Gubernur Bali Wayan Koster membeberkan lima pelanggaran yang dilakukan oleh investor proyek lift kaca di Pantai Kelingking, Nusa Penida, Klungkung. Lift itu diminta dibongkar.
Lift kaca itu sudah dibangun. Tak main-main, nilai investasinya disebut-sebut mencapai Rp 200 miliar.
Lift kaca itu dibangun oleh PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group), PT Bangun Nusa Property (PT BNP) sebagai pemegang kuasa, dan Banjar Adat Karang Dawa (pemilik lahan yang disewa).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lift itu dimulai dibangun pada Juli 2023, diawali dengan groundbreaking 7 Juli 2023. Acara itu dihadiri perwakilan Pemkab Klungkung.
Pembangunan lift setinggi 180 meter itu kemudian menuai pro dan kontra. Koster kemudian menginstruksikan pembangunan lift itu disetop.
"Memerintahkan kepada PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group (PT Bina Nusa Property) untuk menghentikan seluruh pembangunan lift kaca," kata Koster saat konferensi pers di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Denpasar, Minggu (23/11/2025).
Koster meminta agar lift itu dibongkar karena sudah melanggar tata ruang. Pelanggaran utama adalah terkait tata ruang yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali 2009-2029.
Koster meminta PT Bina Nusa Property untuk membongkar lift kaca di Pantai Kelingking dengan tenggat waktu enam bulan. Investor juga diminta melakukan pemulihan fungsi dan kondisi tata ruang pascapembangunan lift kaca di tebing Pantai Kelingking.
"Segala biaya yang timbul atas pembongkaran lift kaca menjadi tanggung jawab sepenuhnya. PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Developmemt Group sebagaimana batas waktu, sesuai ketentuan berlaku," kata Koster.
"Ini adalah keputusan Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Klungkung," ujar Koster.
5 Pelanggaran Pembangunan Lift Kaca di Pantai Klungkung
Berikut lima pokok pelanggaran berat dalam proyek lift kaca di Pantai Kelingking, Nusa Penida, Klungkung, Bali:
1. Pelanggaran tata ruang
Tata ruang Bali diatur dalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali 2009-2029. Pembangunan lift kaca beserta bangunan pendukung di Pantai Kelingking berlokasi di kawasan sempadan jurang.
Investor disebut tidak memenuhi syarat yakni rekomendasi Gubernur Bali dan tidak ada izin kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kajian kestabilan jurang dari proyek ini juga tidak mendapat rekomendasi Gubernur Bali. Kemudian, tidak ada validasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) untuk penanaman modal asing yang terbit secara otomatis melalui OSS sebelum berlakunya PP Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR).
Sebagian besar fisik bangunan lift berlokasi di perairan pesisir yang tidak ada izin dasar kesesuaian pemanfaatan ruang laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Terkait pelanggaran ini, sanksi yang diterapkan adalah pembongkaran bangunan dan pemulihan fungsi ruang.
2. Pelanggaran lingkungan hidup
Pelanggaran kedua disebutkan bahwa pembangunan lift kaca itu menerabas PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR).
Proyek lift kaca ini disebut tidak mendapat izin kegiatan PMA yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Investor disebut hanya mengantongi rekomendasi UKL-UPL (Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang diterbitkan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung.
3. Pelanggaran perizinan
Pembangunan lift kaca itu dinilai melanggar PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) karena tidak sesuai dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KPPR). Adapun, persetujuan atau perizinan bangunan gedung hanya untuk bangunan loket tiket seluas 563,91 meter persegi.
Perizinan tersebut tidak mencakup jembatan layang penghubung yang panjangnya 42 meter dan lift kaca seluas 846 meter persegi serta tinggi 180 meter.
4. Pelanggaran tata ruang laut
Pembangunan lift kaca itu dinilai melanggar UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. UU itu dijabarkan dalam Keputusan Gubernur Bali Nomor 1828 Tahun 2017 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida di Bali.
Adapun bentuk pelanggarannya, yakni fondasi beton berlokasi di kawasan konservasi perairan pada zona perikanan berkelanjutan, sub-zona perikanan tradisional. Kawasan itu seharusnya tidak diperbolehkan untuk pembangunan bangunan wisata, termasuk bangunan berupa lift.
5. Pelanggaran wisata berbasis budaya
Pembangunan lift kaca itu dinilai melanggar Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali.
Adapun bentuk pelanggaran pada poin ini adalah proyek lift kaca itu telah mengubah orisinalitas daerah tujuan wisata.
"Mengubah orisinalitas daerah tujuan wisata. (Pelanggaran) yang ini sanksinya pidana," kata Koster.
***
Selengkapnya klik di sini.
(fem/fem)












































Komentar Terbanyak
Melihat Gejala Turis China Meninggal di Hostel Canggu, Dokter: Bukan Musibah, Ini Tragedi
PB XIV Purbaya Hadiahi Kenaikan Gelar buat Pendukungnya, Tedjowulan Merespons
Makam Ulama Abal-abal di Lamongan Dibongkar, Namanya Terdengar Asing