Perubahan iklim ekstrem yang menerjang dunia berdampak pada Indonesia. Satu-satunya salju abadi RI menuju kepunahan.
BMKG baru saja memposting kabar sedih untuk warga +62 pada Selasa (22/8/2023). Lewat akun Instagram @infobmkg, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebutkan kondisi salju abadi yang menyedihkan.
"Salju abadi atau tutupan es di Puncak Jaya, Papua, semakin mengkhawatirkan karena terus mengalami pencairan akibat dampak perubahan iklim," tulisnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena El Nino yang terjadi tahun ini berpotensi turut mempercepat kepunahan tutupan es di Puncak Jaya tersebut. Menurutnya, realitas ini memiliki dampak besar bagi berbagai aspek kehidupan di wilayah tersebut.
"Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam. Perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut," lanjut caption itu.
Pembahasan ini diungkap oleh Dwikorita dalam seminar bertajuk "Salju Abadi Menjelang Kepunahan: Dampak Perubahan Iklim?"
Dwikorita menerangkan, Indonesia jadi salah satu lokasi unik di wilayah tropis karena memiliki salju abadi. Salju abadi di Puncak Jaya adalah sebuah keajaiban alam yang menarik banyak perhatian dari kalangan ilmuwan, peneliti, serta pecinta alam.
"Namun dalam beberapa dekade terakhir, dilaporkan terjadi penurunan drastis luas area salju abadi tersebut."
Dwikorita mengatakan bahwa sejak tahun 2010, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG bersama Ohio State University, AS, telah melakukan studi terkait analisis paleo-klimatologi berdasarkan inti es (ice core) pada gletser Puncak Jaya. BMKG dengan didukung PT Freeport Indonesia kemudian terus melakukan kegiatan pemantauan secara berkala terhadap luas dan tebal gletser di Puncak Jaya.
Donaldi Sukma Permana, Pakar Klimatologi BMKG yang memimpin Studi Dampak Perubahan Iklim pada Gletser di Puncak Jaya menambahkan bahwa dalam rentang waktu tahun 2016-2022, laju penipisan es terjadi sekitar 2,5 meter per tahun. Adapun luas tutupan es pada tahun 2022 sekitar 0,23 kilometer persegi dan terus mengalami pencairan.
"Dampak nyata lainnya dari pencairan es di pegunungan ini adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global," katanya dikutip dari situs BMKG.
(bnl/bnl)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol