Kontingen Indonesia mengalami sejumlah hal buruk selama mengikuti Jambore Dunia di Korea Selatan. Meski begitu, mereka tetap bertahan sampai akhir acara.
Jambore Dunia dilaksanakan di perkemahan Saemangeum, Provinsi Jeolla Utara, Korea Selatan. Kegiatan pertemuan pramuka itu dijadwalkan berlangsung mulai 1 - 12 Agustus 2023.
Peserta yang hadir berjumlah sekitar 40 ribu orang. Para peserta itu berasal lebih dari 155 negara, termasuk Indonesia.
Dalam kegiatan jambore ini, para peserta melakukan berbagai aktivitas, mulai dari berkemah, bermain kayak, menari, memasak, dan lain-lain. Rancangan acaranya terlihat menyenangkan namun peserta rupanya harus bertahan dalam kondisi lapangan yang buruk.
Salah satu peserta Jambore Dunia asal Indonesia, Arya Arganta Ayudianto, bercerita kepada detikTravel mengenai hal-hal buruk yang ia alami selama berada di Saemangeum. Setidaknya ada 7 poin minus yang ia temukan dari Jambore Dunia.
1. Cuaca panas ekstrem
Faktor cuaca menjadi masalah utama yang membuat peserta tidak nyaman berada di perkemahan. Korea Selatan memang tengah dilanda gelombang panas.
"Panas di daerah perkemahan Saemangum sangat luar biasa bahkan bisa mencapai 38 derajat celcius. Ini menyebabkan banyak orang mengalami heat exhaustion dan harus dimasukkan ke rumah sakit lapangan," kata Arya.
Menurut catatan detikTravel yang dihimpun dari sejumlah media asing, sekitar 700 orang harus dirawat karena kepanasan. Kondisi ini bahkan mendorong kontingen Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura memutuskan pergi dari Saemangeum.
2. Toilet kotor
Arya menyoroti toilet yang menjadi fasilitas penting bagi para peserta. Bayangkan saja, berada di perkemahan selama satu minggu, peserta sangat bergantung pada toilet untuk mandi dan buang air. Akan tetapi, toilet yang ia gunakan justru kondisinya buruk.
"Fasilitas di daerah perkemahan Saemangeum kurang memadai. Mulai dari toilet kotor dengan lantai penuh lumpur dan bau menyengat," kata Arya.
3. Shuttle bus terlalu lama tiba
Kemudian, Arya juga mengatakan posisi perkemahan ke lokasi acara utama sangat jauh yakni 3,5 kilometer. Dalam kondisi cuaca panas hingga 38 derajat Celcius, peserta harus mengandalkan bus dari panitia untuk bepergian. Sayangnya, mereka kerap disuruh menunggu lama di bawah teriknya matahari.
"Shuttle bus yang lama dan memaksa para peserta untuk dijemur oleh panasnya matahari," ujarnya.
4. Tim pelayanan tidak konsisten
Arya mengatakan, selama mengikuti jambore, peserta banyak berhubungan dengan International Service Team (IST). Akan tetapi, IST tidak konsisten pada aturan yang berlaku.
"IST yang berkewenangan di jambore sangat tidak konsisten dengan pekerjaannya, saya sendiri pernah mengalami peristiwa di mana IST melarang kami untuk mencuci alat masak dan pakaian di tempat yang tersedia tetapi hari kemudian saya lihat peserta dari kontingen lain menggunakan fasilitas tersebut tanpa di tegur oleh IST," kata dia.
5. Makanan mengandung babi
Peserta harus tabah kondisi makanan yang disajikan tak seluruhnya halal. Padahal, kontingen Indonesia sudah meminta kepada panitia agar diberi makanan yang tak mengandung babi.
"Pada hari pertama kami diberi box makanan yang ternyata tidak halal. Ternyata mengandung babi setelah diteliti lebih lanjut oleh salah satu peserta di unit kami," kata Arya.
Setelah itu, mereka juga masih mendapatkan makanan yang tak halal. Akhirnya, peserta Unit 5 Tambora yang Arya tempati memutuskan untuk tidak memakan makanan-makanan itu.
"Unit kami diingatkan oleh kakak pembina untuk berhati-hati dalam apa yang dimakan karena di Korea banyak yang mengandung babi dan alkohol. Contohnya es krim yang menggunakan alkohol untuk proses pembuatannya, karena itu, saya sendiri tidak makan makanan seperti itu, dan unit kita tidak menerima makanan seperti itu," dia menjelaskan.
6. Acara pembukaan diisi politisi
Acara pembukaan Jambore Dunia menyisakan kenangan buruk bagi Arya. Kala itu, peserta yang berbondong-bondong ke lokasi acara. Sayangnya, hal itu malah membuat sejumlah peserta terpisah dari kontingen negaranya.
"Acara pembukaan, pada saat acara pembukaan WSJ 23 semua peserta dari negaranya masing-masing berbondong-bondong ke main arena, yaitu taman besar dengan panggung luas di depannya, karena ini banyak terjadi peristiwa konfrontasi, terpisah dari kontingennya, dan masih banyak lagi," kata Arya.
Kekecewaan Arya pada acara pembukaan tak berhenti sampai di situ. Acara yang diharapkan menyenangkan berubah mengecewakan karena dijadikan panggung politisi untuk berbicara.
"Daripada itu kami semua dikecewakan dengan acara pembukaan yang tidak layak, dengan pertunjukkan minim dan berbagai pidato dari pemimpin dan politikus," ujarnya.
7. Souvenir mahal
Jambore Dunia menyediakan banyak souvenir untuk peserta. Hanya, harganya terbilang mahal dan untuk membelinya peserta harus antre panjang.
"Ada banyak souvenir yang berada di WSJ 23 mulai dari baju sampai gantungan kunci namun souvenir-souvenir tersebut sangat mahal dan antre untuk masuk ke dalam tokonya sangat panjang," ujarnya.
Meskipun banyak keburukan, Arya masih menemukan sisi baik dari perhelatan Jambore Dunia. Ia senang ketika dapat mencicipi makanan yang dibuat peserta dari negara lain.
"Di WSJ 23 saya menikmati masakan dari berbagai negara mulai dari tanah air sampai Bangladesh. Makanan-makanan ini lumayan mahal tetapi rasanya yang enak membuatnya layak," kata dia.
Sebagai anggota pramuka, ia juga senang dapat berkumpul bersama peserta dari banyak negara. Mereka semakin kompak karena menghadapi masalah yang sama selama berada di Jambore Dunia.
"Di WSJ 23 kami semua seperti satu keluarga besar, di mana perjuangan kita semua meleburkan kita menjadi satu. Saya sendiri sangat senang dengan para peserta negara lain, seperti saat saya sedang barter (trading), saya ketemu banyak peserta negara lain yang membawa keunikan negaranya masing-masing dan inilah yang paling saya cintai mengenai WSJ 23," ujar dia.
Simak Video "Video Gelar Master Eks Ibu Negara Korsel Dicabut: Terkonfirmasi Plagiat"
(pin/fem)