Seorang turis China, Deqing Zhuoga meninggal dunia di sebuah hostel di Canggu, Bali diduga keracunan pestisida untuk kutu busuk di penginapan tersebut. Sudah begitu, dia tidak memiliki asuransi kesehatan hingga memilih untuk tidak melanjutkan perawatan.
Dikutip dari Daily Mail, Sabtu (22/11/2025), Deqing dan sejumlah wisatawan dari negara lain sakit parah dengan gejala serupa. Deqing meninggal dunia.
Sementara itu, turis lain yang menginap di sana selamat. Mereka adalah turis China yang juga teman Deqing, Leila Li, kemudian wisatawan Jerman Melanie Irene dan Alisa Kokonozi, warga negara Saudi Alahmadi Yousef Mohammed, tamu Filipina Cana Clifford Jay, dan turis China lainnya Leslie Zhao.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deqing muntah-muntah hebat dan menggigil hingga pingsan di penginapan bertarif USD 9 (Rp 150 ribu) per malam tersebut. Sempat memeriksakan diri ke klinik, tetapi dia memilih untuk kembali ke penginapan karena tidak memiliki cukup uang.
Li menduga mereka keracunan insektisida dalam penginapan itu. Dugaan Li diperkuat oleh dr. Erta Priadi Wirawijaya, SpJP. Dia mengatakan kemungkinan besar turis-turis itu keracunan insektisida karena hostel baru saja melakukan fumigasi.
Nah, penggunaan fumigasi itu dinilai berlebihan. "Hostel tersebut diduga melakukan fumigasi menggunakan insektisida yang sangat kuat. Banyak tempat murah itu menggunakan bahan kimia, golongan organofosfat atau karbamat. Contohnya itu diklorfos, melation, chloropyrifos, atau karbaril," kata dr Erta.
"Nah, ini adalah insektisida yang sebenarnya tidak boleh digunakan sembarangan di ruangan tertutup. Kalaupun mau digunakan di ruangan, ya ruangannya itu sebaiknya ventilasinya bagus dan harus dikosongkan selama tiga hari," kata dia lagi.
dr. Erta lantas menjelaskan dampak saat bahan kimia itu terhirup oleh manusia di dalam ruang tertutup. Dia mengatakan bahwa gejalanya sangat khas. Dia yakin, Deqing tewas bukan karea diare.
"Dampaknya bagaimana kalau sampai terhirup? Kalau misalnya terhirup, dalam konsentrasi tinggi, organophosphat ini langsung bekerja menyerang sistem saraf, memblokir enzim yang dibutuhkan tubuh untuk mengatur nafas," ujar dia.
"Gejalanya itu khas, muntah terus-menerus, air liurnya berlebihan, keringat dingin, pupil mengecil, pusing, ototnya berkedut, kejang, dan akhirnya ada gagal nafas akut. Itu sebabnya seseorang itu bisa tidak bangun lagi, bukan karena diare, tapi karena paru-parunya itu berhenti bekerja," dia menegaskan.
Tak hanya itu, derita Deqing diperparah karena dia tidak memiliki asuransi dan tidak sanggup membayar biaya perawatan. Tanpa observasi dan tanpa menerima antidotum, seperti atropin, Deqing kembali ke kamar yang diduga masih terkontaminasi gas insektisida.
Keesokan harinya, korban ditemukan tidak bernyawa. dr Erta menyoroti soal asuransi turis asing di Bali.
"Nah ini harus menjadi evaluasi serius bagi Indonesia. Banyak negara mewajibkan turis itu membeli travel insurance sebelum memasuki negara tersebut. Bukan untuk menghambat wisatawan, tapi untuk melindungi mereka dan menghindarkan fasilitas kesehatan dari situasi pasien tidak mampu bayar, akhirnya dipulangkan," ujar dia.
"Sebab, kalau malam itu pasien diberi infus aja, ditidurkan di ruangan yang aman, dikasih oksigen, dipantau, dia tidak akan pulang ke kasur yang menguapkan organofosfat. (3:31) Dia tidak akan tidur telungkup menghirup racun. Dia tidak mengalami henti napas sendirian," ujar dia.
(fem/wsw)












































Komentar Terbanyak
KGPH Mangkubumi Bantah Khianati Saudara di Suksesi Keraton Solo
Melihat Gejala Turis China Meninggal di Hostel Canggu, Dokter: Bukan Musibah, Ini Tragedi
PB XIV Purbaya Hadiahi Kenaikan Gelar buat Pendukungnya, Tedjowulan Merespons