Terpilihnya Sumbu Kosmologis Yogyakarta sebagai Warisan Budaya UNESCO dinilai bisa menjadi potensi wisata baru, yakni wisata spiritual.
Budayawan Yogyakarta, Achmad Charris Zubair, menyebut bahwa setelah berhasil meloloskan Sumbu Kosmologis Yogyakarta, justru Yogyakarta memiliki pekerjaan rumah (PR) besar. Yakni, merawatnya dan mengenalkan kepada generasi saat ini, baik warga atau pun wisatawan.
"Saya kira mestinya harus ada sosialisasi, harus ada literasi, harus ada membangun suatu kesadaran. Yang terpenting ini menjadi sesuatu yang dirawat, yang menjadi dilestarikan bukan sekedar untuk menjadi nostalgia," kata Achmad saat dihubungi detikTravel, Rabu (20/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ya, Sumbu Kosmologis Yogyakarta memiliki makna yang mendalam. Bukan untuk satu generasi, tetapi awet sejak dulu hingga kini.
"Makna simbolik yang ditampilkan itu menjadi pelajaran bagi siapapun yang hidup di masa kapan pun. Bahwa pada akhirnya kehidupan itu ya lewat saja, lewat atau kalau dalam bahasa Jawa itu urip mung mampir ngombe (hidup itu cuman mampir minum)," katanya.
Ia menyebut narasi dan kesadaran akan makna itu bahkan bisa menjadi potensi tersendiri, khususnya untuk wisata khusus.
"Gini loh, bahwa ketika kita datang di suatu tempat itu tidak semata-mata menikmati tata fisiknya, tetapi juga bisa memahami suatu makna yang ada di dalamnya," kata dia.
"Seperti orang jalan-jalan dari titik nol ke utara, kadang-kadang kan hanya menikmati sebagai pusat belanja, duduk-duduk, ada Pasar Beringharjo, pada foto-foto. Padahal, di situ ada Pangurakan ruang di mana kosong, kemudian ada Margomulyo yang menceritakan bahwa seharusnya manusia berjalan di jalan kemuliaan dan marwah menjaga martabat sebagai manusia, masuk ke Jalan Kebajikan Malioboro, kemudian masuk ke Margotomo Jalan Keutamaan, kemudian Golong Gilig, manunggaling kawula Gusti," tuturnya.
Ia menyebut bahwa bisa juga sosialisasi ini dilakukan dengan pemasangan papan informasi yang berisikan narasi, cerita, hingga nama-nama jalan yang perlu diketahui.
"Bisa ada narasi, ada papan, ada sesuatu yang mungkin juga brosur," kata dia.
Bahkan, ia menyebut hal ini bisa saja menjadi potensi wisata baru. Jika sebelumnya kawasan sekitar Malioboro dikenal sebagai wisata belanja, namun sekarang bisa menjadi wisata minat khusus, bahkan wisata spiritual, khususnya jika dilakukan dari Panggung Krapyak hingga Tugu Golong Gilig atau dikenal sebagai Tugu Yogyakarta atau sebaliknya.
(wkn/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol