Walaupun menyimpan banyak obyek wisata, kami merasakan Taman Nasional Bukit Tigapuluh ini masih memiliki banyak keterbatasan, terutama keterbatasan akses. Jalan menuju bukit Tigapuluh ini bisa dibilang sangat minim. kami sempat masuk beberapa kilometer dengan menggunakan mobil. Namun, dikarenakan jalan yang rusak kami kembali lagi. Lalu, kami meminta diantar oleh masyarakat sekitar dengan menyewa motor mereka.
Karena keterbatasan akses tadi, bahkan banyak masyarakat sekitar yang belum pernah sama sekali datang ke dalam bukit Tigapuluh tadi. Ketika kami meminta diantar, kebanyakan mereka mengatakan tidak tahu bagaimana kondisi di dalam. Hal ini sangat memprihatinkan. Sebagai masyarakat sekitar, seharusnya mereka sadar akan potensi wisata dari bukit Tigapuluh ini.
Setelah bernego, kami sepakat menyewa 2 motor seharga Rp 100.000 selama 2 jam untuk masuk ke dalam bukit Tigapuluh lebih jauh lagi. Perjalanan kami ditemani 1 orang penduduk di sekitar taman nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di perjalanan pulang, kami bertemu salah seorang suku asli Talang Mamak bernama pak Sakai dan sempat mengobrol. Ia agak sulit berbahasa Indonesia. Untung saja orang penduduk asli sekitar bisa mengerti bahasanya. Cerita Pak Sakai menambah gambaran kami mengenai perkembangan taman nasional ini. Ingin tahu ceritanya? Baca artikel rekan saya, Putri, yang berjudul "Pak Sakai, Potret Suku Talang Mamak dalam Kesendirian", https://aci.detik.com/read/2010/10/06/224227/1457508/1001/pak-sakai-potret-suku-talang-mamak-dalam-kesendirian.
(gst/gst)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!