Hegra atau Hijir atau Madain Saleh di al-Ula, Madinah, Arab Saudi tengah menjadi sorotan dunia. Ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO, tanah ini sempat terasingkan tetapi kini dibuka untuk wisata.
Hegra populer di kalangan wisatawan dunia belum lama. Pembangunan besar-besaran di al-Ula, kota oasis terdekat yang telah berkembang menjadi pusat seni, budaya, dan pariwisata dan kini memiliki bandara kecil namun terhubung dengan baik dengan penerbangan reguler dari Jeddah, Riyadh, dan Dubai, membuat Hegra atau Madain Saleh semakin populer.
Apalagi, Hegra memiliki tinggalan arsitektur yang menakjubkan, mirip yang dimiliki Petra di Yordania. CNN Travel menyebut Madain Saleh sebagai permata mahkota arkeologi Arab Saudi. Hegra merupakan tempat pertama di negara tersebut yang masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO. Tepatnya pada 2008.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dibangun antara abad pertama SM dan abad pertama M, kota kuno ini memiliki pekuburan yang mengesankan. Makam diukir pada batu pasir dengan latar gurun pasir di barat laut Arab Saudi.
Petra dan Hegra sama-sama dibangun oleh Suku Nabatean. Petra, situs terkenal di Yordania, adalah ibu kota Nabatean, sedangkan Hegra adalah pos terdepan kerajaan di selatan hingga ditinggalkan pada abad ke-12.
Suku Nabataen adalah pemahat batu raksasa ulung, juga memperdagangkan bahan aromatik, seperti dupa dan rempah-rempah, yang banyak digunakan dalam ritual keagamaan. Di antaranya, kemenyan dan mur, yang oleh banyak orang Barat dikenali sebagai hadiah yang diberikan kepada bayi Yesus dalam Alkitab Kristen. Mereka juga seniman tembikar yang tiada tanding.
Petra dikenal lebih dulu di mata dunia. Petra tidak pernah ditutup. Petra dianggap sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia modern dan didatangi oleh lebih dari satu juta pengunjung per tahun sebelum pandemi. Sebaliknya, Hegra baru dapat diakses oleh turis dunia mulai 2019. Saat itulah Arab Saudi pertama kali mengeluarkan visa turis.
Sejak itu, batu-batu raksasa dengan pahatan indah itu bisa didekati. Wisatawan akan disambut dengan kurma dan secangkir kopi Saudi, yang diseduh dengan sangat ringan dan sering dicampur dengan kapulaga. Kopi itu dituangkan dari guci perak tradisional dengan cerat melengkung.
Dari sana, mereka dapat menaiki Land Rover antik bergaya abad pertengahan (dengan atau tanpa atap, tergantung cuaca) bersama pemandu dan berangkat menjelajah.
Biasanya, al-Ula dan wilayah dikunjungi pada pagi atau sore hari. Terlebih lagi di Hegra, yang tidak memiliki pepohonan atau bangunan untuk menghalangi terik matahari di siang bolong.
Turis akan dibawa ke situs terindah tinggal Suku Nabataen di sana, Qasr al-Farid (bahasa Arab untuk benteng yang sepi). Batu dengan pahatan itu berdiri sendiri dengan gagah, struktur setinggi 72 kaki dan menghadap hamparan pasir. Kontrasnya menghasilkan latar belakang foto yang luar biasa, terutama sesaat sebelum sunset, karena cahaya oranye merah muda memicu warna gurun.
Batu raksasa itu adalah makam. Area sekitar kusen pintu dapat menunjukkan nama-nama orang yang dimakamkan di sana. Detail desain memberikan petunjuk tentang asal perjalanan penghuninya. Gambar burung phoenix, elang, dan ular menyiratkan gabungan budaya Yunani dan Mesir.
"Kita semua pernah mendengar tentang bangsa Asiria, kita semua pernah mendengar tentang bangsa Mesopotamia," kata Wayne Bowen, profesor sejarah di Universitas Central Florida seperti dikutip dari CNN Travel.
"Tetapi (bangsa Nabatean) melawan Romawi, mereka melawan Yunani Helenistik, mereka memiliki sistem waduk yang luar biasa di gurun, mengendalikan jalur perdagangan," dia menambahkan.
Meskipun bangsa Nabatean tidak meninggalkan banyak dokumentasi sejarah, salah satu pencapaian budaya mereka terus memainkan peran besar di wilayah ini. Alfabet Nabatean menjadi fondasi bahasa Arab modern.
Dalam mitologi Arab, al-Ula merupakan daerah berhantu yang dihuni oleh jin dan roh jahat. Sejumlah sumber menyebut, stigma tempat berhantu atau terkutuk yang melekat pada Al Ula berkaitan dengan kisah kaum Tsamud.
Mengutip Atlas Obscura, sebuah riwayat menyebut Nabi Muhammad SAW sempat menghindari kota Al Ula yang menjadi saksi kehidupan kaum Tsamud tersebut. Beliau mempercepat langkahnya saat melewati Al Ula dalam perjalanan menuju Perang Tabuk.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol