Hanya Dalam Waktu 6 Tahun, Sawah Seluas 6.521 Hektar di Bali Lenyap
Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Hanya Dalam Waktu 6 Tahun, Sawah Seluas 6.521 Hektar di Bali Lenyap

Rizki Setyo Samudero - detikTravel
Kamis, 18 Sep 2025 16:06 WIB
Wisatawan mancanegara menaiki sepeda berkeliling persawahan saat berkunjung di Desa Jatiluwih, Tabanan, Bali, Jumat (25/4/2025). Berwisata menggunakan sepeda menjadi wahana favorit di objek wisata yang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia tersebut dengan tarif sewa Rp150 ribu - Rp350 ribu per orang dengan durasi satu jam. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nz
Persawahan Jatiluwih di Bali (ANTARA FOTO/NYOMAN HENDRA WIBOWO)
Denpasar -

Alih fungsi lahan jadi masalah serius di Bali. Hanya dalam waktu 6 tahun, sawah seluas 6.521 hektar di Bali lenyap, berubah jadi bangunan seperti rumah-vila.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali menyebut lahan persawahan di Pulau Dewata berkurang sebesar 9,19 persen dalam periode 2019-2024 atau enam tahun terakhir. Rata-rata lahan persawahan yang lenyap per tahun di Bali sekitar 1,53 persen.

"Pada intinya dalam enam tahun ada pengurangan sawah 6.521 hektare (ha)," ujar Kabid Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Bali, I Made Herman Susanto, saat rapat bersama DPRD Bali di Kantor DPRD Bali, Denpasar, Rabu (17/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Herman menyebut alih fungsi lahan di Bali tergolong rendah. Berdasarkan data, dia berujar, Kota Denpasar menjadi wilayah yang paling tinggi penurunan lahan sawahnya dibandingkan kabupaten lainnya di Bali.

"Dalam enam tahun itu 38,83 persen, per tahunnya 6,34 persen (lahan sawah di Denpasar berkurang)," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Herman membeberkan Gianyar menjadi wilayah kedua dengan penurunan lahan sawah sebesar 18,85 persen selama enam tahun atau sekitar 2,47 persen per tahun. "Yang paling kecil adalah Tabanan karena wilayah Tabanan cukup besar wilayahnya untuk LSD (lahan sawah dilindungi)," sambungnya.

Menurut Herman, alih fungsi lahan terjadi karena adanya perubahan dalam tata ruang. Ia mencontohkan lahan di Denpasar yang telah dikonversi dalam 10 tahun untuk menjadi perencanaan bukan tanah sawah.

"Di tata ruangnya kemudian berubah sehingga bisa dilakukan pengurangan untuk LSD itu sendiri," jelas Herman.

Seperti diketahui, alih fungsi lahan menjadi sorotan setelah banjir hebat menerjang wilayah Bali pada Rabu (10/9). Belasan nyawa melayang akibat tertimbun reruntuhan bangunan hingga hanyut terbawa banjir.

Berdasarkan catatan detikBali, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali pernah menyatakan masifnya pembangunan dan alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan sekitar 2.000 ha sawah di Bali lenyap per tahun.

Walhi Bali menilai kebijakan moratorium pembangunan seharusnya sudah diterapkan sejak lama lantaran Bali sudah overbuild. Sebab, banyak ruang hijau yang sudah berubah menjadi bangunan.

Berdasarkan data yang dihimpun Walhi Bali pada periode 2000-2020, luas sawah yang tersisa di Denpasar dan Badung hanya sekitar 3.000-an ha.

Angka tersebut menyusut dari luas sawah pada tahun 2000 yang kurang lebih sekitar 7.000-an ha. Terjadi pengurangan luas sawah sebesar 4.334,01 ha atau 23,44 persen dalam kurun waktu 20 tahun.

---------

Artikel ini telah naik di detikBali.




(wsw/wsw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads