Pagi itu mendung bergelayut di Pulau Weh. Penanggalan Jawa menunjukkan tanggal 15 persis bersamaan dengan bulan mendekati purnama di malam sebelumnya. Bersama dua orang turis Inggris kami meluncur ke Pantai Iboih. Sepanjang perjalanan kami mulai menggerutu soal cuaca yang kurang mendukung. βMay the weather entertaint us under the sea.β Itulah harapan semua penyelam ketika cuaca buruk terjadi. Angin yang kencang akan mempengaruhi kecepatan arus di bawah permukaan laut.
The Canyon adalah dive site kami pertama di pagi itu. Sebuah lokasi yang berada persis di barat Pulau Rubiah yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Hanya butuh waktu tak kurang dari 15 menit untuk meluncur ke titik ini dari Pantai Iboih. Seperti namanya, The Canyon adalah sebuah tebing bawah laut sepanjang 550 meter dengan tingkat kemiringan beragam. The Canyon yang kami tuju tak tampak dari permukaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sempat dihantam ombak beberapa kali, setelah berjuang dengan equalizing akhirnya sampai juga di titik awal eksplorasi The Canyon. Di kedalaman 15 feet dinding karang menjulang tampak begitu indah. Remang sinar matahari diikuti tebaran gerombolan ikan batman menawarkan pemandangan surgawi yang tak terlupakan. Dinding tebing batu karang yang menjulang banyak ditumbuhi akar bahar berwarna merah kehitaman. Akar bahar berbentuk jari-jari kipas menaungi biota laut yang berkeliaran di sekitarnya. Sementara itu jamur laut berwarna kuning tampak banyak menempel di dinding, begitupun karang daging abu-abu berada di sela-selanya.
Sementara penyelaman dilakukan kian dalam. Biota laut yang kami jumpai kian beragam. Satu diantaranya adalah makhluk laut yang paling kami dambakan adalah penyu kepala putih. Endemik pulau Weh ini memang banyak tersebar di sekitar segitiga kepulauan Sabang (P. Weh, P. Aceh dan P. Nasi). Penyu betina berdiameter 75 centi ini berenang sendiri, kepakan kakinya yang lebar mengayun lembut menjauhi tebing karang. Sementara memandangi penyu yang kian menjauh, tanpa sadar arus kencang menerjang ke bawah. Dive guide kami memberi isyarat untuk merapat ke arah tebing guna berlindung. Sembari berpacu meloloskan diri dari tarikan arus ke bawa, kami berusaha menghindari menabrak akar bahar merah yang menjulang di sepanjang tebing, merapatkan posisi ke arah dalam tebing.
Hal paling sulit saat melakukan evakuasi arus adalah harus berpacu dengan waktu sembari memastikan pergerakan kita tidak akan menendang tumbuhan laut yang ada. Tehnik yang biasa dilakukan adalah mengatur keseimbangan udara di BC sehingga kita berada di posisi yang stabil mengambang.
Tak butuh waktu lama untuk menanti arus kencang berlalu. Waktu menunggu kami habiskan dengan mengamati kondisi karang di sekitar. Di tengah dominasi akar bahar, kami menjumpai sesuatu yang hilang di ekosistem ini. Setelah mencoba mencari jawaban beberapa saat. Kami baru sadar nyaris tidak ada hard coral di sepanjang tebing ini. Begitupun dengan anemon terlebih cacing laut. Pemandangan yang janggal dijumpai di sebuah taman laut.
Sebagian permukaan tebing pada bagian landai tampak berwarna putih kehitaman. Hal ini mengingatkan pada dive site di WAKATOBI yang sempat terkena dampak bom ikan berdaya ledak tinggi. Hempasan kuat gelombang ledakan menghancurkan hard coral, mencabut anemon lengkap dengan cacing laut yang biasa di sela-selanya. Anehnya kami tak menjumpai sedikit pun serpihan karang di sekitar area The Canyon. Sementara ikan-ikan karang tampak banyak berseliweran.
Memang buttterfly fish tak kami jumpai namun biota laut lain seperti ikan terompet, ikan strip kuning, maupun ikan karang-karangan hidup berlimpah di daerah ini.
Sementara berkecamuk beragam dugaan penyebab kejanggalan ini, tanpa terasa jarum penunjuk tekanan udara telah berada di angka 50 bar. Tak terasa 55 menit telah berlalu di bawah permukaan laut. Saatnya untuk kembali ke permukaan. Sembari berenang perlahan ke atas, kami mencoba mengamati tebing The Canyon untuk terakhir kalinya. Benar saja ternyata pada bagian permukaan yang datar senantiasa didominasi warna putih kehitaman. (Taufiq βWahid)
(gst/gst)












































Komentar Terbanyak
KGPH Mangkubumi Bantah Khianati Saudara di Suksesi Keraton Solo
Keraton Solo Memanas! Mangkubumi Dinobatkan Jadi PB XIV
Drama Menjelang Penobatan Raja Baru Keraton Solo