Wow! Embun Upas Selimuti Bromo, Jangan Salah Kostum, yang Asma Ekstra Waspada

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Wow! Embun Upas Selimuti Bromo, Jangan Salah Kostum, yang Asma Ekstra Waspada

Muhammad Aminudin - detikTravel
Rabu, 17 Jul 2024 10:05 WIB
Embun upas di Bromo
Embun upas selimuti Bromo. (Dok. TNBTS)
Jakarta -

Penurunan suhu udara ekstrem di Jawa Timur menyebabkan munculnya fenomena embun es atau embun upas di Gunung Bromo, wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Berikut sejumlah saran yang perlu diperhatian bagi traveler yang berkunjung ke sana.

Kepala Bagian Tata Usaha Septi Eka Wardhani mengatakan fenomena embun es atau biasa disebut embun upas oleh masyarakat lokal atau frost itu merupakan fenomena yang lumrah terjadi di TNBTS, khususnya saat musim kemarau

Menurut Septi, embun upas terjadi karena udara dingin akibat angin munson timur yang berembus dari Australia. Fenomena itu terjadi ketika suhu udara cukup dingin berkisar antara 5-9 derajat celsius.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia pun menyarankan kepada traveler yang hendak mengunjungi kawasan Wisata Bromo membawa perlengkapan yang memadai untuk menghadapi suhu dingin.

"Di antaranya dengan menggunakan pakaian dan jaket tebal, memakai sarung tangan, dan penutup kepala atau kerpus," kata Septi seperti dikutip dari detikJatim Rabu (17/7/2024).

ADVERTISEMENT

"Bagi yang memiliki riwayat penyakit asma, harap berhati-hati dan menjaga kondisi tubuhnya sebaik mungkin," Septi menambahkan.

Menurut Septi embun upas itu tidak muncul sepanjang hari. Embun upas muncul pada waktu tertentu.

"Dan, hanya dijumpai pada pagi hari, atau sebelum matahari terbit dengan sempurna. Embun upas akan menghilang saat matahari mulai meninggi," kata Septi.

Septi menambahkan bahwa pada musim kemarau cuaca cenderung lebih dingin karena adanya penurunan suhu yang cukup ekstrem.

"Kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya tampak semakin eksotis. Pemandangan kawasan Lautan Pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik," kata Septi.

Sementara itu, BMKG memprediksi puncak musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus.

BMKG juga mengimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat agar lebih siap dan antisipatif atas kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal.

Wilayah itu diprediksi bisa mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan sumber air.

***

Artikel ini sudah lebih dulu tayang di detikJatim. Selengkapnya klik di sini.




(fem/iah)

Hide Ads