Liburan ke Aceh, Wajib Nongkrong di Warung Kopi!
Rabu, 19 Mar 2014 13:50 WIB

Yun Damayanti
Jakarta - Aceh punya Kopi Gayo yang punya rasa legit dan nikmatnya mendunia. Tapi selain itu, masyarakat Aceh punya budaya menyeruput kopi di sebuah warung kopi sambil bercengkerama dengan kerabat. Unik, menarik dan harus coba bergabung!Kegiatan berkumpul di warung kopi rupanya sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Melayu, malahan sudah membudaya. Banyak daerah di Indonesia memiliki budaya ini dengan ciri khas masing-masing. Salah satunya adalah di Aceh.Tamu yang datang ke Kota Banda Aceh, mestilah mengunjungi tiga warung kopi. Begitulah kata seorang teman ketika saya baru tiba di ibukota Serambi Mekah.Lain lubuk lain ikannya, begitupun dengan kegiatan di warung kopi yang sering disebut 'ngopi'. Bagi orang di Aceh, ngopi itu berarti berkumpul di warung kopi bersama-sama, paling tidak dengan seorang kawan. Kalau minum kopi ya bisa dilakukan sendiri di rumah dan tidak perlu datang ke warung kopi.Meskipun namanya warung kopi, menu yang ditawarkan bukan hanya kopi tetapi ada teh, bahkan ada juga yang menyediakan jus. Camilan pelengkap berupa kue-kue basah bisa disediakan oleh warung kopi atau para penjaja makanan yang berdagang di depan warung kopi. Tak jarang pula penjaja makanan berat seperti nasi gurih atau nasi lemak di pagi hari atau mie dan nasi goreng Aceh di sore hari, berjualan secara bergantian di depannya.Ada tiga menu kopi yang biasa ditawarkan di warung kopi di Banda Aceh, yakni kopi hitam, kopi sanger, dan kopi susu. Kopi hitam adalah kopi tanpa campuran hanya ditambah dengan gula. Kopi sanger dan kopi susu merupakan campuran kopi dan susu tapi ada bedanya. Susu di kopi sanger hanya sedikit dan ditambah sedikit gula. Sedangkan kopi susu, kopinya lebih sedikit dan tanpa gula.Ada dua cara penyajian dari ketiga menu kopi itu, yang penuh dalam gelas seukuran 300-400 ml, dan 'pancung', yakni gelas berukuran setengah dari gelas biasa. Mirip gelas sloki. 'Pancung' dalam bahasa masyarakat di Banda Aceh artinya setengah.Kopi hitam dan sanger adalah kopi yang paling sering dipesan oleh tamu laki-laki sedangkan yang perempuan lebih memilih kopi sanger. Semua menu kopi tersebut menggunakan biji kopi yang dibeli dari dataran Gayo dan Barat-Selatan. Masing-masing warung kopi mempunyai cara mengolah dan meraciknya. Inilah yang membedakan citarasa di setiap warung kopi yang ada di Kota Banda Aceh.Tapi tahukah Anda, ternyata orang Aceh, Banda Aceh khususnya, tidak terlalu suka dengan jenis kopi arabica. Kopi yang digunakan untuk meracik kopi-kopi itu dari jenis robusta. Arabica terlalu kental, menurut masyarakat Aceh. Dan Insya Allah, semua kopi di sini tak ada yang dicampur dengan jagung muda, alias 100% made from fresh coffee bean.Pasca gempa dan tsunami, ada dua wilayah di Kota Banda Aceh yang relatif tak mengalami kerusakan parah, yakni Ulee Kareng dan Brawe. Salah satu warung kopi yang selamat di Ulee Kareng adalah Kopi Solong. Tempatnya menjadi tempat persinggahan bukan hanya bagi warga di Banda Aceh dan sekitarnya yang masih berduka namun juga bagi warga mancanegara yang sedang membantu di sana saat itu. Itulah awal mulanya kopi dan budaya ngopi di Aceh berkembang dan terkenal hingga seperti saat ini.Pilihan tempat ngopi di Kota '1001 Warung Kopi' ini sangat banyak dan beragam. Mulai dari yang lesehan atau dengan bangku-bangku plastik hijau beratap langit hingga yang sudah bernuansa kafe dilengkapi dengan WiFi, televisi, dan karaoke.Yang datang ke warung kopi di pagi hari, selain orang-orang tua, ada keluarga lengkap dengan anak-anaknya, dan para pekerja kantor yang hendak siap bekerja. Datanglah pada siang hari maka traveler bisa bertemu mulai dari mahasiswa, pekerja, pebisnis hingga birokrat, politikus dan tokoh masyarakat. Di malam hari, berbagai topik pembicaraan menjadi teman intim menyeruput kopi dalam suasana yang lebih santai.Apabila di kota-kota yang telah menganut gaya hidup metropolitan pengunjung kafe akan sibuk sendiri dengan gadgetnya, meskipun datang ke tempat itu beramai-ramai, hal tersebut nyaris tak ditemui di sini. WiFi biasanya dimanfaatkan oleh para mahasiswa untuk mengerjakan tugas dan pekerja atau pebisnis untuk presentasi.Namun suara riuh rendah percakapan pengunjung di warung kopi masih tetap terdengar. Di sini, berkomunikasi dan bersosialisasi masih dimaknai sebagai percakapan antarmuka di antara individu-individu. Suasana komunal 'menyentil' perasaan saya sebagai orang metropolitan.Ah, satu lagi yang harus diperhatikan. Apabila adzan sudah berkumandang, warung kopi, dan semua toko di Aceh, pasti akan menutup pintunya. Di warung kopi, biasanya dia akan menyisakan sedikit pintu terbuka tapi tidak melayani pesanan jika masih ada tamu. Yang masih duduk-duduk di luar akan masuk ke dalam, atau segera membayar kopi dan pergi, biasanya untuk melaksanakan solat. Ini biasanya berlangsung sekitar setengah jam.Pada akhirnya, saya mengetahui bahwa kewajiban mengunjungi tiga warung kopi bagi tamu di Banda Aceh hanyalah keisengan teman-teman di sana. Meskipun demikian, saya tetap akan menyarankan kepada traveler untuk menyambangi tiga warung kopi bila berkesempatan datang ke kota ini. Lebih asyiknya datang di waktu yang berbeda. Karena mungkin saja dari sinilah cerita perjalanan Anda berawal.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!