Bangun Tembok Halangi Akses Warga, Gubernur Koster Minta GWK Bongkar

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bangun Tembok Halangi Akses Warga, Gubernur Koster Minta GWK Bongkar

Rizki Setyo Samudero, Made Wijaya Kusuma - detikTravel
Senin, 29 Sep 2025 16:10 WIB
Kondisi tembok GWK Cultural Park yang menghalangi akses warga Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Jumat (26/9/2025). (Fabiola Dianira/detikBali)
Kondisi tembok GWK Cultural Park yang menghalangi akses warga Desa Ungasan (Fabiola Dianira/detikBali)
Denpasar -

Gubernur Bali, Wayan Koster meminta kepada pengelola Garuda Wisnu Kencana (GWK) untuk membongkar tembok yang disebut menghalangi aktivitas warga.

Koster menegaskan sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak di Desa Ungasan terkait polemik tembok pembatas lahan yang mengganggu warga tersebut.

"Jadi karena itu saya juga meminta pihak GWK agar membuka tembok itu supaya akses masyarakat yang selama ini menggunakannya sehari-hari, ada anak sekolah, orang kerja dari desanya ke tempatnya, itu bisa berjalan dengan normal kembali," kata Koster seusai rapat paripurna DPRD Bali di kantor Gubernur Bali, Senin (29/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun pengelola GWK mengklaim lahan adalah itu tanah milik mereka, Koster menilai GWK tidak akan rugi dengan membuka jalan tersebut.

"Saya kira GWK juga nggak akan rugi dengan merelakan jalan itu untuk tetap difungsikan dan digunakan oleh masyarakat," sambung Koster.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya, Gubernur Koster menegaskan bahwa pengelola GWK harus bijak dalam menyikapi persoalan ini. Menurutnya, meski jalan berada di kawasan GWK, warga sudah lama menggunakannya sebagai akses vital.

"Jalan itu sudah ada sejak lama. Di kiri-kanannya dulu merupakan lahan milik warga yang kemudian dijual ke pihak GWK. Karena lokasinya berada di dalam kawasan GWK, secara formal memang menjadi kewenangan GWK untuk mengatur. Tetapi jangan hanya memakai pendekatan formal," ujar Koster, Sabtu (27/9).

Menurut Koster, GWK sebaiknya mengedepankan pendekatan kultural dan kemasyarakatan agar kawasan pariwisata itu tidak menjadi wilayah eksklusif yang justru merugikan warga.

"GWK harus menjadikan lingkungan masyarakat sebagai kekuatan penopang, bukan dianggap sebagai lawan atau gangguan. Kalau bermusuhan dengan masyarakat, situasinya akan terus bermasalah dan tidak kondusif," tegasnya.

Koster menjelaskan jalur itu pada awalnya merupakan lahan warga yang kemudian berkembang menjadi jalan desa. Seiring waktu, pemerintah juga mengaspalnya hingga menjadi akses utama antar desa.

"Secara formal, GWK memang punya hak karena lahannya sudah dibeli. Tapi jangan terlalu kaku," tambahnya.

--------

Artikel ini telah naik di detikBali, bisa dibaca selengkapnya di sini dan di sini.




(wsw/wsw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads