3 Motif Batik yang Tak Boleh Dipakai Sembarangan dan Alasannya

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

3 Motif Batik yang Tak Boleh Dipakai Sembarangan dan Alasannya

Tya Eka Yulianti - detikTravel
Kamis, 02 Okt 2025 20:14 WIB
Contoh Motif Batik Parang
Motif Batik Parang (Shutterstock)
Bandung -

Di Hari Batik Nasional, mari mengenal 3 motif batik yang tidak boleh dipakai sembarangan dan alasan di baliknya.

Sebagai warisan budaya tak benda yang diakui dunia, batik kini semakin populer dan menjadi pilihan busana favorit untuk berbagai acara. Namun, di balik keindahan dan keberagamannya, tersimpan sejarah serta aturan tak tertulis yang mengikat beberapa motif batik tertentu.

Beberapa motif batik memiliki makna filosofis dan tingkat kesakralan yang tinggi, sehingga penggunaannya tidak bisa sembarangan, terutama di lingkungan adat dan keraton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini daftar motif batik yang sebaiknya tidak dipakai sembarangan, disertai dengan alasannya.

1. Batik Parang: Simbol Kekuatan Raja

Salah satu motif batik yang paling dikenal dan memiliki larangan penggunaan adalah Batik Parang. Motif ini tidak boleh sembarangan dipakai, bahkan sangat dilarang bagi masyarakat biasa di lingkup Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran Solo.

ADVERTISEMENT

Menurut pemerhati sejarah, Kanjeng Nuky, Batik Parang memiliki simbol kekuatan yang mulanya digunakan khusus untuk raja.

"Arti parang adalah dari kata lereng atau pereng, yang menggambarkan semangat yang tidak pernah padam. Hal yang harus dimiliki oleh seorang raja atau ksatria," jelas Kanjeng Nuky di Museum Radya Pustaka pada 2023 lalu seperti dikutip dari detikJateng.

Oleh karena itu, di era modern sekalipun, Batik Parang secara tradisional hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarganya di lingkup keraton.

"Hanya boleh dikenakan oleh keluarga raja karena ya itu tadi, dibuat untuk raja, untuk menampilkan spirit dari seorang raja yang tersirat dalam motifnya," tambahnya.

Larangan ini bahkan tetap berlaku apabila seseorang memasuki area keraton atau mengikuti acara adat yang sedang berlangsung. Meskipun demikian, masyarakat umum masih diperbolehkan mengenakan Batik Parang selama tidak memasuki lingkup keraton.

Namun, Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan, Alpha Fabela Priyatmono, menekankan pentingnya menghargai warisan leluhur. Ia mengimbau agar penggunaan Batik Parang tidak sembarangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dijadikan keset, serbet, atau pola lantai.

"Kita harus menghargai karya-karya leluhur, jadi jangan sampai motif-motif tradisional yang mempunyai makna yang bagus itu pemakaiannya enggak pas," ucap Alpha. Ini bukan berarti mengkultuskan, melainkan bentuk penghormatan terhadap nilai budaya yang diwariskan.

2. Batik Kawung, Simbol Kesucian

Selain motif Parang, ada juga motif Batik Kawung yang dulunya hanya boleh dikenakan kerabat kerajaan. Motif Kawung berbentuk empat elips simetris yang mengelilingi pusat, menyerupai bunga teratai. Dalam budaya Jawa, pola ini dikenal sebagai keblat papat lima pancer, melambangkan empat penjuru mata angin dengan satu pusat diri manusia.

Makna bunga teratai sendiri adalah kesucian dan kesempurnaan, sehingga pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, rakyat jelata dilarang memakai motif Kawung.

3. Batik Huk, Simbol Pemimpin yang Bijak

Motif lain yang juga termasuk larangan adalah Batik Huk. Motif ini cukup unik karena terdiri dari berbagai ornamen seperti burung, binatang, kerang, tumbuhan, hingga sayap garuda.

Setiap simbol memiliki makna masing-masing:

Kerang : kelapangan hati
Tumbuhan : kemakmuran
Sayap : ketabahan
Burung & Garuda : kewibawaan dan kebesaran

Batik Huk sering dipakai sebagai simbol pemimpin yang berwibawa, berbudi luhur, dan mampu membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.

Mengapa Motif Batik Tertentu Tidak Boleh Dipakai Sembarangan?

Ada beberapa alasan mengapa motif batik tertentu tidak boleh digunakan sembarangan:

1. Menghormati tradisi leluhur

Batik larangan diciptakan dengan filosofi mendalam, sehingga penggunaannya tidak bisa diperlakukan biasa saja.

2. Pembeda status sosial

Dahulu, motif tertentu dipakai untuk menunjukkan kedudukan raja, keluarga kerajaan, dan pejabat tinggi.

3. Menjaga kesakralan

Menggunakan motif sakral sebagai keset, pola lantai, atau benda sepele dianggap tidak pantas dan merendahkan makna budaya.

--------

Artikel ini telah naik di detikJabar.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video: Seberapa Kenal Kamu dengan Batik di Indonesia?"
[Gambas:Video 20detik]
(wsw/wsw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads