Fakta-fakta Meninggalnya Mahasiswa Unsil di Gunung Cakrabuana

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Fakta-fakta Meninggalnya Mahasiswa Unsil di Gunung Cakrabuana

Tim detikJabar - detikTravel
Rabu, 12 Jun 2024 23:05 WIB
Kawasan Gunung Cakrabuana yang dibabat untuk dijadikan kebun kopi.
Foto: Ilustrasi gunung Cakrabuana (dok. Istimewa)
Tasikmalaya -

Gunung Cakrabuana menjadi saksi bisu meninggalnya Raffha Al Ayubi (20), mahasiswa semester 2 Fakultas Teknik Universitas Siliwangi (Unsil). Berikut faktanya:

Mahasiswa asal Bekasi itu meninggal dunia saat mengikuti kegiatan pendidikan latihan dasar (Diklatsar) UKM Korps Sukarela (KSR) PMI di Gunung Cakrabuana, Pageurageung, Kabupaten Tasikmalaya pada Sabtu (8/6/2024) malam.

Raffha meninggal dalam perjalanan saat dibawa ke RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya. Berikut sederet fakta-fakta terkait meninggalnya Raffha:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Korban Meninggal Diduga Karena Kelelahan

Berdasarkan keterangan pihak kampus, Raffha diduga meninggal dunia akibat kelelahan saat menempuh rute pendakian menuju lokasi Diklatsar di kawasan Gunung Cakrabuana, Tasikmalaya.

Korban dikabarkan sempat mengalami kram dan kelelahan, sehingga tak bisa melanjutkan pendakian. Ditambah, posisi korban saat itu berada di separuh rute perjalanan, sehingga untuk menuju puncak maupun turun kembali begitu jauh.

ADVERTISEMENT

"Kami sempat mengobrol dengan dokternya tadi secara sepintas memang harus ada pemeriksaan lebih lanjut kalau memang mau lengkap, pemeriksaan dalam dan segala macam. Dalam pemeriksaan awal dalam tanda petik ya, saya belum melihat berkasnya, tapi tadi komunikasi dengan dokter itu, meninggalnya korban meninggal wajar," kata Wakil Rektor III Unsil, Asep Suryana Abdurrahmat, Minggu (9/6/2024).

2. Korban Dinyatakan Sehat, tapi Diberi Catatan

Dari keterangan sejumlah saksi, kegiatan Diklatsar UKM Korps Sukarela (KSR) PMI Unsil ini dimulai sejak Jumat (7/6) siang. Para peserta, termasuk korban, mengikuti karantina dan pemeriksaan kesehatan sebelum menuju lokasi di Gunung Cakrabuana.

Pada Jumat malam itu, semua peserta menginap di kampus. Menurut Asep, pada saat itu sempat dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh peserta dengan melibatkan tim medis dari Puskesmas Tawang.

Dari total 21 peserta hanya 20 orang yang dinyatakan sehat dan diperbolehkan berangkat mendaki gunung. Korban menjadi salah satu yang dinyatakan sehat, meski tim medis memberikan catatan mengenai korban yang ditengarai memiliki riwayat penyakit diabetes melitus (DM).

"Total peserta 21 orang, malam sebelum kegiatan salah seorang tidak diizinkan karena dinyatakan kurang sehat. Jadi semua yang 20 itu ada keterangan sehat dari dokter, semuanya lengkap. Saya baca sendiri semua normal kondisi kesehatannya. Kalau korban memang ada catatan riwayat DM, mungkin karena kegemukan," kata Asep.

3. Keluarga Tak Tahu Korban Punya Riwayat Penyakit DM

Meski hasil pemeriksaan menunjukkan adanya penyakit diabetes, Asep mengatakan, pihak keluarga membantah atau tidak mengetahui riwayat penyakit korban tersebut.

Riwayat penyakit yang dialami korban baru terdeteksi setelah menjalani pemeriksaan kesehatan.

"Tapi tadi saya komunikasi dengan keluarga tidak ada riwayat DM. Jadi mungkin hasil pemeriksaan di Puskesmas, yang bersangkutan ada riwayat DM," kata Asep.

4. Korban Kelelahan di Tengah Perjalanan

Setelah menjalani karantina, pembekalan dan pemeriksaan kesehatan, peserta Diklatsar itu kemudian berangkat ke lokasi pada Sabtu (8/6) pagi.

Dari kampus, mereka menuju Alun-alun Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut dengan menumpang mobil. Rencananya mereka akan mendaki gunung Cakrabuana dari wilayah Malangbong.

Kemudian usai acara pendidikan, mereka akan turun di wilayah Pagerageung Tasikmalaya. Sekitar pukul 09.00 WIB, korban bersama rombongan mulai melakukan pendakian gunung Cakrabuana.

Selanjutnya sekitar pukul 14.00 WIB, di tengah rute pendakian, korban mengeluhkan kondisi kakinya yang mengalami kram akibat kelelahan.

Korban kemudian istirahat, kakinya diberi balsem. Setelah 15 menit beristirahat, korban kembali melanjutkan perjalanan.

"Menurut keterangan panitia, yang bersangkutan merasakan kelelahan sekitar jam 2 siang. Diistirahatkan karena kram kaki. Nah maksud diistirahatkan dikasih minum dan diberi balsam di kaki, supaya sehat lagi," kata Asep.

5. Kondisi Korban Memburuk

Namun setelah beberapa ratus meter melanjutkan pendakian, korban kembali meminta istirahat akibat merasa tak kuat dan kakinya kram kembali. Kali ini, kondisinya semakin parah. Korban mulai menunjukan gejala hilang kesadaran.

"Makin sore kondisinya semakin memburuk, ditanya kadang nyambung kadang enggak. Mulai gejala begitu, akhirnya diputuskan tak mungkin dibawa ke atas. Tapi mau diturunkan ke bawah, rute sudah jauh. Akhirnya diputuskanlah menunggu tim SAR itu," kata Asep.

6. Panitia Minta Bantuan Tim SAR

Panitia lalu minta bantuan kepada tim SAR, Tagana dan BPBD untuk melakukan evakuasi korban yang berada di tengah perjalanan. Tim SAR sendiri baru bergerak mendaki menyusul korban sekitar pukul 20.30 WIB dan tiba pukul 23.00 WIB.

Di sisi lain, selama penantian proses evakuasi itu kondisi korban semakin memburuk. Teman dan panitia Diklatsar sendiri berupaya keras untuk menyelamatkan korban meski dengan kondisi dan situasi serba terbatas, mengingat keberadaan mereka di jalur pendakian.

"Sambil menunggu tim evakuasi, korban diinstruksikan untuk dibungkus tubuhnya dengan aluminium foil untuk menjaga suhu tubuhnya agar tidak turun, termasuk juga dibuat perapian di dekat tubuh korban," kata Asep.

7. Nyawa Korban Tak Terselamatkan

Menjelang tengah malam, tim evakuasi tiba dan langsung berusaha membawa korban turun dari lokasi pendakian. Kondisi medan terjal membuat proses evakuasi tidak mudah. Tim evakuasi berhasil membawa korban turun dari gunung sekitar pukul 05.30 WIB.

"Mulai evakuasi 20.30 WIB, perjalanan hampir 2 jam, sampai sekitar jam 23.00 WIB. Setelah itu turun, dari jam 23.00 WIB sampai setengah 6 pagi tiba di pinggir jalan. Itu pun setelah mendekati Subuh tim evakuasi kelelahan, beruntung sudah dekat pemukiman warga sehingga dibantu," kata Asep.

Setelah itu, korban segera dibawa ke RSUD dr Soekardjo dan dinyatakan telah meninggal dunia. Jenazah mahasiswa semester 2 itu telah dibawa oleh pihak keluarga untuk dikuburkan. Pihak keluarga menolak untuk dilakukan otopsi.

------

Artikel ini telah naik di detikJabar.




(wsw/wsw)

Hide Ads