Alih Fungsi Lahan Merajalela, Wagub Bali Salahkan Omnibus Law

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Alih Fungsi Lahan Merajalela, Wagub Bali Salahkan Omnibus Law

Antara - detikTravel
Rabu, 15 Okt 2025 18:05 WIB
Wisatawan berkunjung di Pantai Echo Canggu, Badung, Bali, Senin (1/9/2025). Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali I Putu Winastra mengatakan antusias wisatawan mancanegara masih tinggi untuk ke Bali dan situasi pariwisata masih kondusif pasca terjadi aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh pada Sabtu (30/8). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nz
Ilustrasi wisatawan di pantai Bali (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Badung -

Alih fungsi lahan merajalela di kawasan Badung, Bali. Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta menyebut masalah itu gara-gara Omnibus Law.

Alih fungsi lahan produktif di Kabupaten Badung, Bali, menjadi semakin banyak akibat mudahnya perizinan dengan adanya aturan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Hal ini disampaikan Giri Prasta merespons data alih fungsi di Kabupaten Badung sejak 2020-2024 atau selama kepemimpinannya sebagai bupati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Siapapun sebagai pemerintah sudah pasti tidak menginginkan terjadinya alih fungsi lahan, apalagi tanah yang dikonversi, nah ketika kemarin saya menjadi bupati itu ada Omnibus Law, nah itu," kata dia.

Giri Prasta mengatakan konversi lahan besar-besaran tak hanya terjadi di Badung, namun seluruh Indonesia dan di Bali menjadi terasa akibatnya, sebab daerah pariwisata yang diminati banyak pihak.

ADVERTISEMENT

Seperti diketahui, tahun 2020 alih fungsi lahan di Kabupaten Badung sebanyak 26,03 hektare, tahun berikutnya naik mencapai 72,71 hektare, kembali naik pada 2022 menjadi 142 hektare, 2023 bertambah jadi 173,33 hektare, dan 2024 luasnya mencapai 348 hektare.

Undang-Undang Cipta Kerja yang menyederhanakan perizinan bagi pengusaha kemudian menurut Giri telah mempermudah mereka dengan modal kecil dapat berusaha.

"Omnibus Law ini menggabungkan regulasi bisa dijadikan satu, adanya Online Single Submission (OSS), kemudian pemodal asing itu Rp10 miliar bisa membangun loh, lalu jalur hijau yang dibangun usaha boleh Rp5 miliar ke bawah, apalagi lahan sawah dilindungi boleh dibangun 30 persen," ujar Giri Prasta.

"Dengan OSS ini dia bisa mencari NIB saja cukup, itu dilakukan, ini memang kewalahan bagi kita semua, bukan hanya Badung," sambungnya.

Regulasi yang tumpang tindih antara kebijakan pemerintah pusat dan peraturan daerah ini yang membuat Pemprov Bali maupun kabupaten/kota sulit mengontrol alih fungsi lahan.

Pemprov Bali pun mendorong keterlibatan mereka, serta mendesak pemerintah pusat membuat kebijakan khusus bagi Bali dimana penanaman modal asing harus di atas Rp100 miliar.

Dengan demikian maka ada kontrol daerah maupun aparat penegak hukum di daerah jika terjadi pelanggaran terkait konversi lahan produktif menjadi sarana prasarana pariwisata.

Pemerintah daerah juga tak takut kehilangan investor, sebab tingginya nilai investasi di Bali akan menjaring investor-investor yang tidak berkualitas dan semakin memperbaiki citra pariwisata Bali.

"Memang kami inginnya investor yang datang ke Bali ini berkualitas, ketika saya jadi bupati dulu saya sudah sampaikan salah satu contoh tentang exhibition (pameran), Bali didukung oleh manusia, alam, dan budaya Bali, maka Bali ini akan menjadi pusat pariwisata internasional yang ada di dunia," kata Giri Prasta.




(wsw/wsw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads