Lumbung Kuno di Desa Maroko Tak Cuma Simpan Makanan, tapi Juga Akta Lahir

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Lumbung Kuno di Desa Maroko Tak Cuma Simpan Makanan, tapi Juga Akta Lahir

Femi Diah - detikTravel
Sabtu, 27 Jul 2024 13:05 WIB
Agadir Moroko
Lumbung padi atau agadir di sebuah desa kuno di pegunungan Anti Atlas, Maroko. (Nicolas Hoizey)
Jakarta -

Lumbung tua di pegunungan terjal Anti-Atlas, Maroko sangat unik. Tidak hanya menyimpan hasil panen, tetapi juga akta kelahiran, akta nikah, kontrak keagamaan, hingga resep pengobatan tradisional yang tertulis di atas batang palem.

Dikutip dari AFP, Sabtu (27/7/2024), lumbung itu diperkirakan berdiri sejak abad ke-18. Penduduk Desa Amazigh, yang diperkirakan hanya tinggal 63 keluarga, berupaya melestarikannya hingga kini.

Ya, sebagian warga memilih untuk meninggalkan desa itu. Mereka pindah ke daerah lain yang dinilai lebih aman, nyaman, dan memberikan peluang kerja lebih besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang mengesankan, dokumen-dokumen warga yang meninggalkan kawasan itu masih terjaga di sana.

ADVERTISEMENT

"Warga lain sudah pergi, tapi arsip mereka tetap di sini," kata Lahcen Boutirane, penjaga lumbung kolektif tersebut seperti dikutip dari Al Jazeera.

Warga setempat menyebut lumbung itu agadir. Artinya, lumbung bersama atau lumbung kolektif dalam bahasa Berber Maroko.

Agadir di Ait Kine tersebut terletak 460 km dari Rabat, ibu kota Maroko. Itu merupakan salah satu dari sedikit lumbung kolektif yang tersisa.

Lumbung padi tersebut dibangun di tengah desa. Di sekelilingnya didirikan tembok berbenteng, lengkap dengan menara pengawas dari batu.

Warga Amazigh, Abdelghani Charai, menjelaskan agadir bukan hanya menyimpan stok pangan, sehingga warga aman saat ada kerusuhan dan pemberontakan. Tempat itu sekaligus digunakan untuk perlindungan dokumen berharga dan warga.

Tetua desa, Hossine Oubrahim, mengatakan warga setempat menghormati wilayah ini sebagai warisan leluhur terkait upaya ketahanan pangan.

"Kami dibesarkan dengan tradisi menyimpan biji-bijian, buah kering, minyak, dan barang-barang berharga di sana," kata dia.

Arkeolog Naima Keddane mengatakan warga setempat juga menjaga agadir sebagai tempat sakral yang tidak boleh diganggu gugat. Sebab, tempat itu tidak hanya melindungi mereka dari kelaparan saat kekeringan, tetapi juga dari serangan.

Agadir Amazigh memiliki 76 bilik yang terbagi dalam tiga lantai. Bilik-bilik tersebut diisi dengan stok jelai, kurma, kacang almond, dan dokumen-dokumen. Area di luar bangunan merupakan ruang terbuka dengan tangki air.

Praktik lumbung desa di pergunungan juga dapat ditemukan di pegunungan Aures di Aljazair dan pegunungan Nafusa di Libya. Namun, yang terbanyak tetap di Maroko, kendati banyak yang tidak lagi difungsikan digunakan warga desa.

Kerajaan Maroko memiliki sekitar 550 igoudar, bentuk jamak agadir. Lumbung-lumbung warga ini dibangun terutama di gua-gua, sisi tebing, puncak bukit, dan lembah di Maroko bagian tengah dan selatan.

Warga lokal yang masih tinggal di sekitar agadir berupaya untuk menjaga warisan budaya leluhur tersebut. Upaya itu menyasar agadir yang rusak atau mulai runtuh.

Mereka berguru kepada tukang dan ahli bangunan dan kerajinan tradisional setempat. Seiring dengan pelestarian agadir, mereka juga memiliki sumber cuan. Agadir menjadi wisata dan penelitian. Mereka juga jadi berkesempatan melakukan perbaikan dan pembangunan di situs-situs lain.

Khusus untuk wisata, desainer Amina Agueznay melatih warga perempuan setempat untuk merevitalisasi industri kreatif di wilayah tersebut. Adapun anak-anak diajak mengunjungi lumbung-lumbung tua tersebut. Di sana, mereka mempelajari warisan leluhur dan alam, bertemu pengrajin, membersihkan kebun palem, sampai membuat maket agadir dengan daur ulang palem.




(fem/fem)

Hide Ads