Jadi Polemik, Pajak Hiburan Ditunda, Terapkan Peraturan Lama untuk Sementara

Weka Kanaka - detikTravel
Selasa, 23 Jan 2024 05:39 WIB
Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno, Senin (22/1/2024). (Weka Kanaka/detikcom)
Jakarta -

Penerapan pajak hiburan yang naik menjadi 40-75 persen dibanjiri protes. Kini, kebijakan tersebut tengah dikaji ulang dan peraturan lama diterapkan sementara.

Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) merupakan salah satu instrumen pajak daerah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). PBJT dalam subjek diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan 40-75 persen. Aturan itulah yang banyak diprotes oleh para pelaku di industri tersebut.

Kebijakan tersebut sejatinya langsung dilaksanakan sejak awal Januari, setelah disahkan pada tahun 2022. Namun, kini UU tersebut dikaji ulang setelah dibombardir keluh kesah dari pelaku wisata.

"Berdasarkan rapat internal kita sudah mendapat arahan bahwa pemerintah mendengar keluhan para pelaku industri jasa hiburan, dan sudah ditindaklanjuti dengan penerbitan surat edaran Kemendagri yang akan memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk memberikan potongan pengecualian penghapusan, sehingga beban pajak yang dikeluhkan oleh pengusaha itu bisa diatasi," ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno, dalam konferensi pers di kantor Kemenparekraf, Senin (22/1/2024).

Sembari berharap yang terbaik, Sandiaga mengajak masyarakat menghormati proses yang tengah berjalan di Mahkamah Konstitusi. Ya, para pengusaha mengajukan judicial review soal pajak hiburan itu.

"Yang kedua, tentunya kami hormati proses hukum judicial review yang telah berproses di Mahkamah Konstitusi dan hasilnya seperti apa nanti tentunya akan kita lakukan penyesuaian hasil sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang sebentar lagi akan menentukan jadwal sidang," kata Sandiaga.

"Kami siap untuk memberikan masukan kepada siapapun yang ditunjuk kementerian lembaga oleh pemerintah menjadi pihak yang akan berproses di Mahkamah Konstitusi," dia menambahkan.

Sandiaga berujar bahwa sektor pariwisata dan ekonomi kreatif perlu diperkuat, sehingga investasi dan insentif tambahan mesti dilakukan. Dia menyebut ada insentif yang akan diberikan kepada pengusaha sektor pariwisata.

"Dan yang ketiga, ada juga insentif-insentif tambahan, terutama mengenai investasi dan pariwisata yang perlu kita galakkan bagi sektor pariwisata ekonomi kreatif, karena kita ingin memperkuat justru sektor ini yang beralih sebagai penghasil penerimaan negara tertinggi setelah pajak dan migas untuk bisa terus menopang penerimaan negara dan proses pembiayaan pembangunan pemerintah," katanya.

Untuk sementara waktu, pemerintah daerah selaku pihak yang akan berkewenangan dapat memberikan insentif kepada pelaku wisata. Misalnya, berupa potongan pajak yang belum mengikuti kebijakan 40-75 persen potongan untuk PBJT.

"Ya, tentunya pemerintah daerah nanti akan menetapkan, tapi berdasarkan masukan dari pelaku wisata, mereka intinya tidak akan ada perubahan dari tahun kemarin dari yang apa yang dibayarkan. Jadi misalnya nanti angkanya itu antara 10-15 persen berarti insentifnya harus dilakukan pengurangan dari yang 40 persen yang ada di undang-undang," kata Sandiaga.

"Kalau dari judicial review, tentunya nanti akan kita ikuti hasil dari proses judicial review tersebut. Tapi perhari ini, insentif ini adalah yang dapat dilakukan oleh Pemda untuk menindaklanjuti dan memberikan solusi kepada keluhan dari para pelaku industri dan jasa hiburan ini," ujar dia.

"Tergantung dari pemerintah daerahnya, tapi tentunya karena ini untuk menjawab keluhan jadi tidak ada perubahan sama yang tahun sebelumnya," kata dia.

Simak Video 'Ketua GIPI: Kenaikan Pajak Hiburan Belum Pernah Disosialisasikan Pemerintah':






(wkn/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork