Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah ada sebuah tradisi yang terus lestari. Namanya Molabot Tumpe. Tradisi ini menjadi pengikat persaudaraan warga Banggai.
Ritual Adat Molabot Tumpe memiliki makna yang mendalam terkait ikatan persaudaraan di antara masyarakat Banggai. Ribuan masyarakat Banggai akan menyambut antusias tradisi ini karena mereka menganggap prosesi ini merupakan acara yang sakral.
Ritual yang telah berlangsung selama ratusan tahun ini berupa pengantaran telur burung maleo dari masyarakat adat Batui di Kabupaten Banggai ke Keraton Kerajaan Banggai di Kabupaten Banggai Laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekretaris Lembaga Adat Kabupaten Banggai, Sopansyah Yunan mengatakan, tradisi ini bermula dari sejarah Kerajaan Banggai yang kala itu dipimpin oleh seorang raja bernama Adi Cokro atau Adi Soko.
Ketika itu, Adi Soko yang hendak meninggalkan Batui menuju Banggai (sekarang Kabupaten Banggai Laut) dihadiahi sepasang burung maleo oleh ayah dari istri keduanya, Raja Matindok.
Suatu hari, Adi Soko diamanatkan untuk mengemban tugas ke Tanah Jawa. Bersama anak dari istri ketiganya, Putri Saleh, Adi Soko turut membawa sepasang burung maleo itu ke Tanah Jawa.
![]() |
Seiring waktu tugas Adi Soko di Jawa yang sangat lama, terjadilah kekosongan kepemimpinan di Kerajaan Banggai. Guna menghindari kekacauan akibat kekosongan tersebut, para perangkat kerajaan dan tetinggi adat dan keturunan dari empat kerajaan kecil di Banggai membuat sayembara.
Dari situ kemudian terpilihlah putra Adi Soko dari istri keduanya, Abu Kasim untuk menjadi raja. Akan tetapi Abu Kasim menolak diangkat menjadi raja sebelum bertemu dan berkonsultasi langsung dengan sang ayah.
Kemudian berangkatlah Abu Kasim ke Tanah Jawa untuk bertemu sang ayah. Namun ketika bertemu, Adi Soko menolak untuk kembali ke Banggai dan mengarahkan Abu Kasim untuk menemui kakaknya, Maulana Prince Mandapar, anak Adi Soko dari istri pertamanya, yang dianggap lebih pantas untuk menjadi raja.
Abu Kasim akhirnya kembali ke Banggai. Bersamaan dengan itu turut dibawa pula sepasang burung maleo pemberian mertua Aji Soko sebelumnya. Singkat cerita, kepemimpinan di Kerajaan Banggai kembali berjalan dengan Maulana Prince Mandapar sebagai raja.
Akan tetapi, sepasang burung maleo itu tidak dapat berkembang biak di Banggai. Akhirnya Abu Kasim membawa burung tersebut ke keluarganya di Batui untuk dikembangbiakkan.
![]() |
Saat itulah, ia menyampaikan pesan yang terus dipegang teguh secara turun-temurun hingga saat ini. Yakni apabila bertelur, telur pertamanya dikirim kepada keluarga di Banggai dan jumlah telur maleo yang dikirimkan menggambarkan jumlah keluarga di Batui.
"Inilah yang menjadi tanda untuk mempererat kekeluargaan antara keluarga di Banggai hingga kini," kata Sekertaris Lembaga Adat Kabupaten Banggai, Sopansyah Yunan.
Menparekraf Sandiaga Uno yang hadir dan mengikuti Ritual Adat Molabot Tumpe mengapresiasi tradisi itu yang terus dilestarikan selama ratusan tahun.
"Saya mengapresiasi masyarakat Banggai yang terus melestarikan ritual adat Tumpe ini, dimana pelestarian ini merupakan bagian dari cita-cita pariwisata kita yang berkualitas dan berkelanjutan," kata Sandiaga dalam keterangannya, Senin (4/12/2023).
Ritual Adat Molabot Tumpe yang merupakan bagian dari Festival Tumpe merupakan salah satu event unggulan Kemenparekraf dalam Karisma Event Nusantara selama dua tahun berturut-turut.
Menparekraf berharap hal tersebut dapat memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian dan membuka lapangan kerja lebih luas di kalangan masyarakat.
"Pariwisata dan ekonomi kreatif adalah dua sektor yang berhasil menciptakan enam kali lipat jumlah lapangan kerja dibandingkan sektor lain. Inilah yang ingin saya titipkan untuk kita bersama-sama membangun pariwisata dan ekonomi kreatif," pungkas Sandiaga.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan