Ke Bali, Wajib Datang ke Desa Adat Panglipuran
Senin, 10 Feb 2014 10:50 WIB

Yun Damayanti
Jakarta - Objek wisata di Bali yang ngetop gara-gara maraknya FTV adalah Desa Panglipuran di Bangli. Jika nanti Anda ke Bali, ayo datang ke desa wisata ini, nikmatilah suasana asri yang dijamin bikin betah wisatawan.Saya, pertama kali ke Desa Adat Penglipuran 15 tahun lalu. Ketika kembali menyambangi desa ini di akhir tahun 2013, suasananya semakin asri dan buat betah tinggal berlama-lama.Daerah Bangli memang relatif masih menampilkan suasana Bali yang sesungguhnya. Salah satu tempat yang merepresentasikannya adalah Desa Adat Penglipuran. Desa yang menjadi contoh pertama desa wisata di Indonesia.Desa ini konon sudah berdiri sejak abad VIII. Ketika itu raja dari Kerajaan Bangli memerintahkan sebagian warganya yang tinggal di Desa Banyu Kintamani untuk menempati lingkungan di Penglipuran. Saat ini Desa Penglipuran dihuni oleh 236 KK yang menempati 76 kavling di kawasan seluas 112 hektar.Di dalam 76 kavling tersebut masih banyak rumah-rumah tua, bahkan salah satu rumah diperkirakan sudah 270 tahun usianya. Wow! Saya juga baru sadar kalau rumah tradisional Bali beratap bambu.Itulah mengapa di kawasan desa-desa adat selalu ada hutan bambu selain hutan kayu. Hutan bambu milik Desa Penglipuran luasnya 45 hektar yang terdiri dari berbagai macam jenis bambu.Hutan bambu itu sendiri sudah ada sejak desa berdiri. Pengunjung pun bisa masuk ke dalam hutannya karena sudah dibangun jalan setapak permanen. Selain rindang dan sejuk, jajaran pohon bambu menciptakan lukisan alami yang indah. Spot yang tidak boleh dilewatkan oleh penggemar fotografi bila berada di desa ini.Desa adat ini telah menjadi desa wisata yang maju dengan organisasi yang rapi. Dari hasil kegiatan pariwisata, desa ini mampu membiayai sendiri hampir semua kegiatannya.Salah satu pemasukannya adalah dari tiket parkir kendaraan sebesar Rp 5.000 per unit dan tiket masuk pengunjung. Karena saya orang Indonesia jadi cukup membayar Rp 7.500 dan teman asing saya Rp 10.000 saja.Pertama kali datang, saya hanya melihat-lihat dan berfoto-foto saja. 15 tahun kemudian, tangan saya meraba dinding-dinding yang terbuat dari batu padas yang mulai mengelupas dimakan waktu, mengagumi atap-atap bambu yang sudah lebih dari 20 tahun, duduk bersama seorang nenek dalam pawon tua yang masih dipakainya untuk memasak, menyimpan hasil panen di bawah atap, dan beristirahat.Sambil menikmati minuman khas Desa Penglipuran, cem-ceman, yang rasanya mirip dengan permen Nano-nano, saya menyusuri lika-liku gang dalam desa yang asri. Di sini, saya belajar lebih mengenal Bali.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum