Fenomena banyaknya remaja cewek jadi pekerja di tempat esek-esek berkedok kafe, membuat geram Wali Kota Mataram. Ia pun meminta Satpol PP melakukan razia.
Wali Kota (Walkot) Mataram Mohan Roliskana meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Mataram untuk merazia kafe berkedok bisnis esek-esek.
Perintah itu muncul usai temuan banyaknya pelajar yang terlibat part time bisnis esek-esek, song freelance hingga lady companion (LC) di sejumlah kafe remang-remang di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya akan perintahkan Kasatpol PP untuk melakukan razia (di beberapa lokasi yang terindikasi)," tegas Mohan saat ditemui di Pendopo Wali Kota Mataram, Kamis (4/7/2024) siang.
Mohan memastikan akan memantau dan melakukan pengawasan, khususnya di beberapa lokasi yang terindikasi menjadi lokasi bisnis esek-esek tersebut.
"Kami sangat sayangkan, karena kondisi itu terjadi (di Kota Mataram)," katanya.
Mohan akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Mataram terkait temuan pelajar yang melakukan part time di sejumlah kafe remang-remang.
"Sehingga bisa dibicarakan lebih lanjut," ujarnya.
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram menemukan fenomena banyak pelajar yang mencari cuan pintas melalui part time bisnis esek-esek, song freelance hingga lady companion (LC).
"Ada yang dari Kota Mataram dan Lombok Barat (Lobar). Jadi mereka ngaku ke orang tua jadi waiters, tetapi ternyata jadi partner song freelance," kata Ketua LPA Mataram Joko Jumadi kepada detikBali, Rabu (3/7/2024).
Menurut Joko, para pelajar yang terjun menjadi partner song freelance hingga LC didominasi dari keluarga kurang mampu. Namun, mereka justru mempunyai gaya hidup yang tinggi.
"Jadi kalau lihat temannya punya HP baru, mereka juga ingin punya HP. Karena kondisi keluarga yang tidak memungkinkan, mau tidak mau mereka terjun jadi partner song freelance ataupun LC," tutur Joko.
Dari penelusuran LPA Mataram, para partner song freelance memiliki tugas menawarkan minuman hingga menemani para tamu. Upah para pelajar yang menjadi partner song freelance berdasarkan jumlah botol minuman yang dipesan tamu.
"Karena mereka freelance, tidak kontrak dengan pemilik kafe, jadi gajinya murni dari layanan mereka ke tamu saja," ujar pria yang juga menjadi Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Mataram (Unram) itu.
LPA Kota Mataram mencatat para pelajar yang rata-rata berusia 15 tahun tersebut bekerja di beberapa kafe remang-remang atau kafe tradisional, seperti di Gunung Sari, Lingsar, Suranadi hingga Cakranegara.
-------
Artikel ini telah naik di detikBali.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Wapres Gibran di Bali Bicara soal Pariwisata, Keliling Pasar Tradisional