Belajar Toleransi dari Desa di Lereng Gunung Sindoro, 4 Agama Hidup Damai

Uje Hartono - detikTravel
Jumat, 22 Des 2023 20:05 WIB
Foto: Desa Buntu di Wonosobo (Uje Hartono/detikJateng)
Wonosobo -

Dari sebuah desa kecil di lereng gunung Sindoro bernama desa Buntu, kita bisa belajar toleransi. Di desa ini, umat empat agama bisa hidup dengan damai.

Sejuk, tenang dan damai. Itulah kesan yang langsung terasa saat pertama kali menginjakkan kaki di Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Wonosobo.

Sebuah desa di lereng Gunung Sindoro ini hidup harmonis, meski warganya menganut empat keyakinan yang berbeda.
Empat keyakinan itu adalah Islam, Kristen, Katolik dan Buddha.

Dari empat agama tersebut, tiga di antaranya memiliki rumah ibadah yang hanya berjarak 80-100 meter saja antara satu dengan yang lain. Total ada 903 kepala keluarga (KK) di desa ini yang memeluk empat keyakinan berbeda.

Ketua Stasi Umat Katolik Desa Buntu, Tuwarno mengatakan, kerukunan warga di Desa Buntu tidak dibikin atau diatur secara khusus. Namun itu terjadi secara alamiah.

"Kerukunan di sini (Desa Buntu) tidak dibuat atau diotak-atik mau dibikin seperti apa. Tapi sudah terjadi secara alamiah saja," ujarnya saat ditemui di depan Gereja Katolik Ibu Marganingsih Desa Buntu, Sabtu (16/12).

Salah satu contohnya pada saat perayaan hari raya Paskah atau Natal. Ia menyebut setiap tahun saat umat Katolik tengah beribadat di dalam gereja, umat Islam dan Buddha membantu mempersiapkan keperluan lain di luar gereja, seperti menyiapkan konsumsinya, sehingga saat perayaan Paskah atau Natal umat Katolik bisa beribadat dengan khusuk.

"Pada saat perayaan Paskah atau Natal, di situ kami sering dibantu dari teman-teman dari agama lain, yakni Muslim dan Budha. Jadi pada saat kami beribadat di dalam gereja, mereka menyiapkan segala sesuatunya di luar gereja. Entah itu dari segi konsumsi atau keperluan lainnya. Karena memang banyak yang dipersiapkan. Kami biasanya mengundang beberapa tokoh dari agama lain," ungkap Tuwarno.

Desa Buntu Kecamatan Kejajar Wonosobo Foto: Uje Hartono/detikJateng

Hal serupa juga diterapkan pada saat umat muslim menjalankan ibadah salat tarawih di bulan Ramadan. Saat salat tarawih berlangsung, warga pemeluk agama lain memasang portal masuk ke desa agar ibadah umat muslim lebih khusuk.

"Di jalan masuk ke Desa Buntu itu diportal dan dijaga dari umat lain. Tidak boleh ada kendaraan yang masuk atau keluar agar ibadah salat tarawih bisa khusuk. Kecuali yang mendesak seperti orang sakit," terangnya.

Salah satu pemeluk agama Buddha di Desa Buntu, Sriah membenarkan itu. Ia mengatakan, kerukunan warga di Desa Buntu tidak hanya seputar keagamaan, tapi juga dalam kemasyarakatan. Misalnya saat kerja bakti, menjenguk warga yang sakit, hingga saat ada warga yang meninggal dunia.

"Kalau di sini memang saling menjaga dan membantu saat ada perayaan hari besar atau ada ibadah dari pemeluk agama lain. Untuk kemasyarakatan juga gotong-royong. Seandainya ada orang sakit atau kematian itu datang semua, dan membantu keperluannya. Tidak ada yang membedakan," ujarnya.

Sriah menceritakan, pernah terjadi dua warga Desa Buntu dari dua agama yang berbeda meninggal dunia pada hari yang sama. Saat itu warga saling membantu tanpa membeda-bedakan.

"Pernah kejadian ada dua orang, satu dari Katolik dan satu dari Muslim, meninggal dunia di hari yang sama. Itu warga membantu mengurus keperluannya termasuk mempersiapkan pemakaman tanpa membeda-bedakan," tuturnya.

Menurut Kades Buntu, Suwoto meski terdapat empat keyakinan yang berbeda, namun kerukunan warga di desa ini terus terjaga. Kuncinya ada di dalam rumah.

"Memang sudah dari dulu, belum pernah sekalipun ada gejolak berkaitan dengan perbedaan keyakinan. Alhamdulillah di sini semuanya rukun bahkan saling membantu antar pemeluk agama," ucapnya.

Bahkan, menurut Suwoto sudah lazim jika beberapa warganya memeluk keyakinan yang berbeda, namun tetap tinggal dalam satu rumah.

"Di sini beberapa warga itu beda agama dalam satu rumah. Ada suaminya tokoh Budha, istrinya Islam dan mertuanya Katolik. Itu kalau saat sahur pas bulan puasa juga dibangunin dan ditemanin sahur. Sebaliknya, saat hari besar dan harus ke Borobudur juga ditemani," pungkasnya.


------

Artikel ini telah naik di detikJateng.



Simak Video "Video: Aksi Heroik Warga Tabrakkan Motor ke Pria Mabuk Penodong Golok"

(wsw/wsw)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork