Ritual Imlek di China: Guling-guling di Ranjang Kawat Berduri

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ritual Imlek di China: Guling-guling di Ranjang Kawat Berduri

Syanti Mustika - detikTravel
Senin, 27 Jan 2025 16:05 WIB
Ilustrasi Ucapan Selamat Imlek 2025.
Ilustrasi (Istimewa/ Unsplash.com)
Jakarta -

Memang terlihat menyakitkan, namun ritual ini diakui sebagai warisan budaya takbenda. Para pria China dengan berani berguling-guling di ranjang kawat berduri hingga berdarah-darah.

Dilansir dari SCMP, Senin (27/1/2025) ritual ini disebut Fan Chichuang yang artinya 'berguling-guling di ranjang berduri'. Sesuai dengan namanya, peserta ritual akan berguling di ranjang yang dibuat dari kawat berduri.

Ritual menyakitkan ini bisa dilihat di Provinsi Guangdong, China Selatan dan selalu menjadi perayaan populer selama Nianli atau Pesta Tahun Baru Imlek. Fan Cichuang menjadi puncak acara saat para pria menunjukkan keberanian dan kekuatan mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ritual ini dimulai dengan menyiapkan cabang-cabang kawat berduri, mengikatnya bersama-sama sebagai tempat tidur, dan meletakkannya di 'Meja Delapan Dewa', jenis meja makan persegi tradisional Tiongkok.

Meja-meja ini terinspirasi oleh kisah Delapan Dewa dalam mitologi Tiongkok yang melambangkan keragaman bakat dan kekuatan persatuan.

ADVERTISEMENT

Peserta yang mengikuti ritual ini biasanya pria muda atau setengah baya. Mereka akan bertelanjang dada dan berguling di permukaan berduri.

Selama ritual, rasa sakit yang mereka tanggung disambut dengan sorak-sorai dari para penonton. Semakin dalam duri menusuk dan semakin banyak darah yang terkuras, semakin keras pula sorak-sorai. Duh, jadi ngilu bila dibayangkan!

Sebelumnya, terdapat juga variasi dalam penataan 'Meja Delapan Dewa'. Misalnya, 15 meja dapat ditata dalam baris tiga, enam, tiga dan tiga yang melambangkan sheng lu sheng sheng, yang berarti 'jalan hidup yang makmur'.

Semakin banyak meja yang dilewati peserta, mereka percaya akan banyak pula keberuntungan dalam hidup yang mereka dapat.

Secara historis, Fan Cichuang berfungsi sebagai ritual bertahan hidup yang menunjukkan keberanian dan kekuatan. Cerita rakyat setempat menyatakan bahwa hanya mereka yang dirasuki roh dewa yang memenuhi syarat untuk melakukan ritual tersebut.

Walaupun mengalami luka dan memar, para pria merasa bangga dengan ketangguhan dan kegigihan mereka. Para peserta menganggapnya sebagai bukti kekuatan dan hubungan mendalam mereka dengan para dewa.




(sym/fem)

Hide Ads