Sungguh malang nasib puluhan pekerja hotel Grand Legi di Mataram. Mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Gaji dan pesangon mereka juga belum dibayar.
Puluhan karyawan hotel itu pun menuntut kejelasan nasib mereka setelah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pihak manajemen hotel. Mereka juga menuntut uang pesangon, tunggakan gaji, hingga tunggakan service charge yang belum dibayar.
"Dia (hotel) sampaikan PHK (ke kami) pada 31 Desember 2024, dengan alasan hotelnya mau di-close, mau ditutup dengan alasan merugi. Jadi tidak ada bicara apapun, alasannya (ke kami hanya) merugi yang saya tangkap," kata Silahudin, salah satu perwakilan karyawan hotel yang di-PHK saat mengadukan nasib mereka ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi NTB, Senin (17/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Silahudin menjelaskan karyawan hotel berbintang itu yang terkena PHK sekitar 47 orang dari berbagai divisi. Di antaranya, Divisi Housekeeping Department, Front Office, Engineering, Security, hingga FnB. Menurut Silahudin, puluhan karyawan tersebut terkena PHK tanpa ada komunikasi dan pemberitahuan sebelumnya.
"Saya katakan sepihak karena memang nggak ada komunikasi tentang PHK itu, tidak ada pemberitahuan sebelumnya. (Kami) dikumpulkan, teman-teman yang di bawah ini hanya menerima informasi dari kepala divisi masing-masing tentang PHK," beber Silahudin.
Dia bersama puluhan karyawan lainnya memutuskan untuk mengadu ke Disnaker Provinsi NTB. Silahudin menegaskan bersama rekan-rekannya menuntut keadilan dan pembayaran pesangon sesuai aturan yang berlaku.
"Kami adalah korban PHK sepihak yang dilakukan oleh pengusaha yang dalam hal ini CV Multi Karya, atau Hotel Grend Legi Mataram yang beralamat di Jalan Sriwijaya, Mataram. Ada beberapa yang memang secara aturan yang kami tuntut dari perusahaan terhadap kami," tuturnya.
Silahudin mengungkapkan selain perusahaan yang merugi, para karyawan yang semakin berumur juga menjadi alasan perusahaan melakukan PHK.
"(Katanya) SDM yang notabene katanya sudah tua, yang memang secara industri hospitality sudah tidak layak. Itu penilaian mereka. Tapi selama ini kami bekerja maksimal, dalam arti tidak pernah terjadi komplain yang aneh-aneh. Kami kerja sesuai standar," ujar pria yang sudah bekerja 27 tahun di hotel tersebut.
"Tuntutan kami tidak aneh, pesangon dan kewajiban sesuai dengan PP yang diatur UU Cipta Kerja. Tuntutan kami tentunya mengacu pada PP Nomor 35 Tahun 2021. Di dalam tuntutan, kami juga meminta (pihak hotel) untuk membayar service charge yang terakhir dibayarkan pada Februari 2020. Itu jadi tuntutan kami, besaran service charge kami biasanya Rp 500 ribu per bulan," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker) NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan masalah itu menjadi wewenang Disnaker Kota Mataram.
"(Tanya) ke Disnaker Kota Mataram yang menangani masalahnya, pemilik hotelnya (Grand Legi Mataram) meninggal dunia, jadi nggak ada yang melanjutkan usahanya," ujar Aryadi.
-------
Artikel ini telah naik di detikBali.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol