Tahun ini, tentara Nepal melaporkan telah mengangkut 11 ton sampah, 4 mayat dan 1 kerangka dari gunung Everest dan dua puncak Himalaya lainnya. Butuh waktu 55 hari bagi tentara untuk mengangkut sampah sebanyak itu.
Dilansir dari BBC, Jumat (7/6/2024) diperkirakan ada lebih 50 ton sampah dan lebih 200 mayat menutupi Everest.
Tentara mulai melakukan pembersihan di 'tempat pembuangan sampah tertinggi di dunia' sejak tahun 2019. Tindakan ini dilakukan di tengah kekhawatiran akan kepadatan yang berlebihan dan para pendaki yang mengantri dalam kondisi berbahaya untuk mencapai puncak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lima pembersihan tersebut telah mengumpulkan 119 ton sampah, 14 mayat manusia dan beberapa kerangka, kata tentara.
Terapkan kebijakan baru
Untuk mengurangi sampah di gunung, pihak berwenang pun mewajibkan para pendaki untuk memakai alat pelacak dan membawa kembali kotoran mereka saat turun. Ke depannya, pemerintah juga berencana membentuk tim penjaga gunung.
"Di masa depan, pemerintah berencana membentuk tim penjaga gunung untuk memantau sampah dan mengalokasikan lebih banyak uang untuk pengumpulannya," kata direktur pendakian gunung Departemen Pariwisata Nepal, Rakesh Gurung.
Berdasarkan pendakian musim semi yang berakhir bulan Mei, pemerintah mengeluarkan izin kepada 421 pendaki (angka ini turun dari rekor tahun lalu sebanyak 478 pendaki). Jumlah tersebut belum termasuk pemandu asal Nepal. Secara total, diperkirakan 600 orang mendaki gunung tersebut tahun ini.
Dalam 6 bulan terakhir, delapan pendaki dilaporkan meninggal atau hilang (tahun lalu sebanyak 19 pendaki).
Gurung mengatakan jumlah izin lebih rendah tahun ini karena situasi ekonomi global. Serta China mengeluarkan izin dan pemilu nasional di India yang mengurangi jumlah pendaki dari negara tersebut.
Jumlah izin kemungkinan akan semakin berkurang setelah Mahkamah Agung Nepal memerintahkan pemerintah pada bulan Mei untuk membatasi izin. Tahap awal ini, belum ada angka yang ditetapkan.
Gurung mengatakan dia menyambut baik perintah tersebut. Dia juga mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan reformasi seperti memberikan 'kejutan' bagi para pendaki untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di puncak.
"Pemerintah akan bekerja sama dengan para ahli untuk menentukan jumlah pendaki yang aman. Tanpa studi ilmiah, tidak bisa dikatakan berapa angka sempurna Gunung Everest," ujarnya.
(sym/wsw)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol