Perdana Menteri Kamboja Hun Manet bersikukuh merelokasi ribuan warga dari kompleks kuil Angkor Wat. Dia mengabaikan kecaman dunia.
Dikutip dari AFP, Selasa (12/12/2023), pernyataan Manet itu menjawab tuntutan Amnesty International. Pemerintah Kamboja diduga melakukan pelanggaran hukum internasional karena pengusiran paksa warga dari Angkor Wat. Amnesty International meminta rencana itu dihentikan.
Pemerintah Kamboja menyebut warga yang direlokasi telah menyetujui rencana itu. Setidaknya, sekitar 10.000 keluarga bersedia meninggalkan situs Warisan Dunia UNESCO Angkot Wat dan bersedia dipindahkan ke Run Ta Ek, sebuah komunitas baru sekitar 25 kilometer yang dibangun di bekas sawah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Manet pada hari Jumat (8/12) mengatakan relokasi tetap dilakukan agar Angkor Wat dapat terlindungi dan mendesak lebih banyak penduduk desa untuk pindah dari kompleks itu.
"Kita di abad 21 harus bersatu untuk melestarikan dan mengambil tindakan agar jantung Kamboja ini tetap hidup selama ribuan tahun lagi," ujar Manet.
"Ini adalah langkah pertama. Kami akan melanjutkannya," kata dia.
Manet juga menginstruksikan kepada pihak berwenang untuk mencegah orang-orang menetap di dalam lokasi tersebut.
Manet berjanji membangun infrastruktur di Run Ta Ek, serta menyediakan 10 bus antar-jemput gratis setiap hari antara lokasi baru dan lama. Dia bilang relokasi tersebut dilakukan untuk memenuhi beberapa syarat dari UNESCO, tetapi tidak merinci secara detail, agar Angkor Wat tetap menjadi Situs Warisan Dunia.
Amnesty menuduh para pejabat dari Otoritas Nasional Apsara, badan yang mengelola Angkor Wat, dan kementerian pertanahan menggunakan UNESCO untuk membenarkan relokasi tersebut. Itu diperkuat dengan pernyataan UNESCO pada Movember lalu yang menyatakan prihatin atas relokasi tersebut, dan mengatakan tidak pernah meminta, atau mendukung, atau menjadi bagian dalam program itu.
Kompleks kuil yang populer ini dibangun pada abad kesembilan, dan sebelum pandemi, kuil ini menarik lebih dari dua juta pengunjung asing setiap tahunnya. Para wisatawan menumbuhkan UMKM, mulai dari penjual makanan dan suvenir sampai pengemis. Jumlah populasi di sekitar Angkor Wat juga menunjukkan peningkatan luar biasa seiring dengan semakin hidupnya kawasan itu, dari sekitar 20.000 orang pada awal 1990an menjadi sekitar 120.000 pada 2013.
Pihak berwenang Kamboja mengatakan pemukiman informal tersebut merusak lingkungan setempat dengan menghasilkan sampah dan menggunakan sumber daya air secara berlebihan.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?
TNGR Blokir Pemandu Juliana Marins, Asosiasi Tur Bertindak