Munculnya filosofi tersebut bermula dari pengamatan Leluhur masyarakat suku batak terhadap pola hidup cicak yang bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Cicak bisa hidup di lantai, di dinding, di lorong, di atap dan dimana saja. Dalam cengkeraman kucing pun cicak bisa meloloskan diri dengan melepas umpan ekor pengelabu.
Leluhur masyarakat suku batak berharap generasi penerusnya harus dapat menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya dimanapun ia berada. Seperti kita ketahui, masyarakat suku batak kebanyakan merantau ke daerah lain. Maka diharapkan di daerah perantauannya suku batak harus dapat beraptasi dengan lingkungannya dan dengan masyarakat setempat sehingga akan tetap survive, bagaimanapun situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Filosofi itu juga yang diterapkan dalam pergaulan masyarakat suku batak, harus dapat bergaul dengan siapa saja dan menyikapi dengan bijak perbedaan-perbedaan yang ada dalam suatu lingkungan sehingga pada akhirnya bisa hidup dimana saja. Hal tersebut terbukti dengan kekerabatan masyarakat suku batak yang masih sangat kuat sampai saat ini. Ketika orang batak baru pertama kali berkenalan satu dengan yang lainnya, maka yang akan dicari terlebih dahulu adalah hubungan kekerabatan di antara mereka.
Selain itu, bagi masyarakat suku batak yang mata pencahariannya adalah bertani, kemunculan cicak di lahan pertanian (ladang dan sawah) di yakini sebagai pertanda tanaman akan tumbuh subur. Semakin sering cicak muncul, tanaman semakin subur, sehingga dapat di panen dengan hasil yang memuaskan.
Keanekaragaman suku memperkaya budaya bangsa.
(gst/gst)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Hutan Amazon Brasil Diserbu Rating Bintang 1 oleh Netizen Indonesia