Asal Mula Gunung Kawi Jadi Situs Keramat

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Asal Mula Gunung Kawi Jadi Situs Keramat

bonauli - detikTravel
Senin, 09 Okt 2023 17:22 WIB
Pohon Dewandaru berdiri di sisi timur Keraton Gunung Kawi
Pohon Dewandaru berdiri di sisi timur Keraton Gunung Kawi (Muhammad Aminudin/detikJatim)
Jakarta -

Penelitian pesugihan di Gunung Kawi, Malang oleh lima mahasiswa Universita Brawijaya (UB) viral. Berikut penjelasan awal mula Gunung Kawi dianggap keramat.

Kelima mahasiswa itu melakukan ekspedisi dan penelitian soal praktik pesugihan di Gunung Kawi dan kaitannya dengan gangguan mental yakni skizofrenia psikosis. Mereka adalah Muhammad Harun Rasyid Al Habsyi, Zulfikar Dabby Anwar, Suntari Nur Cahyani, Anggi Zahwa Romadhoni, dan Andini Laily Putri dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB. Dosen pembimbing penelitian ini adalah Destyana Ellingga Pratiwi, SP, MP, MBA.

Gunung Kawi bisa dibilang sudah sangat populer sebagai tempat keramat. Sebelum lima mahasiswa UB itu melakukan penelitian, sejumlah penelitian dilakukan di Gunung Kawi dan Wonosari. Hasil penelitian itu ditulis menjadi sebuah buku yang berjudul Daya Spiritual Dalam Situs Keramat di Gunung Kawi Jawa Timur yang disusun oleh Tashadi, Gatut Mumiatmo, dan Sumantarsih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Buku ini diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1994. Dalam kata pengantar disebutkan,"Perlu diketahui bahwa penyusunan buku ini belum merupakan suatu hasil penelitian yang mendalam, tetapi baru pada tahap pencatatan."

Gunung Kawi terletak pada ketinggian 2.860 mdpl, tepatnya di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dulu namanya adalah Ngajum, kemudian berubah jadi Wonosari karena berada dekat objek wisata spiritual.

ADVERTISEMENT

Wono artinya hutan, sedangkan sari adalah inti. Seharusnya Wonosari menjadi hutan inti, namun warga setempat menjadikan Wonosari sebagai pusat atau tempat yang mendatangkan rezeki.

Desa Wonosari terletak di ketinggian 800 mdpl. Dengan ketinggian itu, desa ini berhawa sejuk dan memiliki view menawan.

Selain menjadi objek wisata alam, kawasan Gunung Kawi juga dikenal sebagai tempat tujuan wisata ziarah atau wisata budaya spiritual. Di tempat ini terdapat dua makam yang dikeramatkan masyarakat dan diperΒ­caya mampu menjembatani mereka yang menginginkan sesuatu (hal 17). Itu membuat Gunung Kawi memiliki kesan sebagai tempat untuk mencari pesugihan (kekayaan) untuk ngalap berkah, dan mengadu nasib peruntungan.

Asal mula tersohornya desa ini sebagai kawasan wisata spiritual tak lepas dari kehadiran dua makam juru kunci Gunung Kawi yaitu Eyang Kyai Zakaria alias Eyang Jugo, dan Raden Mas Imam Sujono, alias Eyang Sujo. Penduduk setempat menyebut area pemakaman tersebut dengan nama Pesarean GunungKawi.

Menurut catatan sejarah, Eyang Djoego (jugo) atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo atau Raden Mas Iman Sudjono adalah bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat kompeni, dan Pangeran Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar, Eyang Jugo dan Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah Gunung Kawi ini.

Sejak itu, mereka mengubah perjuangan melalui jalur pendidikan. Mereka sepakat untuk menyebarkan islam lewat dakwah, mengajarkan moral kejawen, bercocok tanam, pengobatan dan keterampilan lain untuk penduduk setempat.

Semakin lama, Mbah Jugo semakin terkenal oleh ilmu dan kebijaksanaannya. Salah satunya adalah kisah wabah ternak yang terjadi pada 1860 di Desa Sonan. Saat itu Belanda tidak mampu mengatasi wabah tersebut. Namun semua bisa teratasi berkat ilmu dari mbah Jugo.

"Namanya semakin kondang dan ia melayani berbagai konsultasi dari masyarakat. Dari soal jodoh, bertanam, beternak bahkan sampai soal dagang yang menguntungkan. Semua dilayani dengan memuaskan," tulis buku itu.

Pada hari Senin Pahing tanggal Satu Selo Th 1817 M, Kanjeng Eyang Djoego wafat. Jenazahnya dibawa dari dusun Djoego Kesamben ke dusun Wonosari Gunung Kawi, untuk dimakamkan sesuai permintaan yaitu di gumuk (bukit) Gajah Mungkur di selatan Gunung kawi.

"Jenazah tiba di Gunung Kawi pada hari Rabu wage malam, dan dikeramat (dimakamkan) pada hari Kamis kliwon pagi," tulis buku.

Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono, menjadikan hari Senin sebagai hari keramat. Ia selalu menyediakan sesaji dan selamatan di setiap senin pahing.

Setelah Eyang Jugo meninggal tahun 1871, Eyang Iman Sujo menyusul di tahun 1876. Mereka dimakamkan dalam satu liang sesuai dengan permintaan dari Eyang Jugo.

Setiap tahun para keturunan dan pengikut melakukan ziarah lain ke makam. Setiap malam Jumat Legi, malam meninggalnya Eyang Jugo, dan juga peringatan wafatnya Eyang Sujo setiap tanggal 1 bulan Suro (Muharram), selalu diadakan perayaan tahlil akbar dan upacara ritual lainnya. Upacara ini biasanya dipimpin oleh juru kunci makam yang masih merupakan para keturunan Eyang Sujo.

Di samping makam keramat itu terdapat 5 tempat lain yang juga menjadi tujuan peziarah, yaitu Rumah Padepokan Raden Mas Imas Soedjono, dua buah guci kuno 'janjam' peninggalan Mbah Jugo, Pemandian Sumber Manggis dan Sumber Urip, serta Pohon Dewa Daru.

Menurut kepercayaan Pohon Dewa Daru dianggap sebagai pohon bertuah. Barangsiapa yang kejatuhan buah pohon ini akan mendapat rejeki. Oleh sebab itu, ada banyak peziarah yang duduk atau tidur di bawah pohon ini. Bukan sehari dua hari, mereka bisa menunggu sampai berbulan-bulan. Inilah mengapa pohon ini menjadi uji lambang kesabaran dan keberhasilan.




(bnl/fem)

Hide Ads