Capitansillo, Si Kecil yang Cantik di Filipina
Minggu, 02 Okt 2016 11:30 WIB
Nasrullah
Jakarta - Sebagai negara kepulauan, Filipina diberkahi bentang alam yang cantik. Salah satunya adalah Capitansillo, pulau kecil yang bikin traveler jatuh cinta."Besok ada agenda apa, Xav?" tanyaku pada kawan serumah sore itu ketika kami sedang menunggu becak motor untuk pulang ke rumah."Belum ada rencana. Emang kenapa? Kamu punya ide?" balasnya sembari bertanya. "Ayo kita pergi ke Capitansillo. Aku pengen lihat seperti apa pulau nya," ujarku kepadanya."Ayolah. Agak pagi ya berangkatnya, biar nggak terlalu sore pulangnya," ujar Xav. Salah satu becak motor yang lalu lalang pun berhenti. Kami naik lalu duduk bersebelahan dengan penumpang lainnya. Keesokan harinya, sekitar pukul 05.30 kami mulai berjalan menuju ke pertigaan di mana becak motor biasa mangkal. Di kota ini, satu-satunya alat transportasi umum adalah becak motor. Ongkos menuju ke Odlot, sebuah barangay (setingkat desa) yang salah satu pantainya menjadi lokasi perahu-perahu nelayan bertambat dan menyediakan jasa penyeberangan, adalah sekitar 10 Peso (sekitar 3.000 rupiah). Namun, karena pagi itu, penumpangnya hanya kami berdua, biasanya satu becak motor diisi enam orang penumpang, kami membayar 100 Peso untuk berdua. Dan, pagi itu, kami menikmati perjalanan melintasi perbukitan dan sejuknya udara pagi selama 30 menit. Tiba di Odlot, kami menyusuri pantai yang terletak di belakang balai desa, mencoba mencari nelayan yang bersedia mengantarkan kami ke Capitansillo yang sesungguhnya tampak samar-samar dari tepi pantai ini. Tidak ada harga yang pasti, tinggal kemampuan tawar menawar yang diperlukan. Karena kami berdua adalah orang asing di tempat ini, termasuk tak bisa berbahasa setempat, modal senyum, ramah tamah serta bahasa tubuh yang kami pergunakan. Tidak lama kemudian, seorang bapak kira-kira berumuran 55-60 tahun sedang berjalan ke arah kami, dan kami pun bertanya tentang perahu yang bisa membawa kami ke pulau seberang. Diluar dugaan, bapak tersebut malah menawarkan jasanya sendiri. 1.400 Peso untuk perjalanan pergi pulang satu hari ini. Setelah mencoba menawar, dia lalu menjelaskan bahwa dia pun harus memberikan uang 300 Peso ke penjaga mercusuar di sana. Setelah berpikir, ah ini kan liburan, sedikit uang lebih tak ada salahnya. Karena menurut kami, saya sih lebih tepatnya, sedikit terlalu mahal. Si bapak, bersama dengan seorang pemuda, lalu menurunkan jaring tangkapnya. Beberapa orang nelayan yang sedang asyik bercengkrama lalu membantu kami untuk menarik dan sebagian mendorong serta mengangkat kapal masuk ke air.Β Β Capitansillo Islet adalah sebuah pulau kecil yang terletak sekitar 10 km dari pusat kota Bogo, Cebu, Filipina. Pulau yang daratannya hanya seukuran kira-kira kurang dari setengah lapangan sepak bola ini menjadi salah satu tujuan wisata pendatang di kota yang terletak di utara Pulau Cebu.Menurut cerita yang saya baca di internet, dari laman resmi kota Bogo, konon katanya pulau ini adalah kapal laut milik salah satu kapten dari Spanyol yang menghina raja Bogo dan ketika hendak kabur, dikutuk dan menjadi pulau yang kini menjadi lokasi mercusuar pemandu bagi kapal di perairan Bogo. Saya lalu tersenyum, teringat cerita rakyat Malinkundang dari tanah Sumatera. Selain cerita rakyat tersebut, sesungguhnya tidak banyak informasi tentang pulau kecil ini. Sesungguhnya, tidak banyak yang bisa dilakukan di daratan ini. Tentu saja, karena tujuan utama datang ke pulau ini adalah bermain-main di dalam air yang sangat jernih. Namun, dari melihat foto-foto di internet, pulau ini dulu memiliki beberapa tempat beristirahat seperti gazebo, dimana pengunjung dapat duduk santai berlindung dari terik panas yang menyengat atau sekedar meletakkan barang-barang selama menikmati perairan di sekitar pulau karang ini.Β Β Β Setelah memakai semua peralatan masker snorkel dan fin, Xav dan saya lalu menceburkan diri ke dalam air. Berbagai macam jenis ikan dapat terlihat dengan jelas. Warna warni. Dasar perairan penuh dengan pasir putih dan bongkahan karang yang sudah mati. Mungkin, dulunya disini ada praktek penangkapan ikan secara illegal seperti penggunaan bom atau hancur karena ombak, entahlah.Tampak jelas sekali potongan karang-karang bertebaran. Namun, semakin ke arah dalam menjauhi pulau, karang-karang masih bagus dan ikan makin beragam. Lalu, tampaklah perbatasan laut dalam biru gelap tanpa dasar. Beberapa ikan berukuran besar, berwarna warni tampak disini. Ribuan ikan-ikan kecil berenang kesana kemari dalam satu gerakan seperti di dalam film dokumenter National Geographic. Dari jauh, Xav menyelam ke sana kemari 'mengganggu' kumpulan ikan tersebut. Setelah puas menikmati berenang ke sana kemari, melihat ikan dan bermain-main dengan ombak, kami lalu keluar dari air dan berjalan-jalan diatas pasir dan bebatuan. Saya lalu menghabiskan waktu mencari-cari obyek foto, sedangkan Xav menikmati berbaring di atas tembok bangunan yang sudah rusak. Ada sebuah bangunan yang berdiri mengelilingi menara mercusuar. Ada dua buah ruang yang sepertinya dipergunakan oleh penjaga mercusuar untuk tidur dan memasak. Saya tidak sempat bercengkrama dan ngobrol dengan penjaga yang sedang asyik berbincang-bincang dengan nelayan yang membawa kami. Kendala bahasa menjadi salah satunya . Saya hanya bisa membayangkan betapa sabarnya orang yang mau (terpaksa) bertugas di tempat kecil ini. Berada di tempat ini kecil ini, kami merasakan kedamaian dari suara-suara peradaban. Hanya suara debur ombak yang menabrak dinding karang. Bilah-bilah daun pepohonan yang bergesekan. Sesekali terdengar suara dari telepon pintar ketika ibu jariku menekan tombol pengambil gambar. Xav asyik melempar bebatuan ke laut berharap bisa 'berjalan' di atas permukaan air. Langit dan airnya biru. Buih-buih ombak yang menabrak karang memercikkan air yang membasahi pasir yang lalu menelan air tanpa menyisakan bekas. Bangku-bangku dari semen dan batu diam membisu menatap laut lepas menghitung waktu menunggu rapuh. Kami pun duduk diatas pasir dalam diam melemparkan pandangan ke arah laut lepas. Tidak berapa lama kami lalu bergegas untuk pulang. Kapal nelayan tumpangan kami bergerak naik turun membelah ombak yang kian besar. Sedikit rasa khawatir namun banyak senangnya. Semoga tidak lepas umpatan lalu terkutuk menjadi pulau baru.==============Main-main ke Lembang, Asyiknya ke Lodge MaribayaThe Lodge Maribaya adalah objek wisata yang lagi naik pamor di Lembang, Bandung Barat. Pemandangannya indah, ada ayunan fotogenik dan fasilitasnya lengkap.Indonesia kaya akan pesona alam yang indah seolah tiada habisnya menyajikan gugusan panorama alam yang menyejukkan mata. Bandung yang menjadi salah satu didalamnya memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara. Lokasi wisata di kawasan Bandung seolah tiada habisnya untuk dikunjungi, apalagi banyak pula tempat wisata baru yang membuat banyak orang penasaran akan keindahan dan keunikan wisata tersebut.The Lodge Maribaya yang terletak di Jalan Maribaya Kampung Cibodas, Lembang, Bandung Barat sedang menjadi primadona wisata baru lho. Bagaimana tidak, panorama penunungan yang disajikan tiada bedanya dengan panorama di luar negeri. Gugusan pohon pinus dan hijaunya pemandangan disana memanjakan pengunjung dengan udara segar dan memanjakan mata bagi masyarakat yang ingin melepas penat dari kesibukan yang ada.Dengan tiket masuk seharga 25000 rupiah pengunjung bisa berjalan jalan di kawasan hijau yang sejuk ini. Sesuai dengan namanya, The Lodge Maribaya juga menyediakan penginapan dengan tema Glamping seperti labu yang menarik. Fasilitas lengkap juga ada didalamnya, seperti televisi, tempat tidur yang nyaman dll. Harga yang ditwarkan juga sesuai dengan fasilitas yang didapatkan yaitu 550000 per pengunjung setiap malamnya.Selain penginapan The Lodge Maribaya, juga menyediakan beberapa spot foto yang menjadi favorite setiap pengunjung. Ada Sky Tree yang mirip dengan Sky Tree di Kalibiru. Untuk dapat berfoto ria diatas Sky Tree pengunjung dikenakan biaya tambahan 10000 per orang.Ada juga ayunan yang berbeda dengan ayunan pada umumnya lho. Traveler akan merasakan sensasi naik ayunan diatas angin. Untuk dapat menikmati ayunan ini pengunjung juga dikenakan biaya tambahan sebesar 20000 rupiah per orang.Adalagi yang membuat pengunjung merasa tertantang untuk datang ke The Lodge Maribaya yaitu untuk menaiki sepeda diatas seutas tali diatas awan. Traveler akan merasakan bagaimana sensasinya menaiki sepeda yang tidak menginjak tanah seperti di sirkus luar negeri. Tapi traveler juga tidak perlu khawatir karena alat yang fasilitas tersebut didampingi oleh petugas yang berpengalaman dan alat pengaman yang memadai.Selain spot foto yang menarik, The Lodge Maribaya juga menyediakan resort yang menyediakan makanan maupun minuman khas Bandung yang enak tentunya. The Lodge Maribaya juga cocok digunakan untuk private party maupun acara gathering yang akan dilakukan oleh rombongan traveler.
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol