Kuil Kyoto Lelah dengan Ulah Turis yang Buang Sampah Sembarangan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kuil Kyoto Lelah dengan Ulah Turis yang Buang Sampah Sembarangan

Syanti Mustika - detikTravel
Jumat, 27 Sep 2024 07:29 WIB
Kyoto, Japan- 27 Nov, 2019: People visit Kodaiji temple gardens in Kyoto Japan. Kodaiji is a temple of the Rinzai school of Zen Buddhism in Higashiyama-ku, Kyoto
Kuil Kodaiji (Getty Images/tang90246)
Jakarta -

Kuil berusia 400 tahun ini menderita karena turis buang sampah sembarangan saat berkunjung. Pengunjung berdalih mereka tidak mengerti dengan peringatan lisan dari Jepang.

Diberitakan SoraNews, Jumat (27/9/2024) Jepang terus mencatat rekor tingginya kunjungan turis yang datang, namun itu setali dengan ragam masalah, salah satunya overtourism. Beragam tingkah turis yang membuat mereka 'sakit kepala'.

Beberapa waktu lalu, mereka pusing karena banyak turis asing tak membayar ongkos saat naik bus. Sebagian besar mereka tidak mengerti sistem pembayaran bus dan tak bisa bahasa Jepang. Driver yang hanya bisa bahasa Jepang pun akhirnya pasrah tak bisa menjelaskan aturan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kali ini, keluhan datang dari salah satu kuil di distrik Higashiyama di sisi timur Kyoto. Kuil Kodaiji didirikan pada tahun 1606 dan dikenal karena arsitektur dan karya seni yang penting secara historis. Serta Kodaiji memiliki taman lumut yang indah dan jalur jalan kaki rumpun bambu.

Namun keindahan halaman kuil ini dirusak oleh wisatawan yang tidak sopan yang meninggalkan puntung rokok, wadah minuman (beberapa masih terisi sebagian dengan cairan), dan stik es krim di atas batu dan di belakang bangunan.

ADVERTISEMENT

"Bahkan jika kita mencoba membersihkan sampah, tidak pernah bersih," pendeta kepala Koin Aoyama menyampaikan masalah.

Tidak hanya sampah, kuil juga frustrasi dengan yang datang dengan fotografer profesional untuk pemotretan, sesuatu yang sekarang dilarang oleh kuil karena menyebabkan kerusakan pada halaman dan ketidaknyamanan bagi tamu lain. Semua larangan itu ditulis dalam bahasa Jepang dan turis tidak paham.

Aoyama mengatakan bahwa ia juga telah mencoba memperingatkan orang-orang secara lisan, tetapi mereka bereaksi dengan cara yang menunjukkan bahwa mereka tidak mengerti bahasa Jepang. Ia kemudian mencoba menjelaskan masalahnya dalam bahasa Inggris, tetapi reaksi yang mereka dapatkan sama saja, yaitu mereka tidak mengerti apa yang ia katakan.




(sym/fem)

Hide Ads