Lika-liku Penelitian Pesugihan Gunung Kawi

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

KULTUR/BUDAYA

Lika-liku Penelitian Pesugihan Gunung Kawi

bonauli - detikTravel
Kamis, 12 Okt 2023 06:37 WIB
Tim ekspedisi UB ritual pesugihan Gunung Kawi
Tim penelitian pesugihan Gunung Kawi (Dokumen mahasiswa UB)
Malang -

Sekelompok mahasiswa Universitas Brawijaya melakukan penelitian pesugihan di Gunung Kawi, Malang dan mengaitkannya dengan gangguan mental pelaku, yakni skizofrenia psikosis. Pemilihan lokasi penelitian menimbang faktor kedekatan.

Penelitian itu dilakukan oleh lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB). Mereka adalah Muhammad Harun Rasyid Al Habsyi, Zulfikar Dabby Anwar, Suntari Nur Cahyani, Anggi Zahwa Romadhoni, dan Andini Laily Putri dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB.

Penelitian mereka mengangkat isu praktik pesugihan dan kaitannya dengan gangguan mental, yakni skizofrenia psikosis. Dari sekian banyak tempat yang dikaitkan dengan pesugihan, Harun dkk memilih melakukan penelitian di Gunung Kawi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya, Gunung Kawi dipilih karena lokasi yang paling dekat (dengan universitas). Namanya mahasiswa pasti mengalami keterbatasan biaya. Lagipula nama Gunung Kawi sudah sangat terkenal banget untuk mereka yang mau mengejar jabatan dan harta," kata dosen pembimbing Destyana Ellingga Pratiwi, SP, MP, MBA kepada detikTravel melalui sambungan telepon, Selasa (10/10/2023).

Gunung Kawi merupakan gunung berapi di Wonosari, Malang, Jawa Timur dan sudah lama tidak aktif. Gunung Kawi dikenal mempunyai beragam nilai kearifan lokal dan nilai budaya.

ADVERTISEMENT

Namun, di balik nilai tersebut, terdapat mitos terkait praktik pesugihan di Gunung Kawi. Banyak disebutkan bahwa Gunung Kawi dijadikan sekelompok orang untuk mendapatkan kesaktian, memperdalam ilmu hitam, hingga melakukan pesugihan. Bahkan, menurut keterangan penduduk sekitar, praktik pesugihan di Gunung Kawi kerap melibatkan pemberian tumbal karena melibatkan makhluk gaib.

Tiwi menyadari bahwa penelitian itu tidak akan mudah. Pesugihan dan kesehatan mental sama-sama dianggap hal yang tidak lumrah diperbincangkan secara terbuka. Padahal, kata Tiwi, praktik pesugihan di Gunung Kawi merupakan bagian dari budaya. Sementara itu, kesehatan mental diidentikkan dengan gila.

Makanya, sejak awal ia mengingatkan tim peneliti untuk bersiap menghadapi berbagai kemungkinan saat melakukan penelitian di Gunung Kawi dan melakukan wawancara terhadap pelaku atau banyak disebut sebagai pasien Gunung Kawi. Berbagai persiapan dilakukan, termasuk meminta pendampingan juru kunci.

Pencarian responden 'pasien Gunung Kawi' dilakukan dengan sampel acak dan dari mulut ke mulut. Mahasiswa bertanya kepada penduduk Desa Wonosari lalu ada anjuran untuk mewawancarai beberapa narasumber.

"Saat dikontak awalnya mereka ramah, tetapi saat didatangi sulit ditemui," kata dia.

Dalam prosesnya, didapatkan 10 narasumber yang bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Mayoritas responden dari Malang dan Lumajang. Dari responden itu diketahui Gunung Kawi memang merupakan tempat pesugihan kekayaan dan jabatan jadi yang paling banyak dicari.

"Ini sebenarnya banyak yag menganggap tabu, jadi saat wawancara terlalu dalam bikin responden menutup diri," kata Tiwi.

"Saya anggap ini kekayaan budaya, karena kita kita hidup berdampingan dan mereka ada di sekeliling kita," kata dia lagi.

Tim penelitian mengungkap bahwa beberapa informan banyak yang merasakan pengalaman "tidak biasa" misalnya mendengar hingga melihat sosok gaib. Salah satu tim penelitian yakni Andini Laily Putri mengatakan bahwa ritual pesugihan tak hanya berdampak pada pelaku namun juga kerabat-kerabatnya.

"Ritual pesugihan Gunung Kawi erat kaitannya dengan kondisi psikis pelaku, bahkan kerabat terdekat pelaku turut mengalami halusinasi," ujar Andini, dikutip dari laman UB.

Meski begitu, tim penelitian akan terus menganalisis data yang diperoleh. Sejauh ini, temuan awal yang mereka dapatkan adalah adanya keterkaitan yang signifikan antara ritual pesugihan Gunung Kawi dengan kondisi psikologis para pelaku.

Nantinya, tim penelitian tetap menganggap diagnosis resmi dari para ahli seperti psikiater atau psikolog diperlukan untuk melakukan verifikasi terhadap temuan awal mereka.




(bnl/fem)

Hide Ads