Negara Diktator Larang Rayakan Natal, Konsekuensinya Dihukum Mati

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Negara Diktator Larang Rayakan Natal, Konsekuensinya Dihukum Mati

CNBC Indonesia - detikTravel
Senin, 25 Des 2023 11:45 WIB
People bow as they pay their respects before the statues of late North Korean leaders Kim Il Sung and Kim Jong Il, as part of celebrations marking the anniversary of the birth of Kim Il Sung, known as the Day of the Sun, on Mansu hill in Pyongyang on April 15, 2019. (Photo by Ed JONES / AFP)
Warga Korut dilarang beragama. Mereka hanya menyembah keluarga Kim yang dianggap sebagai Tuhan. (Foto: Photo by Ed JONES/AFP)
Jakarta -

Korea Utara yang dipimpin diktator juga mengatur kehidupan beragama warganya. Mereka dilarang menganut agama termasuk merayakan Natal.

Hari Raya Natal diperingati umat Kristiani setiap 25 Desember. Namun, rupanya tidak semua negara membebaskan warganya untuk merayakan hari kelahiran Yesus Kristus ini.

Salah satu negara yang paling ketat mengatur kehidupan beragama rakyatnya adalah Korea Utara yang saat ini dipimpin Kim Jong Un. Tak cuma melarang Natal, semua warga Korea Utara dilarang memeluk agama dan merayakan hari besar keagamaan apapun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga Korea Utara harus menjadi atheis. Jika melanggar, mereka bisa dipenjara hingga dihukum mati.

ADVERTISEMENT

Dilansir dari CNBC Indonesia yang mengutip The Independent, seorang pembelot Korea Utara bernama Kang Jimin menceritakan bahwa dia sama sekali tidak tahu Natal saat tinggal di Pyongyang.

"Natal adalah hari kelahiran Yesus Kristus tetapi Korea Utara jelas merupakan negara komunis sehingga orang-orang tidak mengetahui siapa Yesus Kristus. Mereka tidak tahu siapa Tuhan. Keluarga Kim adalah Tuhan mereka," kata Jimin.

Anehnya, pohon yang dihiasi pernak-pernik dan lampu Natal dapat ditemukan di Pyongyang, namun pohon tersebut ada sepanjang tahun dan warga tidak menyadari konotasi perayaannya dengan hari raya umat Kristiani.

Meski begitu, sejarah mencatat bahwa Korea Utara pernah menjadi negara Kristen sebelum Perang Korea pecah. Bahkan, banyak pendeta sebenarnya berasal dari wilayah utara Korea.

"Sekitar 60 tahun lalu, Korea Utara adalah negara yang sangat Kristen. Bahkan orang-orang menyebutnya 'Jerusalem di Timur'," kata Jimin.

Hingga saat inipun, dia meyakini, masih ada rakyat Korea Utara yang diam-diam mempraktekkan ajaran Kristiani, meskipun ada konsekuensi berat yang harus mereka tanggung jika ketahuan.

"Anda tidak bisa mengatakan bahwa Anda beragama Kristen. Jika Anda melakukannya, mereka akan membawa Anda ke kamp penjara," katanya.

"Saya mendengar ada sebuah keluarga yang percaya kepada Tuhan dan polisi menangkap mereka. Mereka semua kini meninggal - bahkan anak-anak - yang berusia 10 tahun dan 7 tahun," ia menambahkan.

"Teman saya bekerja di polisi rahasia dan dia mengatakan kepada saya bahwa mereka menangkap keluarga Kristen yang mencoba membuat orang berpindah agama," lanjutnya.

Namun, perlu dicatat bahwa ada beberapa gereja Kristen yang didukung dan dikendalikan oleh negara di Korea Utara. Akan tetapi, bentuknya sangat berbeda dengan gereja pada umumnya.

Pusat Database Hak Asasi Manusia Korea Utara (NKDB) memperkirakan terdapat 121 fasilitas keagamaan di negara tersebut, termasuk 64 kuil Buddha, 52 kuil Cheondoist, dan lima gereja Kristen yang dikendalikan negara.

Menurut Kang, gereja itu tak bisa dikunjungi warga biasa. Alih-alih digunakan sebagai tempat ibadah, gereja di Korea Utara hanya dijadikan sebagai tempat kunjungan turis.

"Kalau ada orang yang bertanya, 'Apa di sini ada gereja?', mereka bisa menjawab: 'Tentu saja kita punya gereja, kita punya semuanya karena kita adalah negara yang bebas', kemudian mereka akan mengajak tur ke sana."




(pin/pin)

Hide Ads