Prawirotaman yang selalu ramai turis dan pengunjung kafe menimbulkan permasalahan baru bagi warga sekitarnya, yaitu penumpukan sampah. Bagaimana solusinya?
Sampah semakin menggunung saat Prawirotaman menggelar hajatan. Salah satunya ketika ada acara seperti Festival Prawirotaman. Terlihat di satu titik di tepi jalan Prawirotaman, kantong-kantong sampah menumpuk hingga menimbulkan bau.
Sampah-sampah itu paling banyak merupakan limbah dari kafe atau restoran dan kedai makan di Prawirotaman. Biasanya, unit usaha itu buka pada sore hingga tengah malam bahkan saat subuh, sehingga sampah dibuang di malam hari atau dini hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, depo sampah tidak melayani pembuangan sampah 24 jam dalam sehari.
"Sampah itu sebetulnya pengusaha-pengusaha itu udah langganan, yang jadi masalah lagi itu depo, pembuangan sementara sebelum ada truk itu kan ditutup. Jadi dia hanya ada parkir truk, kemudian sampahnya dinaikkan ke truk, truknya penuh ya bubar. Bisanya sampai jam 08.00, nggak setiap hari buka, paling 2 hari sekali," ujar Sapto Diatmoko, ketua pengurus kampung Prawirotaman.
Masalah sampah sempat problem berlarut-larut di Prawirotaman. Tidak mau kalah dari sampah, Gimin, Ketua RT 24 Prawirotaman, mulai memberdayakan program pengelolaan sampah organik dengan biopori dan komposter. Dia dan istrinya hanya membuang sampah-sampah plastik sekali setiap bulan ke depo sampah.
Bekal untuk memerangi sampah sudah ada. Pelatihan pengelolaan sampah telah beberapa kali dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan beberapa organisasi lain pada warga Prawirotaman. Namun, tidak banyak kafe, bar, kedai makan, atau restoran bahkan warga yang mempraktikkannya.
Gimin bersama istrinya memulai dari diri sendiri untuk memerangi sampah. Seiring berjalannya waktu, mereka mengajak warga untuk juga memilah sampah dan memproses lebih lanjut. Kemudian, pelaku usaha di sana juga diajak serta.
Gimin akan memisahkan sampah organik dan nonorganik. Sampah organik dipilah untuk dimasukkan ke dalam wadah khusus, seperti ember cat yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan pengomposan. Sampah dibiarkan hingga penuh dan lembab sampai mengeluarkan air, kemudian sampah yang sudah busuk akan diolah menjadi pupuk.
"Itu ada namanya losida, ini khusus bekas-bekas ikan, udang tulang kayak gitu saya masukkan sini semua. Ini juga nanti jadi pupuk, ini banyak maggotnya juga," kata Untari, istri Gimin.
"Ini kan ada lubang-lubangnya itu ditanam, di bawahnya kan ada tanaman. Otomatis jadi pupuk," Gimin menambahkan.
Selain pupuk, sampah juga bisa menjadi maggot yang bisa digunakan sebagai pakan ikan. Ada pula pengelolaan eco enzyme menggunakan kulit buah segar dan tetes tebu yang difermentasi, bisa digunakan untuk perawatan kulit.
Gimin mengharapkan semua warga bisa bertahap mulai aktif mengelola sampah organik untuk mengurangi penumpukan sampah, juga demi kenyamanan warga dan turis yang datang ke Prawirotaman.
"Sebenarnya banyak pelatihan, buat komposter gitu. Tinggal masing-masing harus ada niat, karena ada yang habis pelatihan alatnya udah dibuat malah nganggur gak dimanfaatkan. Padahal ini kan bisa buat dijual juga," kata Gimin.
Ada juga bank sampah yang memproduksi barang-barang daur ulang menjadi kerajinan seperti pohon kecil dari plastik hingga sendal untuk hotel-hotel di sana yang berkolaborasi. Hasil daur ulang ini akan dijual, nasabah nantinya akan menerima uang setiap tahun sekali.
Sampah-sampah yang diterima di bank sampah ini mulai dari plastik, kertas HVS, kardus, hingga besi yang dihargai paling mahal. Bank sampah dikelola oleh beberapa warga yang menjadi pengurus dan berlokasi di belakang jalan, dekat pemukiman warga Prawirotaman I.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Aturan Baru Bagasi, Presdir Lion Air Group: Demi Keselamatan