Kementerian Lingkungan Hidup menyegel 4 hotel di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat karena mencemari lingkungan. Belasan hotel lainnya akan diperiksa dan akan ditindak jika melanggar.
Dari data Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) di segmen satu Sungai Ciliwung (Puncak, Bogor) terdapat 22 hotel bintang tiga ke atas yang berpotensi mencemari lingkungan. Empat hotel telah disegel, sejak Sabtu 9 Agustus 2025 lalu, sisanya akan diperiksa bertahap.
"Tidak ada kompromi untuk pencemar lingkungan. Penyegelan ini adalah langkah tegas menyelamatkan Ciliwung dari hulu dan memastikan setiap pelaku usaha taat pada aturan," tegas Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya 4 hotel yang disegel dan dipasang papan peringatan serta garis PPLH oleh GAKKUM KLH/BPLH adalah Griya Dunamis by SABDA, Taman Teratai Hotel, The Rizen Hotel, dan New Ayuda 2 Hotel/Hotel Sulanjana.
Keempatnya terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap ketentuan persetujuan lingkungan, termasuk membuang limbah cair langsung ke aliran Sungai Ciliwung tanpa pengolahan sesuai baku mutu. Salah satu kasus paling mencolok adalah The Rizen Hotel yang menjadi penyumbang terbesar pencemaran air karena tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Hasil pemeriksaan lapangan mengungkap sejumlah pelanggaran:
- Tidak memiliki dokumen dan persetujuan lingkungan sebagaimana diamanatkan peraturan;
- Tidak memiliki persetujuan teknis pemenuhan baku mutu air limbah;
- Tidak melakukan pengolahan air limbah domestik (grey water) dari restoran, MCK penginapan, toilet, kantor, dan mushola;
- Membuang air limbah langsung ke tanah atau mengalirkannya ke septic tank tanpa pengolahan lanjutan;
- Overflow limbah domestik langsung mengalir ke anak sungai yang bermuara ke Ciliwung; dan
- Tidak ada pencatatan atau pemantauan kualitas air limbah.
Selain itu, Hotel Sulanjana, Taman Teratai Hotel, dan Griya Dunamis tidak memiliki perizinan berusaha untuk lokasi usaha penginapan.
Setelah hotel berbintang ditertibkan, langkah akan dilanjutkan ke hotel kelas Melati di segmen yang sama, lalu ke segmen dua dan seterusnya.
Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Irjen. Pol. Rizal Irawan, menegaskan pelanggaran ini tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat. "Hotel-hotel ini menerima tamu setiap hari, tetapi ternyata abai terhadap kewajiban lingkungan. Tidak ada toleransi bagi pelaku usaha yang mengabaikan aturan, apalagi sampai membuang limbah langsung ke tanah," ujar Rizal.
Dia juga menambahkan, "Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi indikasi perbuatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran. Tim kami akan memproses secara tuntas, termasuk sanksi administratif dan pidana bila tidak segera memperbaiki sesuai jangka waktu yang diberikan."
Menurut KLH/BPLH, pencemaran di hulu berkontribusi besar terhadap penurunan kualitas air Ciliwung. Pemantauan menunjukkan parameter pencemar seperti BOD, COD, dan TSS di hulu sudah melampaui baku mutu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain penindakan hotel, KLH/BPLH juga telah menertibkan 33 unit usaha pelanggar tata kelola lingkungan di hulu DAS Ciliwung. Dalam sidak 27 Juli 2025, dari 33 usaha yang izinnya dicabut, hanya sebagian memulai pembongkaran.
Namun, lebih dari separuh belum melakukan langkah konkret sehingga Menteri memberi ultimatum pembongkaran harus rampung akhir Agustus atau negara akan mengeksekusi.
Direktur Pengaduan dan Pengawasan, Ardyanto Nugroho, menekankan tidak ada alasan ketidaktahuan. "Kewajiban memiliki dokumen lingkungan, pengolahan air limbah, dan pemenuhan baku mutu adalah syarat mutlak. Semua pelaku usaha wajib memenuhinya sejak awal beroperasi, tidak boleh ada yang abai. Kami akan terus menyisir hotel-hotel lain. Harapan kami agar dapat memperbaiki kualitas air Sungai Ciliwung," kata Ardyanto Nugroho.
Menteri Hanif menutup dengan ajakan publik untuk terlibat aktif. "Restorasi Ciliwung bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Partisipasi publik sangat penting agar pengawasan berjalan efektif," pungkasnya.
(ddn/wsw)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Tanduk Raksasa Ditemukan Warga Blora, Usianya Diperkirakan 200 Ribu Tahun