Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) menjadi salah satu harta karun alam di Sumatera. Kawasan seluas 356.800 hektare ini membentang di Provinsi Lampung dan Bengkulu, menjadi rumah bagi berbagai spesies langka yang hanya ada di pulau Sumatera.
TNBBS juga mendapat pengakuan internasional, resmi ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO dalam gugusan Pegunungan Hutan Hujan Tropis Sumatera (Cluster Mountainous Tropical Rainforest Heritage Site of Sumatera). Status ini menegaskan pentingnya taman nasional ini dalam pelestarian keanekaragaman hayati global.
Melansir situs resmi TNBSS, kawasan taman nasional ini resmi menjadi Situs Warisan Gugusan Pegunungan Hutan Hujan Tropis Sumatera (Cluster Mountainouss Tropical Rainforest Herritage Site of Sumatera) oleh UNESCO.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa saja spesies endemik yang hidup di kawasan taman nasional ini?
Flora Endemik di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Melansir informasi TFAC Sumatera, TNBSS memiliki sebanyak 514 jenis pohon, 98 jenis tumbuhan bawah, 126 jenis anggrek, 26 jenis rotan, 24 jenis liana, dan 15 jenis bambu.
Selain itu, tercatat sebanyak 157 jenis (sedangkan catatan FIMP terdapat sebanyak 124 jenis) tanaman obat yang tersebar di kawasan taman nasional ini.
1. Rafflesia
Bunga Rafflesia arnoldi (muhammadfikriiakbar) |
Salah satu flora endemik yang menghiasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan adalah Rafflesia, bunga terbesar di dunia. Ukurannya bisa mencapai diameter 70 hingga 110 cm, tergantung jenis spesiesnya, menjadikannya pemandangan langka yang memukau para pengunjung taman nasional ini.
Penyebaran bunga Rafflesia di Indonesia hanya terdapat di beberapa tempat, yaitu pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Menurut catatan BRIN, setidaknya terdapat 16 jenis bunga Rafflesia yang tersebar di Indonesia.
Jenis bunga ini merupakan jenis tanaman holoparasit, yakni tidak memiliki krorofil untuk membuat makanan sendiri. Oleh karena itu, Rafflesia hidup dengan menumpang pada inangnya sebagai parasit.
Rafflesia arnoldi menjadi salah satu jenis Rafflesia yang mekar di kawasan TNBSS. Rafflesia arnoldii, dikenal sebagai bunga terbesar di dunia, keunikan struktural bunga ini serta proses reproduksinya yang rumit menjadikannya sangat rentan terhadap gangguan habitat.
2. Bunga Bangkai
Bunga titan arum (Amorphophallus titanum) dikenal sebagai bunga bangkai. Bunga ini mekar di Hutan Palupuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. (Adi Prima/Getty Images) |
Amorphophallus titanum atau bunga bangkai juga tetap menjadi perhatian para peneliti dan pengelola kawasan konservasi. Tanaman raksasa ini dapat mencapai tinggi lebih dari dua meter dan mengeluarkan aroma khas yang menarik serangga penyerbuk tertentu.
Bunga bangkai dan Rafflesia sering disebut berasal dari jenis yang sama, padahal keduanya berasal dari famili yang berbeda. Jika Rafflesia berasal dari famili Rafflesiaceace, sedangkan bunga bangkai berasal dari famili Araceae.
Bunga Bangkai memiliki bentuk tinggi ke atas, bagian tengah bunga lonjong disebut braktea, bunga bangkai berwarna krem, dan mahkotanya berbentuk lonceng. Tingginya mencapai 2 hingga 3,5 m.
Selain Rafflesia dan bunga bangkai, terdapat 11 flora endemik lain di Sumatera, di yakni Bacaurea multiflora, Madhuca magnifolia, Memecylon multiflorum, Drypetes subsymetrica, Drypetes simalurensis, Ryparosa multinervosa.
Fauna Endemik di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Taman nasional ini menjadi rumah bagi fauna endemik di Sumatera, mulai dari badak, gajah, harimau sumatera hingga orangutan. Melansir situs Tropical Forest Conservasion ACT (TFAC) Sumatera, TNBSS memiliki 122 jenis mamalia, 450 jenis burung, 123 jenis herpetofauna (reptil dan amphibi), 221 jenis insekta, 7 jenis moluska, 2 jenis krustasea, dan 53 jenis ikan.
1. Gajah Sumatera
Kondisi dua ekor gajah sumatera (Elephas Maximus Sumateranus) jinak di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu (Muhammad Izfaldi/Antara) |
Satwa besar ini dapat ditemukan di kawasan TNBSS. Gajah sumatera dikenal karena kecerdasan dan kemampuan sosial yang kompleks. Satwa ini hidup berkelompok dan berkomunikasi melalui suara infrasonik, getaran tanah, hingga sentuhan. Hal ini menjadikan gajah sebagai salah satu mamalia paling pintar dan perasa.
Populasi gajah sumatera di kawasan TNBSS diperkirakan sekitar 498 ekor dan keberadaannya terus dijaga melalui berbagai program konservasi yang dilakukan pemerintah. Kehadiran gajah sumatera sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem di hutan.
Gajah disebut sebagai insinyur hutan karena perannya membuka jalur hutan untuk jalur satwa lain. Gajah juga menyebar biji dan benih yang menimbulkan berbagai tumbuhan hidup lain.
2. Badak Sumatera
Bayi badak sumatera (dok. KLHK) |
Badak sumatera menjadi salah satu spesies paling langka di dunia dan dikenal sebagai satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula. Satwa besar ini mendiami hutan tropis di TNBSS dan telah lama menjadi fokus utama upaya konservasi karena populasinya yang terus menurun. Saat ini, jumlah badak Sumatera diperkirakan hanya 60-80 ekor.
Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia mencatat badak sumatera memiliki ketinggian sekitar 1,5 m dengan panjang tubuh sekitar 3 m dan berat mencapai 800 kg. Rhino Resource Cemter menyebut badak sumatera sebagai spesies badak terkecil di dunia.
Peran badak sumatera dalam ekosistem sangat penting. Sebagai pemakan dedaunan, ranting, dan buah hutan, badak sumatera membantu menjaga struktur vegetasi serta menyebarkan biji berbagai tanaman hutan. Kehadirannya menjadi indikator kesehatan ekosistem hutan hujan tropis di Sumatera. P
rogram konservasi di Bukit Barisan terus dilakukan untuk melindungi spesies ini dari ancaman utama seperti perburuan dan hilangnya habitat akibat konversi hutan
3. Harimau Sumatera
Harimau sumatera Liesa Johannssen/Reuters) |
Harimau sumatera merupakan salah satu spesies harimau yang terancam punah dan langka di Indonesia. Konservasi harimau sumatera menjadi fokus utama di kawasan Bukit Barisan. Sebagai predator puncak, kehadirannya sangat penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan dan kesehatan ekosistem hutan.
Namun rusaknya habitat membuat populasinya kian menurun hingga diperkirakan hanya tersisa sekitar 40-43 ekor yang hidup di kawasan hutan tersebut.
Upaya konservasi kini terus dilakukan melalui patroli, pemantauan populasi, serta penegakan hukum untuk memastikan spesies ikonik ini tetap bertahan di habitat alaminya.
Ancaman Kelestarian Flora dan Fauna di TNBSS
Kerusakan kawasan hutan dan alih fungsi lahan menjadi persoalan serius yang mengancam kelestarian flora dan fauna di TNBSS. Kerusakan ini dipicu oleh konservasi hutan menjadi pemukiman warga, perkebunan, dan lahan pertanian. Selain itu, meningkatnya aktivitas perburuan liar juga menjadi salah satu penyebab utama.
TFAC Sumatera mencatat TNBSS mengalami deforestasi lahan dalam skala besar mencapai 63.000 hektare pada 2005. Salah satu wilayah yang mengalami tekanan tinggi adalah Resort Sekincau di Kabupaten Lampung Barat. Kawasan ini berhadapan langsung dengan wilayah budidaya dan permukiman, sehingga rawan terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan konflik lahan.
Selain tekanan terhadap hutan, TNBBS juga menghadapi konflik antara manusia dan satwa liar. Satwa-satwa yang kehilangan jalur jelajah di habitatnya tersebut kerap memasuki kawasan pemukiman dan perkebunan warga.
Di sisi lain, kebutuhan pembangunan dan transportasi juga menghadapkan pemerintah pada dilema. Pembukaan jalur jalan yang menghubungkan wilayah barat dan selatan Lampung mau tidak mau harus melintasi kawasan TNBBS yang memanjang dari utara ke selatan, sehingga berpotensi menambah tekanan pada ekosistem taman nasional.
(fem/fem)

















































Komentar Terbanyak
Sumut Dilanda Banjir Parah, Walhi Soroti Maraknya Deforestasi
Viral Tumbler Penumpang Raib Setelah Tertinggal di KRL, KAI Sampaikan Penjelasan
Foto Tumpukan Kayu Gelondongan di Pantai Padang dan Danau Singkarak