GTRA Summit 2023, Nasib Rumah-rumah Warga di Atas Laut Dibahas

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

GTRA Summit 2023, Nasib Rumah-rumah Warga di Atas Laut Dibahas

Wahyu Setyo Widodo - detikTravel
Jumat, 04 Agu 2023 11:17 WIB
Suasana permukiman Kampung Bajo Sampela yang berdiri di atas perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi.
Foto: Rumah-rumah di atas laut (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta -

Saat liburan ke daerah pesisir, kita bisa melihat banyak warga mendirikan rumah di pantai, bahkan laut. Terbersit pertanyaan, bagaimana legalitas rumah mereka ya?

Indonesia memiliki wilayah laut dan pesisir yang luas dengan potensi wisata bahari yang sangat besar. Namun demikian, masyarakat pesisir belum mampu terlepas dari masalah ekonomi, sehingga membutuhkan kehadiran negara, dalam hal ini legalisasi atas aset mereka.

Apabila aset mereka legal, diharapkan akan mampu mendukung aktivitas perekonomian masyarakat di atas air, meliputi area pantai dan laut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu pun menjadi bahasan dalam acara Webinar Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2023 #RoadtoKarimun Series 9 dengan tema Penguatan Skema Kebijakan Legalisasi Aset Permukiman di Atas Air.

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Raja Juli Antoni menyatakan, legalisasi aset merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia dalam rangka mencapai kesejahteraan.

ADVERTISEMENT

"Kita di birokrat memahami kepentingan bangsa. Orientasinya adalah kepada rakyat, maka sesungguhnya tentang legalisasi aset permukiman di atas air ini tidak perlu menjadi perdebatan. Orang-orang yang tinggal di pesisir memiliki hak yang sama. Untuk itu, negara hadir memberikan kepastian hukum terhadap aset yang mereka miliki," tegas Raja Juli Antoni dalam keterangan persnya, Jumat (4/8/2023).

Raja pun berharap agar segala regulasi yang dibuat bertujuan untuk memberikan hak kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali.

"Tujuan kita bernegara, the pursuit of happiness, membuat masyarakat bahagia, membuat masyarakat sejahtera. Apa pun regulasi yang kita buat, apa pun kebijakan yang kita create harus berorientasi kepada tujuan kita berbangsa dan bertanah air," imbuh Wamen ATR/Waka BPN itu.

Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar Pertanahan dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Herjon C.M. Panggabean mengatakan, sudah ada kadaster kelautan untuk mengelola dan mengatur sumber daya pesisir dan laut.

"Kadaster kelautan mendukung proses legalisasi aset permukiman di atas air, dengan prosedur di antaranya pengamatan pasang surut, pengukuran batas objek ruang perairan dan detail situasi, serta pengukuran kedalaman air," terangnya.

Sementara itu, menurut Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau, Nurhadi Putra, wilayah darat yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sangat terbatas. Di mana dari total 2.025 pulau yang ada, hanya sebanyak 487 pulau yang berpenghuni.

Ia menyebutkan, sebaran masyarakat pesisir antara lain di Kota Batam 3.667 titik, Kota Tanjung Pinang 13 titik, Kabupaten Bintan 2.122 titik, Kabupaten Karimun 234 titik, Kabupaten Lingga 1.054 titik, Kabupaten Anambas 675 titik, dan Kabupaten Natuna 2.861 titik.

"Mengapa kami sangat konsen sekali masyarakat Kepulauan Riau di sini perlu perhatian kita bersama? Agar masyarakat pesisir ini juga merasakan hadirnya negara. Kita semua memiliki semangat yang sama untuk mewujudkan hadirnya negara bagi masyarakat pesisir, tidak hanya masyarakat yang ada di wilayah darat," pungkas Nurhadi Putra.




(wsw/wsw)

Hide Ads