GIPI Tidak Ada dalam Revisi UU Kepariwisataan, Astindo Buka Suara!

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

GIPI Tidak Ada dalam Revisi UU Kepariwisataan, Astindo Buka Suara!

Syanti Mustika - detikTravel
Senin, 13 Okt 2025 20:40 WIB
The travel agent keeps tickets for the plane in the travel agency.  She offers them to clients. Couple at the travel agency office prepairing for a summer vacation. Concept for travel agent.
Ilustrasi (Getty Images/iStockphoto/dragana991)
Jakarta -

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) mengungkapkan kekecewaannya kepada pemerintah karena merasa pemerintah tak melibatkan pelaku wisata dalam perekonomian nasional sesuai Revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Astindo (Asosiasi Travel Indonesia) pun juga ikut berkomentar.

Dihubungi detikTravel, Senin (13/10/2025) Pauline Suharno, Ketua DPP Astindo tak bisa menyembunyikan kekagetannya saat mengetahui pelaku wisata tidak dilibatkan dalam ekosistem wisata. Padahal dengan adanya GIPI, para asosiasi travel mendapatkan kemudahan dalam menjalin kolaborasi dengan asosiasi lain.

"Kita itu merasa sangat bagus sekali dengan adanya GIPI karena kita bisa memperkuat koordinasi antar sesama asosiasi hingga kita tuh bisa kolaborasi, bisa koordinasi dengan asosiasi-asosiasi lain yang berhubungan dengan sektor pariwisata. Nah, jadi ketika di GIPI dihapuskan, lalu bagaimana dengan kita? Nah, kalau kita swasta, kita bilang, "Ya sudah, kita lanjutkan." Toh selama ini kita sudah merasakan manfaat dari keberadaan GIPI untuk kita,"

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi kembali lagi bagi pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, kementerian, GIPI harusnya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan-kegiatan atau mendukung program kerja pemerintah. Sebagai contoh, ketika Dinas Pariwisata misalkan mereka harus melakukan upaya promosi destinasi. Ya kan? Nah, orang dinasnya sendiri, pegawai dinas, mereka cuma bisa promosi destinasinya saja. Mereka tidak bisa mempromosikan fasilitas, paket perjalanan, ataupun event yang bisa yang bisa dibuat di daerah. Yang bisa melakukan itu hanyalah swasta. Kalau dia enggak gandeng swasta, kalau dia enggak gandeng GIPI, kalau enggak gandeng pelaku, mereka mau ngajak siapa untuk promosi," ujar Pauline.

ADVERTISEMENT

Dia menambahkan dengan dihapuskannya GIPI, pemerintah akan mengalami kesulitan sendiri saat membutuhkan para asosiasi. Mau tidak mau, pemerintah harus menghubungi satu per satu agen untuk berkoordinasi.

"Kalau selama ini karena GIPI ada di undang-undang sehingga pemerintah ini kan tinggal menarik GIPI untuk koordinasi. Ketika tidak ada GIPI di situ, ya dia harus berhubungan dengan masing-masing asosiasi. Yang which is buat dia malah akan lebih ribet karena kan pelaku itu kan beda-beda. Kalau dengan GIPI kan yang biasanya langsung GIPI dan akan teruskan ke bawahnya semua sebagai payung. Malahan kalau kita bilang kemunduran UU yang tadinya sudah bagus malahan akhirnya jadi mundur karena dengan dihapuskannya GIPI, tidak adanya nya upaya promosi pariwisata yang lebih masif gitu," jelasnya.

Lebih lanjut, Pauline juga telah mempersiapkan langkah jika pemerintah benar-benar tidak lagi melibatkan GIPI dalam ekosistem. Sebagai travel agent, mereka akan tetap menjual paket wisata yang dibutuhkan masyarakat.

"Kami sudah berhasil membuktikan bahwa selama Covid itu kita survive. Kalau travel agent itu kan apapun dijual ya selama di mana memang ada. Kalau misalkan memang situasi pariwisata Indonesia atau pemerintah tidak atau belum bisa mendukung upaya-upaya promosi destinasi Indonesia. Nah, ya kita akan lakukan upaya menjual apapun yang dibutuhkan oleh masyarakat," tambahnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran. Dia menilai revisi UU Kepariwisataan yang menghilangkan GIPI sebagai pihak yang terlibat dalam pengembangan wisata sama saja menghambat pertumbuhan wisata. Maulana menyebut GIPI adalah rumah besar bagi seluruh pelaku dan asosiasi pariwisata Indonesia.

GIPI lahir sebagai amanat dari UU Kepariwisataan nomor 10 tahun 2009 sebagai wadah resmi pelaku industri dan pemerintah. Wadah itu dapat mempermudah kolaborasi pemerintah dan swasta untuk mengembangkan produk dan melakukan pemasaran.

PHRI termasuk dalam GIPI sebagai pelaku industri wisata di bidang akomodasi dan penginapan. Adanya GIPI mempermudah PHRI melakukan kerja sama dengan pemerintah dan sektor lain untuk mengembangkan pariwisata Indonesia.

"Kalau rumah besarnya hilang, maka tidak ada konsolidasi jadinya jalan sendiri-sendiri. Ada rumah besar jadi lebih gampang untuk kolaborasi pengembangan pasar," kata Alan.

Dengan kondisi, Alan bersama PHRI dan GIPI berencana mengirim surat para Presiden Prabowo untuk menjelaskan hambatan industri pariwisata. Alan berhadap ada pertimbangan yang lebih bijak demi kemajuan dan perkembangan industri hotel serta pariwisata di Indonesia.




(sym/wsw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads