Jelajah Pulau Kalong dan Pantai Greweng Jogja, Seru!
Rabu, 10 Okt 2018 10:30 WIB

Nur Rohmi Aida
Jakarta - Menikmati keindahan Yogyakarta juga bisa dari pantainya. Main saja ke Pulau Kalong dan Pantai Greweng. Seru dan bikin deg-degan!Merencanakan datang ke Pulau Kalong niat awal saya sebenarnya hanya ingin menuntaskan rasa ingin tahu, menikmati semilir angin laut, dan sekedar mengambil foto saja. Tak terlintas sedikitpun ingin menyebrang, bahkan tak terpikirkan di kepala, kami bakal mengelilingi pulaunya.Saya mencoba terus berjalan meskipun tangan tremor. Ndredeg, lantaran jembatan Pulau Kalong bergoyang setiap kali pijakan kaki menyentuh kayu-kayu jembatan yang dipasang saling berongga. Di bawah saya laut dengan ombaknya yang bergerak brutal, berisik, tiap kali ia menabrak kaki-kaki pulau dan seperti melompat-lompat ingin menyentuh jembatanSejatinya, ciut nyali saya melewati jembatan yang membentang 30 meter di atas laut tersebut. Tapi gegara kata-kata Malikin, pengelola Pulau Kalong yang mengatakan bahwa ombak tak akan sampai ke atas jembatan, saya mencoba memberanikan diri. Apalagi di ujung jembatan, 3 orang sepupu yang tadi juga sempat ketakutan sudah menunggu sambil berteriak menyemangati. Gengsi tentu saja kalau saya sampai menolak menyebrang karena takut.Berkenalan Dengan Pulau KalongPulau Kalong sendiri merupakan sebuah Pulau kecil yang ada di seberang bukit di atas Pantai Greweng, Gunung Kidul, Jogja. Keunikan tempat ini tentu saja terletak pada jembatan kayunya yang membentang di atas laut. Sebuah lokasi ideal untuk para traveler yang sangat menyukai petualangan dan ingin menikmati pantai Jogja dengan cara yang lain.Menginjakkan kaki di Pulau Kalong lantas mengelilingi pulaunya, tidak seperti kita mengelilingi lapangan. Sekeliling Pulau Kalong, merupakan bukit-bukit yang tersusun dari batuan karang. Lancip-lancip, berongga, berwarna hitam, dan menuntut untuk tak boleh lengah bagi siapapun yang mencoba menyusurinya. Tentu saja, sisi tepi, langsung berhadapan dengan birunya laut dalam.Saya rasanya ingin pulang saja dan mengurungkan diri keliling Pulau saat saya sadar kostum yang saya pakai salah. Gemblung, melewati medan seperti itu, tapi saya mengenakan rok jeans panjang. Baru beberapa langkah saja, saya sudah berkali-kali menoleh ke belakang melepaskan ujung bawah rok yang tersangkut di bebatuan.Tapi sama juga konyolnya kalau saya berjalan mundur menuruni bukit dan kembali ke jembatan, berjalan turun, sama saja, ekstrim. Lagipula Malikin dan rombongan saya tak berniat sedikitpun untuk kembali. Memperbanyak cincing, merapal banyak doa dan meningkatkan kewaspadaan, pada akhirnya menjadi senjata saya untuk tetap melanjutkan perjalanan.Ini area camping, ujar Malikin saat kami tiba di sebuah area yang cukup datar, lapang, memiliki tanah dan di sekitarnya penuh semak belukar. Saya lega, akhirnya saya menemukan daratan yang normal tanpa batuan karang.Pulau tak berpenghuni ini dilengkapi denganΓ camping groundΓ sederhana yangmana sudah disediakan pula beberapa alat untuk memasak. Namun untuk bisa bermalam di sini, traveler diharuskan membayar Rp. 100.000. Dari arena camping ground, Malikin membawa kami berjalan lagi, kali ini menyusuri jalan setapak diantara semak yang kemudian berujung di sebuah lokasi yang sering digunakan untuk para pemancing ikan. Sembari duduk-duduk di atas kursi bambu, malikin menceritakan kenapa kemudian Pulau kecil ini dinamakan Pulau Kalong.Konon, dulunya Pulau Kalong dihuni oleh banyak kelelawar (kalong). Namun kemudian, kelelawar tersebut bermigrasi. Selain sebutan Pulau Kalong, tempat ini juga memiliki nama lain yakni Pulau Gelatik. Sebutan inipun diberikan lantaran dulu juga terdapat banyak burung gelatik. Bersantai beberapa saat di arena pemancing, kami bisa melihat tenangnya lautan di bawah. Laut yang tidak seberisik dekat jembatan namun tentu saja jauh lebih dalam. Bukankah kata pepatah laut tenang menghanyutkan?Rasanya saya ingin lekas sampai daratan. Berharap punya baling-baling bambu agar tak perlu lagi melewati batu-batu karang yang lancip menyakiti kaki. Tapi ya, mau tak mau saya harus menghadapi kenyataan. Kembali ke jembatan, lagi-lagi kami harus melalui tepian Pulau Kalong lengkap dengan batu-batuan karang seperti tadi. Sekali lagi, kewaspadaan ditingatkan, dan adeganΓ cincing-cincingΓ dilakukan. Pun ngewel menyebrang jembatan kembali lagi harus terjadi.Bersantai di Mistisnya Pantai GrewengBagi saya, Pantai Greweng seperti oase di padang pasir. Pasalnya, untuk menuju ke pantai ini traveler diharuskan bersusah payah berjalan jauh naik turun jalan, melewati sawah, semak, perkampungan, hingga akhirnya bertemu dengan pantai berpasir putih. Pantainya tak terlalu luas memang, namun cukup asyik untuk bermain-main, mendirikan tenda, serta mungkin menikmati makan siang di beberapa warung yang ada. Lokasi yang pas untuk beristirahat guna mengumpulkan tenaga kembali saat akan meneruskan perjalanan naik ke atas bukit menuju Pulau Kalong. Pun usai dari Pulau Kalong, Pantai Greweng menjadi penawar lelah sebelum meneruskan perjalanan pulang. Bahkan sekedar menikmati Pantai Greweng tanpa mau capek ke Pulau Kalong pun sudah lumayan memuaskan.Sama halnya Pulau Kalong, Pantai Greweng ternyata memiliki cerita. Dari penuturan seorang juru parkir motor yang kami temui di Pantai Jungwok, dahulu Pantai Greweng merupakan area gawat. Maksudnya, dahulu tempat ini dianggap angker. Tempat yang lebat penuh tumbuhan yang tidak bisa ditebang hingga seperti hutan belantara dan tak seorang pun berani mendatanginya.Namun sekitar 50 tahun yang lalu tempat tersebut kemudian dibersihkan dari keangkeran dengan mengundang orang pintar. Usai dibersihkan, barulah beragam tumbuhan lebat itu bisa dihilangkan sampai kemudian orang-orang menjadi tahu bahwa di situ terdapat pantai yang kemudian disebut Pantai Greweng. Di dekat Pantai Greweng juga terdapat sebuah Goa yang dinamakan Goa Macan. Menurut juru parkir tadi, dinamakan Goa macan lantaran ada beberapa orang yang beberapa kali melihat macan di sana. Meskipun macan tersebut kemungkinan adalah macan jelmaan. Sayang, tak sempat saya melihat goanya.Ketika kami sampai di Pantai Greweng, saya lupa menanyakan dimana letak goanya. Yang horor lagi dari Pantai Greweng adalah adanya sebuah tempat seperti rawa-rawa yang diberi papan kayu bertuliskan Pasar Gaib. Entah pasar gaib betulan atau bukan, menurut penuturan seorang pedagang warung, tempat itu merupakan tempat hidup banyak kepiting yang tidak boleh diambil. Yeahh, sisi positif sebuah pengeramatan tempat adalah lestarinya suatu ekosistem. Pantai Greweng dan Pulau Kalong, tempat ideal untuk para traveler yang gemar seru-seruan. Lokasi liburan yang cocok untuk kawula muda. Sekedar tips, kalau ingin mengunjungi tempat tersebut, jangan lupa gunakan pakaian yang nyaman ya. Tidak saya rekomendasikan menggunakan rok semacam yang saya lakukan. Pun, kalau mengajak anak kecil menurut saya lokasi ini kurang cocok karena medannya lumayan berat.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!