Pantai Lasiana di Kupang, Sunset dan Penduduk yang Ramah
Minggu, 21 Okt 2018 10:34 WIB

Rina Kusmalasari

Jakarta - Kupang di NTT Punya Pantai Lasiana yang asyik untuk menikmati sunset. Jangan lupakan juga keramahan warga yang begitu berkesan di hati.Ini adalah pertama kalinya saya pergi ke NTT. Perjalanan yang sangat dinantikan dan ditunggu. Pagi pukul 06.00 WITA, pesawat tiba di Bandara El Tari Kupang. Saat pertama kali menginjakan kaki di tanah Timor, tak hentinya saya ucapkan syukur sambil menghirup dan memejamkan mata sejenak.Perjalanan awal saya tak pergi sendiri, di bandara saya bertemu dengan seseorang teman yang saya kenal dimedia sosial untuk menemani perjalanan. Ando namanya. Sebelum tiba ke hotel, saya diajak untuk menikmati sarapan pagi di Laut Timor yang dekat dengan tempat penginapanku. Sepanjang pagi itu kembali tak henti saya ucapkan syukur atas nikmat sang kuasa.Saat di hotel saya bertemu dengan beberapa teman baru penduduk asli NTT, yang mana kami berbincang-bincang bercerita tentang makanan khas Timor. Sedikit saya belajar beberapa bahasa sehari-harinya, menjelaskan pulau-pulau kecil di Timor yang ternyata jaraknya pun harus menggunakan pesawat atau kapal laut, wisata terpencil yang jarang sekali orang tahu, juga jenis-jenis kain khas Timor yang ternyata sangat banyak sekali jenisnya juga cara pembuatannya. Sore itu saya memutuskan untuk ke pantai sendiri setelah beberapa teman baru memberikan beberapa referensi pantai yang terdekat dengan hotel.Dari hotel, saya menaiki angkot berwarna putih untuk menuju Pantai Lasiana, angkotnya tidak seperti biasanya, bentuk angkot ini seperti mobil tanggung, di Jawa disebut mobil Elf, hal unik yang bisa ditemui disana adalah saya bisa berbicang-bincang dengan orang baru karena jarang dari mereka yang memengang gadget di dalam kendaraan. Saat di dalam kendaraan saya bertanya kepada seseorang ibu-ibu, jika didaerah sana disebut mama dan bapak disebu papa."Mama berapa ongkos untuk ke pantai?""Rp 2.000 saja nona, nona mau ke pantai mana?" tanyanya kembali."Ke Pantai Lasiana," jawabku.Mama tersebut memberikan beberapa referensi tentang beberapa pantai yang dilewati mobil tersebut. Walau sebetulnya saya tidak terlalu mengerti bahasa yang beliau pakai karena tercampur dengan bahasa daerah tersebut. Saya menanggapi obrolan dengan senyum-senyum walau hanya bisa menjawab "Terimakasih mama."Selain itu, ada hal yang unik saat di perjalanan, khas setiap angkot di Kupang menyetel lagu yang sangat kencang, menurutku musiknya lebih dari mobil truk yang ada di jalur Pantura, ini juara sekali. Saat ingin berhenti hal yang harus kita lsayakan adalah tepuk tangan. Perjalanan di kendaraan umum yang mengesankanAkhirnya, sampai juga di gerbang Pantai Lasiana. Kukira Pantai Lasiana berada tepat di pinggir jalan seperti pantai-pantai lainnya. Ternyata dari pinggir jalan, saya harus menempuh sekitar 2 Km untuk berjalan menuju pantai. Ada perasaan takut saat saya jalan menuju pantai, karena hampir di setiap rumah memiliki anjing dan saya hanya takut dikejar. Juga jalanan yang sedikit sepi. Seperti kampung biasa, tidak ada tanda-tanda adanya pantai.Di tengah perjalanan saya bertemu dengan seseorang penduduk asli dan menanyakan, "Mama, apakah pantai sudah dekat?""Iya sekitar 10 menit lagi dari sini nona." Ternyata saya berada di jalur yang benar menuju pantai Lasiana.Tiba di Pantai Lasiana, saya membayar tiket masuk Rp 5.000, langsung bisa menikmati pemandangan indah menyambut sunsetnya Kupang. Indah benar-benar indah. Pantai yang masih bersih dan juga tidak banyak orang yang berenang. Orang-orang penduduk asli yang datang ke sini untuk menikmati sunsetnya. saya benar-benar duduku dipinggir pantai dan sangat menikmati angin sore sambil menunggu sunset. Saya benar-benar sedang menikmati sunset Timor.Sunset hilang pertanda saya harus pulang sebelum jalanan gelap. saya harus kembali jalan untuk mencari kendaraan umum menuju hotel. Jalan yang semakin saya percepat karena keadaan yang makin sepi dan gelap.Tiba di hotel, temanku mengajak main ke daerah Soe, perjalanan yang menempuh waktu selama 3 jam. Saya makin penasaran dengan Soe, menurut penduduk asli, Soe adalah daerah yang dingin, daratan tinggi. Dimana udara Soe yang dingin berasal dari angin Australia. Jalan yang ditempuh sangat berkelok-kelok, jarang dilalui oleh kendaraan malam dan juga sangat jarang lampu jalanan.Tiba di Soe, saya disambut oleh beberapa penduduk asli untuk menyantap sirih pinang. Menurut mereka sirih pinang adalah makanan adat dari Timor. Penasaran? Pasti. Sama sekali saya tak sungkan untuk berbaur dengan penduduk asli Soe untuk menyantap sirih pinang. Syarat makan sirih pinang adalah ludah pertama tidak boleh ditelan, karena menyebabkan mabuk. Benar, saat pinang sudah kusantap, ludah pertama harus saya buang, karena saya sudah hampir mabuk karena pinang. Setelah menyantap sirih pinang, kami menikmati malam sambil menyeruput kopi yang sangat terkenal di daerah Timor yaitu Tugu Buaya. Siapa yang tak kenal dengan kopi Tugu Buaya jika berkunjung ke daerah ini.Malam yang Panjang menandakan kami harus beristirahat dan persiapan saya kembali pulang. Sebenarnya masih ingin singgah di sini. Namun, karena banyak hal yang saya kerjakan lagi di Jakarta, saya harus berpisah dengan orang-orang yang banyak membuat hidupku berkesan. Terimakasih teman-teman. Terimakasih siri pinang. Terimakasih sunset. Terimakasih dunia sudah memberikanku kesempatan untuk singgah disini.Banyak cerita menarik dan unik selama sehari di daerah NTT, walau belum semua daerah saya singgahi karena waktu yang sangat padat dan singkat. saya sangat merindukan orang-orang yang sangat ramah dan toleransi, udaranya, suasananya dan kerinduanku yang harus kembali lagi ke tempat ini.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!