Tragedi meninggalnya seorang pramugari Eva Air bernama Sun (34) menimbulkan kemarahan sekaligus empati dari serikat pekerja Taoyuan. Mereka meminta Kementerian Tenaga Kerja Taiwan segera melakukan penyelidikan.
Sun diduga meninggal akibat kelelahan bekerja pada Rabu (8/10/2025). Dia sakit dalam penerbangan 13 jam dari Milan ke Taiwan pada 24 September.
Yang bikin miris, maskapai meminta surat cuti Sun meski dia telah tutup usia. Serikat Pramugari Taoyuan, yang mewakili kru EVA Air, mengecam kebijakan cuti sakit maskapai yang ketat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Aviation pada Sabtu (18/10), serikat pramugari menyatakan kebijakan tersebut secara tidak langsung menekan staf untuk bekerja meski sedang sakit. Serikat Awak Kabin EVA Air pun menilai bahwa sistem cuti sakit di maskapai tersebut cenderung bersifat menghukum.
Mereka menyatakan mengambil cuti sakit dapat menyebabkan perubahan total pada jadwal penerbangan pramugari atau awak kabin. Selama ini, cuti sakit bukan hanya menyulitkan secara logistik, tetapi juga berdampak langsung pada penilaian kinerja tahunan mereka. Akibatnya, banyak kru tetap bekerja meskipun sedang sakit, demi menghindari penurunan performa kerja di mata perusahaan.
Selain itu, sistem ini juga mempengaruhi aspek finansial. Mengambil cuti sakit bisa membuat kru kehilangan kelayakan untuk menerima bonus tahunan.
Serikat pekerja mendesak manajemen EVA Air agar tidak lagi menggunakan pendekatan hukuman terhadap awak yang sakit, melainkan menciptakan sistem yang mendukung pemulihan kesehatan. Mereka menegaskan bahwa awak kabin bekerja dalam kondisi yang melelahkan, dengan jam kerja panjang dan lingkungan bertekanan tinggi, sehingga cuti sakit seharusnya dianggap sebagai hak, bukan pelanggaran.
Rekan-rekan Sun juga mendesak para eksekutif untuk menunjukkan empati yang lebih besar terhadap penyakit kru dan mengganti manajemen kehadiran. Menyikapi keluhan atas aturan Eva Air, Kementerian Tenaga Kerja Taiwan sedang menyelidiki kebenaran situasi tersebut.
Jika terbukti bersalah, maskapai tersebut dapat menghadapi denda yang signifikan karena melanggar standar perlindungan tenaga kerja. Sebelumnya Eva Air mengklaim kebijakan tersebut justru bisa mencegah karyawan yang sakit untuk bekerja.
Kasus ini telah memicu kembali perdebatan global tentang penanganan kesehatan kru. Pramugari diminta untuk punya fisik bugar, selalu waspada untuk menangani kondisi darurat dalam penerbangan, dan tidak boleh sakit.
Padahal, pramugari sangat rentan terhadap masalah kesehatan karena jam kerja yang panjang, tidak teratur, banyak berada di kabin dengan tekanan dan ketinggian tertentu. Kondisi ini tentu saja berdampak pada kekebalan tubuh dan penundaan pemulihan.
Para pakar penerbangan mengingatkan maskapai untuk melakukan modernisasi kebijakan kesejahteraan awak pesawat, transparansi sistem cuti sakit, akses lebih baik ke konsultasi medis dalam penerbangan, dan fleksibilitas yang lebih besar untuk pemulihan awak pesawat.
Tragedi EVA Air diyakini sebagai peringatan bagi maskapai penerbangan di seluruh dunia untuk mengevaluasi kembali bagaimana mereka menyeimbangkan tuntutan operasional dengan kesejahteraan karyawan.
(bnl/row)












































Komentar Terbanyak
Pembegalan Warga Suku Baduy di Jakpus Berbuntut Panjang
Denda 50 Kerbau Menanti Pandji Pragiwaksono usai Candaan Adat Toraja
Kisah Sosialita AS Liburan di Bali Berakhir Tragis di Tangan Putrinya