Berkeliling di Negeri Nobita dan Doraemon
Senin, 26 Nov 2018 10:30 WIB

Balqis Muthiah
Jakarta - Karakter kartun dari Jepang, Nobita dan Doraemon memang menggemaskan. Lebih asyik lagi kalau berkunjung langsung ke negaranya. Seru!Perjalanan saat itu dilakukan mandiri, berdua dengan temanku yang sudah berpengalaman, kami menyicil berbagai kebutuhan sejak akhir September untuk keberangkatan akhir Oktober. Antara lain, perizinan visa waiver untuk e-paspor, tiket pergi-pulang pesawat kepergian langsung, tiket transportasi JR Pass 7 hari termasuk untuk naik Shinkansen, tempat tinggal atau penginapan dan penukaran mata uang.Sebetulnya pembuatan visa waiver tidak diperlukan itinerary atau agenda selama di Jepang sebagaimana visa untuk paspor biasa. Tapi aku tetap membutuhkan agenda untuk memaksimalkan perjalanan lima hari selama di Jepang. Sebelum keberangkatan, sekitar awal bulan Oktober, aku sibuk melihat berbagai macam tujuan wisata dan situs kebudayaan Jepang yang bisa dikunjungi di daerah Tokyo, dan Osaka. Semua informasi terkait biaya hidup di Jepang lengkap dapat diakses di internet dengan penelitian yang cukup matang sehingga, keberangkatan ke Jepangpun menjadi siap.Akhir Oktoberpun tiba, hari sebelum keberangkatan aku kembali mengecek ulang barang-barang yang kubawa. Jaket, celana, baju, sweater, alat mandi, alat sholat, kosmetik, dan yang paling penting, makanan dan obat-obatan. Yang aku tahu, biaya hidup di Jepang tinggi alias mahal. Dulu, temanku beli sebotol air mineral 600ml saja bisa Rp 11.000.Jadi aku pribadi menyiapkan beberapa makanan instan, seperti roti isi, kopi, susu sachet dan mie instan. Lalu karena aku sedang enggak sakit, aku hanya membawa Tolak Angin untuk berjaga-jaga mengatasi masuk angin dan mual. Apalagi saat itu ada peringatan cuaca bahwa akan ada badai.Γ Tapi aku dan temanku tetap berangkat meskipun harap-harap cemas. Karena kami membeli tiket diwaktu yang berbeda, kami berangkat dengan pesawat yang berbeda meskipun di waktu yang sama dan kami turun di bandara yang berbeda meskipun di kota yang sama, seperti aku turun di Soekarno-Hatta, temanku di Halim. Tepat sebelum boarding atau memasuki pesawat, karena keberangkatan pagi, belum makan dan disembur pendingin ruangan akupun merasa masuk angin. Aku teringat perjalanan di pesawat nanti akan memakan waktu tujuh jam, enggak asik kalau di jalan untuk liburan tapi belum berangkat sudah sakit. Untung saja Tolak Angin yang kubawa ada di tas selempang sehingga mudah diambil dan mual saat itu bisa teratasi.Setibanya di Jepang, selain fasilitas transportasinya yang rapi dan menjangkau ke banyak area, akses wi-fi gratis di sanapun sangat banyak. Jadi, meskipun pocket wi-fi ada di temanku, setelah aku mendarat, komunikasi dengan temanku sangat terbantu wi-fi gratis dari bandara. Kamipun janjian untuk bertemu di statiun Shibuya, stasiun tujuan menuju penginapan dan lokasinyapun menengahi bandara Haneda dan Narita. Temanku yang mendarat lebih awal di bandara Haneda, tiba di stasiun Shibuya lebih awal. Aku menyusulnya satu jam kemudian. Lagi, wi-fi gratis di stasiun menyambung komunikasi kami. Luar bisa, Jepang!Keluar dari stasiun, rupanya di luar sedang hujan dan berangin. Sampah-sampah berterbangan, payung-payung rusak terbalik banyak dibuang dan berserakan. Kami bahkan tidak membeli payung karena khawatir akan rusak juga. Dengan menggeret koper kami masing-masing, kami menerobos hujan dan menelusuri jalan menuju penginapan. Hari saat itu sudah gelap, tapi karena kami lapar, setelah check-in dan menaruh koper, kami kembali ke stasiun untuk mencari makan di daerah Omoide Yokocho, Shinjuku. Setelah perut terisi, kamipun kembali ke penginapan dan mempersiapkan energi untuk besok.Esok harinya, sesuai agenda yang sudah dibuat, kami berkeliling Tokyo. Mulai dari berfoto di patung Hachiko yang tidak jauh dari stasiun Shibuya, berfoto di Shibuya crossing yang terkenal ramainya. Lanjut ke Harajuku, jajan di Daisho, Harajuku dori dan jalan Takeshita, mengunjungi kuil Meiji dan berfoto di taman Yoyogi. Rupanya saat itu daun belum berubah warna dan berguguran, tapi suhu udara sudah seperti musim dingin, tujuh belas derajat. Eh, baru sedingin suhu pendingin ruangan, ya?Lanjut, kami ke Asakusa ke wilayah kuil Sensoji dan berfoto di tepi sungai Sumida dengan latar belakang pemandangan sungai, gedung-gedung dan Tokyo Skytree. Malamnya, kembali melewati Harajuku, kami berhenti sejenak di Takeshita Street untuk membeli crepes dan menepi di sebuah kedai sushi. Akhirnya makan sushi di Jepang!Hari selanjutnya, tujuan kami adalah museum Fujiko F. Fujio, pencipta karakter kartun Doraemon yang berada di kota Kawasaki. Saat itu kami sudah harus lanjut ke Kyoto, jadi setelah check out, agar tidak membawa banyak barang, kami menitipkan koper di coin locker yang banyak tersedia di stasiun kota-kota besar, salah satunya stasiun transit Shinagawa.Γ Tiba di Kawasaki, kami disambut pemandangan lingkungan tinggal Nobita. Berbeda dengan kota besar Shibuya yang sudah lebih banyak rumah berupa apartemen, di Kawasaki ini rumah-rumahnya masih bangunan di atas tanah mirip rumah Nobita dan teman-temannya. Suara burung gagak yang lalu lalang di langit Kawasaki, menjadi ciri khas seperti di kartun Jepang, membuat kami seakan masuk ke dunia Nobita. Sesampainya di museum, kami diberikan handphone mainan yang akan membantu memberikan penjelasan terkait Fujiko Fujio. Setelah menelusuri museum, di ujung area gedung terdapat sebuah cafe yang menyediakan taman area berfoto dan menu dengan kreasi berupa tokoh-tokoh kartun karya Fujiko Fujio.Saat hari sudah hampir gelap, kami pun segera meninggalkan museum dan melanjutkan perjalanan kami ke Kyoto. Kami ke Kyoto dengan menggunakan bis antar kota tujuan Osaka lebih dulu dan akan disambung kereta dari Kyoto ke Osaka karena waktu keberangkatan Shinkansen Tokyo-Kyoto sudah habis. Fasilitas bis sempat membuatku kagum. Kami akan melakukan perjalanan darat tengah malam selama tujuh jam, sehingga fasilitas bis memang diberikan agar nyaman untuk tidur. Jarak antar kursi cukup luas dan setiap penumpang diberikan sanggahan kaki di bawahnya. Lalu di setiap kursi diberikan kanopi agar menutupi wajah dan mata dari lampu juga lebih privasi.Tiba di Osaka, kami mampir ke toko sejenak untuk membeli bekal. Lalu perjalanan dilanjutkan menuju Kyoto dengan kereta pagi. Setelah tiba di penginapan, satu paket dengan penyewaan kostum Yukata, kamipun langsung menggunakan Yukata. Dibantu pemilik penginapan, lapisan demi lapisan Yukata akhirnya berhasil kami kenakan. Setelah itu kami menyempatkan makan sedikit dengan makanan instan, dan langsung menuju tujuan berikutnya Fushimi Inari Taisha dengan menggunakan kereta.Setelah puas berkeliling Fushimi Inari dan jajan di dagangan kaki lima sekitarnya, kami pun lanjut ke daerah Gion, kota yang terkenal dengan Geishanya dan rumah-rumah tradisional Jepang yang dilestarikan. Sayangnya aku tidak bertemu Geisha satupun. Katanya sih ada, tapi Geisha menghindari publik dan jalannya cepat banget. Sampai malam di Gion, kamipun kembali ke penginapan untuk istirahat dikarenakan esok hari sudah harus berkemas pulang.Demikian singkatnya lima hari di Jepang. Perjalananku nyaman tanpa masuk angin dan mual dengan Tolak Angin.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum