Kebijakan kafe dan restoran yang memutar musik harus membayar royalti membuat PHRI NTB menyerukan agar kafe dan resto menyetop pemutaran musik di tempat mereka.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menegaskan restoran dan kafe yang memutar suara musik wajib hukumnya untuk membayar royalti.
Bahkan jika kafe dan resto itu memutar suara-suara alam seperti kicauan burung sampai gemericik air, mereka juga harus tetap membayar royalti, karena dianggap tidak ada bedanya dengan lagu yang diputar di ruang publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Termasuk itu tadi, musik, suara alam, suara binatang, burung dan lain sebagainya. Karena itu direkam kan, ada proses di situ. Selama dia diputar di ruang publik, pasti dia akan kena aturan itu," ujar Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, Perry Markus, saat dihubungi tim detikBali, Selasa (5/8/2025).
Menanggapi hal itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Barat (NTB) pun menyerukan agar pelaku usaha kafe dan restoran di wilayah mereka untuk berhenti memutar musik bila tidak ingin terkena kasus pidana atas aturan royalti.
"Kalau memang berat rasanya (membayar royalti) tidak usah memutar lagu biar tidak jadi masalah," kata Ketua PHRI NTB Ni Ketut Wolini, seperti dikutip dari Antara, Jumat (8/8/2025).
Ketut mengatakan kasus royalti lagu yang menjerat bos Mie Gacoan di Bali menimbulkan kekhawatiran bagi kalangan pelaku usaha kafe dan restoran di Nusa Tenggara Barat.
Sudah Diterpa Pandemi, Kini Wajib Bayar Royalti
Menurut dia, pemerintah harus segera melakukan sosialisasi secara masif terlebih dahulu, agar seluruh masyarakat tahu tentang aturan royalti musik.
"Bayangkan kami di NTB ini tahun 2018 mengalami gempa, kemudian tahun 2019 pandemi Covid, sekarang efisiensi. Bagaimana kami bisa bangkit? Sekarang baru mau bangkit diterpa (royalti lagu) seperti ini," ucap Ketut.
Ketut juga mempertanyakan rumor tentang aturan royalti musik yang menghitung jumlah kursi kafe dan restoran, dengan tarif dapat mencapai Rp120 ribu per kursi per tahun. Bila satu kafe atau restoran memiliki jumlah kursi yang banyak mencapai puluhan, membuat angka setoran royalti mereka jadi tidak sedikit.
PHRI NTB menegaskan pajak royalti musik memberi beban tambahan bagi pelaku usaha kafe dan restoran di NTB. Padahal, sekarang iklim usaha tengah dihantam situasi perlambatan laju pertumbuhan ekonomi yang saat ini terjadi.
Aturan royalti musik sendiri tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti lagu maupun musik.
Meski pengusaha kafe dan restoran sudah berlangganan layanan streaming pemutar musik, namun tidak otomatis mencakup izin untuk pemutaran musik di ruang publik komersial.
Simak Video "Video: LMKN Tengah Bahas Penyesuaian Tarif Royalti Musik untuk Kafe-Resto"
[Gambas:Video 20detik]
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom