Larangan study tour untuk siswa di Jawa Barat menjadi polemik. Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan permasalahan tersebut tidak terlalu dibesar-besarkan dan bisa disesuaikan.
Larangan study tour tercantum dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jabar Nomor 45/PK.03.03/KESRA tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya tertanggal 6 Mei 2025.
Dalam SE itu disebutkan bahwa sekolah dilarang membuat kegiatan piknik, yang dibungkus dengan kegiatan study tour, yang memiliki dampak pada penambahan beban orang tua. Kegiatan tersebut bisa diganti dengan berbagai kegiatan berbasis inovasi, seperti mengelola sampah secara mandiri di lingkungan sekolah, mengembangkan sistem pertanian organik, aktivitas peternakan, perikanan dan kelautan, serta meningkatkan wawasan dunia usaha dan industri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Studi tour bagi saya tidak usah terlalu dipolitisir atau apapun ya. Tapi yang jelas disesuaikan dengan kebutuhan sekolah," ujar Dadang dikutip dari detikjabar, Minggu (27/7).
Jika orang tua sepakat dengan pihak sekolah kegiatan tersebut bisa dilakukan. Kemudian, kegiatan pun harus memberikan pengalaman sesuai dengan pelajaran bagi siswa yang mengikutinya.
"Karena study tour itu bukan hanya kita hiburan ya, tetapi ada manfaat perbedaan di antara daerah terutama dalam hal edukasi sejarah. Nah, memang kita perlu dan membutuhkan sejarah yang tentunya Indonesia bisa seperti ini seperti apa dahulunya," katanya.
Dadang mengatakan study tour tersebut harus bisa bermanfaat bagi siswa, sehingga bukan ajang main-main dan hiburan semata.
"Ini juga tetapi study tour yang betul-betul bermanfaat, bukan hanya studi hanya main-main saja, tetapi harus ada edukasi," kata dia.
"Sehingga anak-anak itu bisa dalam memorinya ini terkenang bahwa saya sudah pernah datang ke ke suatu tempat, misalkan di Monas atau misalkan sejarah Indonesia merdeka atau sejarah bagaimana kerajaan zaman dulu sehingga bisa merdeka. Nah, ini penting untuk memberikan edukasi," dia menegaskan.
Dadang menambahkan kegiatan tersebut diperbolehkan asal bisa bermanfaat bagi siswa. Siswa bisa tetap belajar dari perusahaan atau tempat-tempat bersejarah.
"Jadi, bukan hanya study tour hanya main, tetapi harus ada penambahan edukasi dan pengalaman sehingga memorinya akan terus mencatat. Lebih terarah study tour-nya. Jadi, jangan sampai kita melarang tapi tidak ada solusi," ujar dia.
Sebelum itu, Ketua Fortusis Jabar, Dwi Subianto, mengungkapkan penilaian soal kegiatan study tour. Dia mengatakan selama study tour tidak sejalan dengan prinsip pendidikan dan kurikulum, melainkan lebih dominan bersifat rekreatif tanpa muatan edukatif yang jelas.
"Iya, kami mendukung (larangan study tour)," kata Dwi pada 23 Juli.
Menurut Dwi, larangan study tour tersebut sudah semestinya diberlakukan karena sebagian besar kegiatan study tour hanya menjadi ajang jalan-jalan yang membebani keuangan orang tua.
"Iya, akhirnya hanya jalan-jalan saja, ngabisin duit," ujarnya.
"Terlepas orang tua punya uang atau tidak. Karena tidak ada nilai tambah edukatif, intinya itu," kata dia.
Sementara itu, pelaku wisata meminta agar Dedi mau melonggarkan aturan itu dan kembali membolehkan study tour. Mereka mengatakan saat ini, pekerja wisata kehilangan ceruk pendapatan. Mereka makin kecewa setelah aksi massa di depan Gedung Sate tidak ditanggapi langsung oleh Dedi.
"Jadi begini, kemarin tuh kita para pelaku pariwisata menginginkan untuk adanya perubahan. Perubahan itu tidak harus mencabut yang namanya edaran Gubernur Dedi Mulyadi. Tapi, mereka kalau saya lihat itu pengen ada solusi, jangan sampai mematikan jadi ingin ada perubahan-perubahan," kata Pemilik PO Bus, Abung, juga pada 23 Juli.
Simak Video " Video: Bus-bus Pendemo Sekat Akses ke Flyover Pasupati"
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Didemo Pelaku Wisata, Gubernur Dedi: Jelas Sudah Study Tour Itu Piknik
Forum Orang Tua Siswa: Study Tour Ngabisin Duit!
Pendemo: Dedi Mulyadi Tidak Punya Nyali Ketemu Peserta Demo Study Tour