Garuda Beli 50 Pesawat Jumbo, Dinilai Kurang Realistis untuk Pariwisata

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Garuda Beli 50 Pesawat Jumbo, Dinilai Kurang Realistis untuk Pariwisata

bonauli - detikTravel
Sabtu, 19 Jul 2025 14:08 WIB
Calon haji berada di kabin pesawat di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang Pariaman, Sumatera Barat, Senin (5/6/2023) dini hari. Sebanyak 393 jamaah calon haji dan pendamping tergabung dalam kloter (kelompok terbang) pertama embarkasi Padang diberangkatkan ke tanah suci dengan pesawat Garuda Indonesia Boeing 777 Seri 300 ER. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.
Logo Garuda di pesawat Garuda Indonesia. Garuda akan membeli 50 unit pesawat Boeing sebagai bagian dari perjanjian dagang AS-Indonesia. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Jakarta -

PT Garuda Indonesia (Persero) sepakat untuk membeli 50 pesawat Boeing dari Amerika Serikat. Apakah ini mendukung pariwisata Indonesia?

Pembelian 50 unit pesawat dilakukan selepas Presiden Donald Trump memangkas tarif impor 32 persen ke 19 persen bagi Indonesia. Di antaranya ada Boeing 777 yang memiliki badan besar.

Pengamat kebijakan pariwisata Profesor Azril Azahari mengatakan pembelian pesawat itu kurang realistis dinilai dari dua variabel, yang pertama adalah bandara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tempo hari bandara kita ada 34 yang berstatus internasional, kemudian di-reduce menjadi 17 dan kini ditambah lagi menjadi 20 bandara. Kalau dari pengamatan saya, baru 9 yang siap untuk dapat menerima Boeing 777 yang berbadan besar," ucapnya pada detikTravel pada Sabtu (19/7).

Yang kedua adalah fasilitas, pembelian Boeing 777 juga kurang realistis untuk pariwisata, katanya. Pesawat berbadan besar biasanya hanya digunakan untuk mengangkut jamaah haji. "Haji itu hanya setahun sekali," jawabnya.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, ia mengatakan pariwisata lebih membutuhkan frekuensi terbang yang lebih banyak. Ini mengacu pada perubahan tren pariwisata Indonesia dari mass tourism menjadi quality tourism.

Belakangan, Indonesia mulai mengikuti pariwisata keberlanjutan yang dicanangkan oleh organisasi dunia PBB. Jenis pariwisata ini menerapkan pariwisata yang ramah lingkungan dengan mengurangi jumlah wisatawan namun memperpanjang waktu tinggal, sehingga turis belanja lebih banyak.

"Yang dibutuhkan itu penerbangan murah dan frekuensi yang banyak," jelasnya.

Selain itu harga Aviation Turbine Fuel, (avtur) juga memengaruhi harga tiket pesawat, yang tentu saja menjadi indikator pembelian yang nantinya segaris dengan minat turis. Prof Azril menilai harga Avtur di Indonesia masih masih jika dibandingkan dengan Singapura.

"Saya pernah tanya langsung kepada maskapai-maskapai internasional, mengapa mereka enggak buka penerbangan ke Indonesia tapi malah ke Singapura, jawabannya karena avtur kita lebih mahal," jelasnya.

Saat ini penggunaan avtur sudah mulai diatur oleh International Air Transport Association (IATA), atau dalam bahasa Indonesia, Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional. Organisasi tersebut mulai menerapkan avtur ramah lingkungan yang disebut Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur kepada maskapai-maskapai dunia.

Tak seperti Singapura yang sudah mulai menerapkan penggunaan SAF, Indonesia masih menyebut bioavtur dalam penelitian. Padahal bioavtur dihasilkan dari inti kelapa sawit, yang mana banyak tumbuh di Indonesia. Lagi-lagi, ekosistem untuk menunjang pariwisata masih dinilai tidak realistis oleh guru besar tersebut.

"Nggak realistis kalau untuk pariwisata. belum sustainable avtur, apalagi Garuda merugi," ucapnya.

Tahun 2050, IATA mengatur penggunaan SAF 100 persen pada maskapai dunia. Jika Indonesia tidak segera melakukannya, maka pariwisata ikut terancam.

"Yang memberi izin rute pesawat itu IATA, jadi kita harus mengikuti aturannya. Kalau tidak segera beralih ke SAF, maka izin rute tidak diberikan oleh IATA," ungkap pencetus ilmu pariwisata tersebut.

Ia menjelaskan bahwa pariwisata bukan hanya melihat destinasi, tapi juga event, seperti pacu jalur yang kini viral. Terlihat bahwa turis-turis asing mulai datang ke Kuansing, Riau. "Kita lemah dalam event internasional, sangat lemah," ujarnya.

Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto menyatakan pembelian 50 pesawat Boeing penting dilakukan oleh Garuda. Sebab, pemerintah ingin membesarkan Garuda untuk menjadi maskapai nasional nomor satu di tanah air. Untuk membesarkan Garuda, maskapai itu butuh tambahan suntikan armada baru.

"Memang kita kan perlu membesarkan Garuda. Garuda adalah kebesaran kita. Garuda adalah flag carrier national. Garuda lahir di dalam perang kemerdekaan kita. Jadi Garuda harus jadi lambang Indonesia. Saya bertekad membesarkan Garuda, untuk itu kita butuh pesawat baru," lanjutnya.

Pembelian pesawat Boeing sebanyak 50 unit yang merupakan bagian dari negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS).

Tarif barang Indonesia untuk menuju ke AS disepakati turun dari 32% menjadi 19%. Gantinya, Indonesia harus membeli barang dari AS untuk menekan surplus neraca dagang dengan negeri Paman Sam, pembelian pesawat Boeing salah satunya.




(bnl/ddn)

Hide Ads