Sedih Banget, Salju Abadi di Papua Terancam Punah

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sedih Banget, Salju Abadi di Papua Terancam Punah

Putu Intan - detikTravel
Sabtu, 26 Agu 2023 21:33 WIB
salju
Salju abadi di Papua. Foto: (Afif/detikTravel)
Jakarta -

Kabar buruk datang dari Papua. Salju abadi di Puncak Jaya Wijaya terancam punah.

Salju abadi yang berada di Puncak Jaya Papua merupakan hal yang berharga buat Indonesia. Pasalnya, adanya salju di negara tropis merupakan fenomena yang langka.

Hadirnya salju ini tak terlepas dari suhu rendah di Puncak Jaya. Pada siang hari, suhu di sana mencapai 15 derajat Celcius. Sementara di malam hari mencapai 5 derajat Celcius.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan suhu yang rendah ini, Puncak Jaya bahkan dinobatkan sebagai daerah terdingin di Indonesia. Di sana juga terdapat tutupan es yang disebut salju abadi.

Sayangnya, tutupan es itu perlahan menghilang. Salju abadi tersebut bahkan terancam punah karena terus menerus meleleh. Setiap tahun, salju di Puncak Jaya Wijaya meleleh dengan rata-rata kedalaman 2 meter.

ADVERTISEMENT

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, ketebalan es yang tersisa pada Desember 2022 hanya 6 meter. Pencairan es itu diakibatkan perubahan iklim.

Hal itu diperburuk dengan El Nino kuat yang melanda Indonesia pada 2015-2016. El Nino ini memicu suhu permukaan menjadi lebih hangat.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, akibat El Nino, gletser di Puncak Jaya mencair hingga 5 meter per tahun. Sementara itu, fenomena El Nino yang terjadi tahun ini berpotensi turut mempercepat kepunahan tutupan es di Puncak Jaya tersebut

"Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam," ujarnya dikutip dari situs BMKG, Sabtu (26/8/2023).

Ia menambahkan, perubahan iklim ini juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut.

Dwikorita menjelaskan, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG bersama Ohio State University, AS, telah melakukan studi terkait analisis paleo-klimatologi berdasarkan inti es (ice core) pada gletser Puncak Jaya. Studi itu dilakukan sejak 2010.

"Hasilnya, sejak pengamatan dilakukan sampai saat ini, tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan," katanya.

"Pada 2010, tebal es diperkirakan mencapai 32 meter dan laju penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010-2015. Kemudian saat terjadi El Nino kuat pada tahun 2015-2016, penipisan es pun mencapai 5 meter per tahun," imbuhnya.

Dwikorita menekankan bahwa semua pihak perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan.

Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus dilakukan bersama baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dan pihak terkait lainnya.

Pengurangan emisi Gas Rumah Kaca dan penerapan energi baru dan/ atau terbarukan menjadi langkah penting yang harus segera dilakukan.

"Kita perlu terus menjaga dan mengendalikan laju kenaikan suhu dengan cara mentransformasikan energi fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan. Dalam Dialog untuk Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional di BAPPENAS tanggal 21 Agustus yang lalu, BMKG merekomendasikan pula perlunya program yang lebih sistematis dan berkelanjutan untuk Observasi/pemantauan terhadap parameter lingkungan," kata dia.

Program observasi atau monitoring tersebut sangat penting guna menghasilkan analisis dan kesimpulan yang tepat, termasuk pula untuk memberikan peringatan dini secara cepat, tepat dan akurat. Dengan dukungan ini, BMKG tidak hanya berperan sebagai penyedia data saja, bahkan sudah menjadi tugas operasional BMKG selama ini melakukan analisis, prediksi, peringatan dini, dan memberikan rekomendasi berdasarkan data dan informasi yang dibutuhkan berbagai sektor.




(pin/pin)

Hide Ads