan bertahan selama 20 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia. Kualitas sabun cuci yang dihasilkan cukup tersohor hingga mancanegara. Menurut Soleh sabun yang terbuat dari daun sereh itu cukup awet bahkan penggunaanya bisa bertahan hingga sebulan.
"Awal berhentinya pabrik sereh itu terjadi setelah Indonesia merdeka tahun 1945. Pabrik itu ditinggalkan para pegawai dan termasuk bosnya, sehingga terbengkalai. Saat itu warga tidak berani untuk meneruskan," kata Soleh.
Soleh mengatakan setelah ditinggalkan dan terbengkalai pabrik sereh itu rusak dengan sendirinya, tetapi hanya ada sisa sebuah cerobong. "Cerobong itu saksi bisu pernah berdirinya industri sabun di Pangandaran yang berasal dari daun sereh. Padahal saat ini pun banyak tersedia di sini, tapi belum ada yang bisa memanfaatkan. Hanya kalau menjadi bumbu rempah nasi liwet sangat enak," katanya.
Artikel ini sudah tayang di detikJabar.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara