Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah (Jateng), Fahmi Bastian mengingatkan bahwa kawasan pesisir utara atau Pantura Jateng sudah berada dalam kondisi kritis. Ia menyebut kawasan Kota Lama Semarang bisa tenggelam dan berubah menjadi lautan pada 2045.
Fahmi mengatakan, Pantura termasuk Kota Semarang, Pekalongan, Demak, berada dalam kondisi yang sangat kritis, dilihat dari banjir yang merendam hingga seminggu lebih di Jalan Pantura Kaligawe, hingga penurunan muka tanah (land subsidence).
Ketiga daerah itu disebut paling berpotensi tenggelam akibat krisis iklim. Jika tidak ada langkah mitigasi serius, ia bahkan menyebut kawasan Kota Lama Semarang bisa tenggelam dan berubah menjadi laut pada 2045.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Land subsidence kalau di Semarang di angka 8-12 cm. Tapi tiap tahun nggak sama, 5 cm. Ya, 2045 seperti Kota Lama itu ya juga sudah bisa jadi lautan itu," kata Fahmi, Sabtu (15/11/2025).
Hal senada juga diutarakan peneliti BRIN, Destika Cahyana, saat dihubungi detikTravel, Selasa (18/11/2025). Hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah perlindungan wilayah pesisir.
"Isu besarnya itu seharusnya adalah Coastal Protection yang sudah mendesak dan sudah sudah harus dilakukan oleh pemerintah. Dan bentuk perlindungannya itu tergantung dari geomorfologi pesisirnya sama masyarakat setempatnya," kata Destika.
Lanjutnya, perlindungan pesisir ini ada tiga metode, yaitu secara biologis, rekayasa teknik sipil dan cara kimia. Ada juga yang terbaru dengan teknik campuran.
"Sebetulnya teorinya itu kan perlindungan pesisir itu bisa dengan berbagai cara. Cara pertama itu dengan cara biologis, maksudnya dengan vegetasi, misalnya dengan penanaman mangrove. Cara yang kedua dengan fisik dengan rekayasa teknik sipil misalnya dengan pembangunan giant sea wall itu. Yang ketiga dengan kimia ya, dengan kimia itu berarti dengan pemberian bahan-bahan kimia khusus," jelasnya.
Destika menjelaskan bahwa perlindungan kawasan pesisir tak bisa dengan satu cara saja. Butuh kajian tiap daerah dan tak bisa dengan satu cara saja.
"Itu enggak bisa satu tunggal saja digunakan. Jadi kalau hanya menanam mangrove saja, itu juga tidak akan mampu melindungi Pantura. Begitu juga kalau hanya dengan ini saja apa rekayasa teknik sipi. Ini tidak efektif karena kan ada masyarakatnya ya, terus bentuknya belum tentu cocok. Jadi harus dikombinasikan," lanjutnya.
"Bahkan ada yang namanya itu hybrid engineering, jadi penanaman mangrove misalnya itu kombinasikan dengan rekayasa teknik sipil. Ini adalah hal yang mendesak yang harus dilakukan pemerintah. Harus didukung itu," tambahnya.
Destika mencontohkan perlindungan pesisir yang dilakukan oleh Jepang. Walau kotanya berada di tepi pantai, namun Jepang tetap melakukan perlindungan yang ramah lingkungan.
"Kayak di Jepang itu misalnya di pesisir-pesisir itu kan sudah ganti menjadi kota, tapi tetap ramah sama lingkungan. Karena iya karena kotanya itu di atas laut gitu kan, jadi pakai tiang-tiang pancang kayak gitu,"lanjutnya.
Isu kenaikan air laut ke daratan sudah bergulir sejak lama lho. Dalam penelitian yang dipublikasikan Geophysical Research Letters pada tahun 2023, Semarang berada di posisi kedua dalam kategori kota paling cepat tenggelam di dunia. Di posisi pertama yaitu Tianjin, China dan diposisi ketiga adalah Jakarta.
Mundur lagi ke tahun 2021, Kepala Laboratorium Geodesi dari ITB, Dr Heri Andreas memprediksi Kota Pekalongan, Demak dan Semarang terancam tenggelam karena penurunan permukaan tanah. Heri mengungkap penurunan tanah di Pekalongan-Demak itu mencapai 15-20 cm per tahun.
Pernyataan Heri ini juga diperkuat oleh penelitian Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Denny Nugroho Sugianto. Dia mengatakan bahwa Semarang akan tenggelam 50 tahun lagi karena penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah yang masif. Selain itu, penurunan muka tanah di Semarang beragam dengan rata-rata 10-12 sentimeter per tahun.
"Permukaan air laut sudah naik dari dulu dan sekarang tinggal sejauh apa air masuk ke daratan. Nah, karena itu sudah berlangsung dan sudah seharusnya dilakukan dan caranya itu tidak bisa seragam itu dari barat ke timur itu. Harus dipecah-pecah, sesuai kondisi pesisirnya," tutup Destika.
(sym/wsw)












































Komentar Terbanyak
KGPH Mangkubumi Bantah Khianati Saudara di Suksesi Keraton Solo
Keraton Solo Memanas! Mangkubumi Dinobatkan Jadi PB XIV
Drama Menjelang Penobatan Raja Baru Keraton Solo