Desa Adat Geriana Kauh menjadi penghasil padi organik yang cukup sohor di Bali. Ada tarian sakral yang selalu dipentaskan untuk menjaga padi itu.
Tarian itu dilakukan sejak padi mulai embud atau bertunas. Tarian itu adalah Tari Sanghyang Dedari.
Sanghyang Dedari menjadi tarian sakral yang dipentaskan setiap satu tahun sekali di Desa Adat Geriana Kauh. Dipentaskan setiap bulan April tepatnya pada sasih kedasa. Pemilihan waktu pementasan berdasarkan waktu embud (keluar bulir padi) dari padi taun.
Mulai keluarnya bulir padi menjadi waktu yang riskan bagi padi untuk terkena hama. Maka dari itu, masyarakat Desa Adat Geriana Kauh mementaskan Tari Sanghyang Dedari.
"Dasar dari ritual ini adalah keberadaan padi taun, ketika mulai embud atau keluar bulir padinya itu. Karena disana rentan terkena hama, disanalah ditarikan dan memohon anugrah pada Sanghyang Dedari agar padi-padi bisa terhindar dari hama," kata I Nyoman Subrata, bendesa adat Geriana Kauh.
Jika disimpulkan, pementasan Tari Sanghyang Dedari dilakukan untuk menolak bala khususnya bagi petani, agar padi yang ditanam tidak terserang hama. Secara umum, makna penolak bala jika diartikan untuk menghalau aura negatif yang masuk ke desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penari Sanghyang Dedari ditentukan dua minggu sebelum pementasan berlangsung. Pengurus desa adat akan menugaskan teruna teruni untuk mempersiapkan dan mengurus penari. Anak-anak yang dipilih menjadi penari haruslah anak-anak yang belum dewasa (menstruasi) karena dianggap masih suci, berkisar usia 8 hingga 11 tahun.
Pemilihan penari juga berdasarkan garis keturunan. Dalam sekali pementasan terdapat 5 hingga 7 penari. Tak ada proses latihan karena ketika pementasan terjadi para penari dalam keadaan tidak sadar atau kerauhan.
Dalam 20 tahun terakhir, pakaian yang digunakan adalah putih kuning. Putih adalah lambang kesucian dan kuning adalah kemakmuran. Hiasan kepala atau gelungan dihiasi dengan bunga-bunga yang wangi.
"Gelungan ini bermakna sebagai hiasan. Memakai bunga yang wangi-wangian, karena dalam penurunan roh sanghyang identik dengan wangi-wangian," kata I Nyoman Subrata.
Walau dalam kondisi tidak sadar, gerakan para penari bisa terbilang sama. I Nyoman Subrata menyebut perbedaan hanya terlihat dari karakter si penari. Gerakan para penari akan mengikuti gending yang dinyanyikan oleh para juru gending.
Tari Sanghyang Dedari akan dipentaskan di dua tempat yaitu catus pata dan di pura. Durasi pementasan sekitar 2 jam. 1,5 jam di catus pada dan 30 menit di pura.
Sanghyang Dedari menggunakan beberapa sarana seperti pasepan sebagai media pembakaran wewangian dalam proses ngukupang (pemanggilan roh Sanghyang). Dalam media menari, dibutuhkan media bambu, dimana nantinya para penari akan menari di atas bambu dengan panjang 6 meter dilengkapi dengan pijakan.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba
Sound Horeg Guncang Karnaval Urek Urek Malang