Bali sempat disebut sebagai destinasi wisata tidak layak dikunjungi pada 2025 oleh Fodor's Travel, penyedia panduan perjalanan asal Amerika Serikat (AS). Untuk tahun depan, Bali boleh lega, karena Fodor's tak lagi memasukkan Bali ke daftar haram tersebut.
Bali sempat disebut tak layak dikunjungi karena masalah overtourism, kemacetan, sampah, dan potensi kehilangan identitas budaya.
Kini ada destinasi lain yang disebut tak layak dikunjungi untuk tahun depan. Mengutip situs resmi Fodor's Travel daftar No List 2026 ini merupakan ajakan bagi turis untuk tidak mengunjungi beberapa tempat agar dapat pulih dari tekanan overtourism.
Berikut daftar destinasi yang tidak layak dikunjungi tahun depan karena berbagai permasalahan:
1. Antartika
Antartika tidak membutuhkan kampanye pemasaran untuk menarik pengunjung atau pendapatan pariwisata untuk mendorong perekonomian yang hampir tidak ada. Antartika sama sekali tidak membutuhkan wisatawan. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa benua itu menerima 120.000 pengunjung dari tahun 2023 hingga 2024. Jumlah tersebut diproyeksikan akan berlipat ganda pada tahun 2033, sehingga seruan untuk menahan diri menjadi krusial.
Mike Gunter, profesor ilmu politik dan ketua di Rollins College di Florida, yang mempelajari ekowisata dan kebijakan lingkungan, telah mengunjungi Antartika dan percaya bahwa ada nilai dalam kunjungan tersebut.
"Asalkan wisatawan tersebut menggunakan pengalaman mereka untuk secara substansial memengaruhi isu-isu keberlanjutan yang lebih besar. Namun, cara banyak wisatawan bepergian ke sana, dan alasan mereka melakukannya, seringkali bermasalah. Sayangnya, dalam seperempat abad terakhir, Antartika telah bergerak lebih ke arah pariwisata massal, alih-alih dunia ekowisata tradisional," ujarnya di situs resmi Fodor's.
2. Kepulauan Canary, Spanyol
Di balik pemandangan Kepulauan Canary yang seindah kartu pos, tekanan semakin meningkat. Pada paruh pertama tahun 2025 saja, kepulauan ini menyambut 7,8 juta pengunjung dan memproses lebih dari 27 juta penumpang bandara, meningkat 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Rekor ini membuat penduduk setempat mempertanyakan seberapa besar daya tampung pulau mereka.
Ribuan orang berbaris di jalan-jalan Tenerife, Gran Canaria, dan Lanzarote pada bulan Mei dengan slogan, "Canarias tiene un límite" ("Kepulauan Canary punya batas"). Pesan mereka jelas pariwisata yang booming, melonjaknya biaya perumahan, dan meningkatnya tekanan lingkungan mengancam fondasi kehidupan di pulau ini.
Pariwisata menyumbang lebih dari sepertiga PDB Kepulauan Canary dan mempekerjakan sekitar 40% penduduknya. Namun, kesuksesan ini harus dibayar dengan harga mahal.
"Warga mulai berunjuk rasa karena mereka benar-benar muak," kata John Dale Beckley, pendiri platform keberlanjutan CanaryGreen.org. "Lalu lintas adalah salah satu masalah terbesar. Perjalanan yang dulunya hanya 40 menit dari utara kini bisa memakan waktu lebih dari satu jam sekali jalan," imbuhnya.
Simak Video "Video: Ratusan Anak Muda Adu Ketangkasan di Kejurnas Barongsai di Bali"
(ddn/ddn)