Kecelakaan Jeju Air pada akhir 2024 menjadi peringatan keras bagi aviasi Korea Selatan. Banyak kebijakan baru yang mulai diterapkan, mulai dari menghapuskan beton pembatas, mengurangi frekuensi terbang pesawat dengan harga tiket murah, menambah staf, hingga memasang alat pendeteksi burung.
Diberitakan BBC, Senin (10/2/2025) penyelidik mengatakan bahwa mereka menemukan bukti adanya tabrakan burung pada pesawat Boeing 737-800 dengan adanya bulu dan noda darah yang ditemukan di kedua mesin pesawat.
Penyelidikan terhadap kecelakaan Jeu Air masih berlangsung, dan akan difokuskan pada peran tabrakan burung serta struktur beton di ujung landasan pacu, yang ditabrak pesawat setelah melakukan pendaratan darurat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Radar deteksi burung akan dipasang di semua bandara untuk meningkatkan deteksi dini burung yang jauh dan meningkatkan kemampuan respons pesawat," kata Kementerian Pertanahan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (6/2).
Radar deteksi burung ini akan mendeteksi ukuran burung dan jalur pergerakannya dan menyampaikan informasi ini ke pengontrol lalu lintas udara. Peluncuran alat ditargetkan dilakukan pada 2026.
Kementerian juga menambahkan bahwa semua bandara perlu dilengkapi dengan setidaknya satu kamera pencitraan termal. Saat ini, hanya empat bandara di Korea Selatan yang dilengkapi dengan kamera pencitraan termal. Namun, tidak jelas apakah ada di antara bandara-bandara tersebut yang memiliki radar deteksi burung.
Selain itu, lokasi yang menarik burung, seperti tempat pembuangan sampah, juga harus dipindahkan dari bandara.
Pada tanggal 29 Desember 2024, pesawat Jeju Air lepas landas dari Bangkok dan terbang ke Bandara Internasional Muan di barat daya negara tersebut. Sekitar pukul 08:57 waktu setempat, tiga menit setelah pilot melakukan kontak dengan bandara, menara kontrol menyarankan kru untuk berhati-hati terhadap aktivitas burung.
Pukul 08:59, pilot melaporkan bahwa pesawat menabrak seekor burung dan mengumumkan sinyal mayday.
Pilot kemudian meminta izin untuk mendarat dari arah berlawanan, yang kemudian menyebabkan pesawat mendarat dengan posisi perut tanpa roda pendaratan yang terpasang. Pesawat melewati landasan pacu dan meledak setelah menghantam struktur beton, demikian kesimpulan laporan investigasi awal.
Data penerbangan dan perekam suara kokpit berhenti merekam empat menit sebelum bencana tragis itu.
(sym/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol