Ramai curhatan turis mengeluhkan harga makanan di pusat kuliner sari laut atau seafood Kampung Ujung, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ternyata peristiwa serupa juga terjadi di Bali.
Berdasarkan video yang beredar dan viral di media sosial, wisatawan tersebut merasa 'dipalak' lantaran total tagihan makanan untuk empat orang yang menurutnya kelewat mahal. Ia pun membeberkan rincian tagihan makanan untuk empat orang mencapai Rp 530 ribu. Dalam nota pembelian tercantum beberapa menu yang dipesan turis itu, yakni satu ekor ikan Rp 150 ribu, dua potong tahu tempe Rp 40 ribu, kangkung Rp 50 ribu.
Lalu, ada terung Rp 30 ribu, nasi Rp 40 ribu, tiga buah jeruk murni Rp 150 ribu, satu buah jeruk biasa Rp 25 ribu, serta pajak restoran 10 persen. Meski menilai harga makanan terlalu tinggi, wisatawan itu tetap membayar sesuai tagihan dalam nota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada perdebatan tetap kami bayar," ujar wisatawan tersebut dalam video viral yang diunggah akun Instagram @m8nusantara.
Traveler pasti ingat beragam kasus turis yang dipalak saat bertandang ke destinasi. Salah satu yang ramai adalah pemalakkan di Bali.
Berikut sederet kasus wisatawan yang menjadi korban pemalakan di tempat wisata Bali.
1. Sopir Taksi Palak Turis Asing di Canggu
Seorang sopir taksi pangkalan bernama Kadek Eka P viral setelah memeras turis asal Singapura, Calysta (27). Pria asal Desa Satra, Kecamatan Kintamani, Bangli, itu meminta uang pada Calysta sebesar Rp 150 ribu karena memilih naik taksi online.
Pemalakan sopir taksi konvensional terhadap wisatawan Singapura itu terjadi pada 20 Juni 2023. Kadek Eka P baru empat bulan jadi sopir mobil pangkalan di Canggu, Kuta Utara, Badung. Pria berusia 40 tahun itu memeras turis yang naik taksi online karena ingin cepat dapat penumpang.
Kapolres Badung AKBP Teguh Priyo Wasono menuturkan Kadek Eka mengancam penumpang taksi online di wilayah tersebut dengan membawa nama Desa Adat Canggu. Padahal, Desa Adat Canggu tidak pernah menaungi transportasi pangkalan.
"Desa tidak ada istilah melegalkan (transportasi pangkalan)," kata Teguh saat konferensi pers, Rabu (21/6/2023).
Pemalakan ini bermula ketika Calysta keluar dari vila dan dicarikan transportasi oleh salah satu staf vila. Staf vila tersebut mendapatkan mobil angkutan pribadi yang dikendarai oleh Kadek Eka.
Dia kemudian mematok tarif sebesar Rp 270 ribu kepada Calysta untuk tujuan Bandara I Gusti Ngurah Rai. Namun, Calysta memilih menaiki taksi online dan memberikan uang Rp 100 ribu pada Kadek Eka.
Tidak terima, Kadek Eka meminta kedua turis tersebut untuk turun dari taksi online dan berjalan kaki keluar zona sejauh satu kilometer jika tetap ingin menggunakan taksi online. Perdebatan ini terjadi karena Kadek Eka menyebutkan bahwa Canggu merupakan wilayah untuk angkutan konvensional.
Tak lama kemudian, Kadek Eka yang melakukan pemalakan tersebut akhirnya diamankan oleh Polsek Kuta Utara. Ia pun mengakui perbuatannya tersebut dan berjanji tak akan mengulangi perbuatan itu.
"Saya mohon maaf kepada masyarakat Bali. Apa yang saya lakukan, merusak citra pariwisata," tutur Kadek Eka di Polres Badung ketika itu.
2. Turis Asing Dipalak Tiket Mahal di Air Terjun Sekumpul
Kasus dugaan pemalakan terhadap wisatawan juga terjadi pada 16 November 2023. Ketika itu, seorang turis domestik mengaku dipalak tiket masuk Rp 300 ribu saat mengunjungi Air Terjun Sekumpul di Buleleng, Bali.
Pemalakan tersebut dilakukan oleh pengelola sebuah konter area wisata tersebut. Pengelola konter tersebut memalak para wisatawan dengan menjual harga tiket yang mahal. Harga tiket tersebut berkisar Rp 300 ribu untuk wisatawan domestik, sedangkan turis asing sebesar Rp 600 ribu.
Pemalakan ini ramai diperbincangkan setelah seorang konten kreator TikTok asal Indonesia dengan akun @dekodennis mengunggah sebuah video. Video tersebut menceritakan bahwa ia diminta membayar tiket masuk Rp 300 ribu jika ingin melanjutkan perjalanan.
Setelah kejadian itu, Kepala Dinas Pariwisata Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva lantas menutup sementara empat konter tiket tak resmi yang berlokasi di Desa Pegayaman dan Desa Lemukih. Dinas Pariwisata juga memanggil pengelola pos tersebut.
Dody menyayangkan perilaku pengelola konter tiket ilegal yang tidak pantas dengan mencegat wisatawan dan memaksa mereka membeli tiket di dengan harga tak wajar.
"Ini tidak sehat. Tentu sudah ada banyak komplain," ungkap Dody, Kamis (16/11/2023).
3. Wisatawan Dipalak Saat Berfoto di Bangli
Korban pemalakan lainnya adalah Miya Sriwinarti. Ia dimintai uang Rp 200 ribu saat hendak berfoto di jalan menuju Air Terjun Tibumana, Susut, Bangli, Bali, pada 8 Januari 2024.
Seorang pria mendatangi Miya dan suaminya untuk meminta uang Rp 200 ribu jika ingin berfoto di jalan tersebut. Padahal, Miya dan sang suami berangkat dari Nusa Dua, Badung, dan tiba di tempat tersebut pada pukul 06.30 Wita. Miya pun batal membuat foto lantaran dipalak pria tersebut.
"Di situ saya bilang ke bapaknya, kalau kata temen-temen saya, yang pernah foto dan ngonten di sini itu gratis," tutur Miya, Senin (8/1/2024).
Pria yang melakukan pemalakan itu beralasan bahwa jalan desa tersebut merupakan wilayahnya. Dia juga keberatan jika jalan di desa itu disebut sebagai jalan umum. Pria tersebut bahkan menyebut Miya tak punya uang karena tidak mau membayar.
4. Sopir Taksi Peras Wisatawan di Kuta
Pemerasan oleh sopir taksi juga dialami oleh seorang turis di Kuta, Bali, pada 30 Maret 2024. Kejadian ini bermula ketika wisatawan perempuan itu hendak pergi dari Seminyak ke Kuta. Aksi pemerasan itu sempat viral di media sosial.
"Dia (sopir) minta Rp 400 ribu dari Red Ruby (kawasan Petitenget/Seminyak) ke Kadesa (Kuta). Lihat nih, mukanya nih gua viralin," ungkap penumpang itu sembari mengarahkan kamera ponsel ke wajah sopir taksi.
Kepada calon penumpangnya, sopir tersebut berdalih sudah mulai bekerja pada saat subuh. Ia pun meminta tarif sebesar Rp 400 ribu untuk rute Seminyak-Kuta.
Sontak, penumpang tersebut tidak terima dengan perlakuan yang diterimanya dan tanpa ragu segera mengeluarkan ponselnya untuk merekam kejadian tersebut. Dalam hitungan detik, setiap detail peristiwa yang terjadi terekam dengan jelas di layar ponselnya.
Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata Bali (Pawiba) I Nyoman Sudiartha menyayangkan masalah sopir angkutan dan penumpang terus berulang. Ia berharap para operator taksi mengawasi dan mengetatkan standar operasional masing-masing perusahaan.
"Kami masih koordinasi dengan teman-teman asosiasi taksi dan angkutan wisata. Kami perlu mencari identitas. Kalau dilihat mobilnya, betul memang mobil taksi biru yang digunakan, tetapi secara SOP secara corporate, dia harusnya pakai seragam," kata Sudiartha.
****
Artikel ini telah tayang di detikbali
(sym/sym)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Ada Apa dengan Garuda Indonesia?